Penelitian
yang dilakukan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) mengungkapkan, sebanyak 85 persen remaja usia
13-15 tahun mengaku melakukan hubungan seks pertama kali dengan pacar mereka di
rumah. Penelitian yang dilakukan pada 2005 ini melibatkan 2.488 remaja di
Tasikmalaya, Cirebon, Singkawang, Palembang, dan Kupang. Sementara itu satu survei
yang dilakukan pada 2011 di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali,
menunjukkan, 39 persen anak baru gede (ABG) Indonesia pernah melakukan hubungan
seks. Dari total 663 responden, 462 orang mengaku pernah berhubungan intim.
Rumah tetap paling "aman" bagi mereka (ROL) |
Vera Itabiliana,
psikolog Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia membenarkan adanya kecenderungan
para ABG ini melakukan hubungan seks di rumah, daripada di tempat lain. Rumah,
kata Vera, merupakan tempat paling aman baik dari sudut pandang anak maupun orang tua. Orang tua terlalu percaya
dan menganggap anak-anaknya akan aman sejauh mereka tetap berada di rumah. Dengan
ruang yang terbatas, lanjut Vera, seolah-olah tidak mungkin anak-anak berani
berbuat aneh-aneh.
Sebaliknya,
secara versi anak, rumah juga tempat paling aman melakukan apa pun. ''Mereka hapal
betul bagaimana gerak-gerik, bahkan seluk-beluk orang-orang di rumah, termasuk
jam-jam berapa suasana rumah sepi. Makanya, anak-anak memilih rumah sebagai
tempat aman untuk melakukan apa pun, termasuk kemungkinan melakukan perbuatan
seks,'' papar Vera.
Dikatakan Vera,
solusinya bukan dengan membatasi ruang gerak anak, melainkan mengomunikasikan kepada
anak perihal seks. Jika menutup diri, ujar Vera, anak akan mencari informasi
dari luar dengan risiko yang lebih tinggi. ''Jelaskan bahwa seks itu hanya
dilakukan orang yang sudah menikah, jika dilakukan bisa hamil, jika dilakukan
dengan sembarangan berisiko HIV, penyakit kelamin, dan penyakit bahaya lainnya.
Bila anak paham tentang seks dan segala risikonya, mulai moral agama hingga
yang bersifat fisik, kata Vera, mereka tidak akan berani melakukan perbuatan
yang penuh risiko itu (http://www.republika.co.id/berita/humaira/samara/13/05/28/mng2qb-waspadalah-ini-tempat-teraman-remaja-lakukan-seks-bebas).
Kepada anak-anak
yang mulai besar ini, Vera juga menyarankan agar orang tua mulai memberikan
aturan atau batasan-batasan. Misalkan, larangan membawa teman ke kamar, bahkan
dengan yang sejenis pun. Ini juga untuk mengindari rasa suka antar sesama jenis.
Upayakan tidak memberi fasilitas komputer berinternet, televisi, bahkan play station dan telepon di dalam kamar
anak. ''Media-media ini berpotensi bagi anak untuk melihat hal-hal berbau
pornografi,'' ungkapnya.
Vera
mengingatkan para orang tua agar berusaha mengenal dan dekat dengan teman-teman
si anak. ''Kalau orang tua sudah dekat, teman-teman si anak bakal segan dan
tidak berani berbuat aneh-aneh,'' ujar dia. Bagi yang kedua orang tuanya
bekerja, tidak ada salahnya kata Vera, menyibukkan anak dengan berbagai
kegiatan di luar sekolah, termasuk les-les. ''Kalau anak-anak banyak kegiatan,
sampai di rumah biasanya sudah capek.” (http://www.republika.co.id/berita/humaira/samara/13/05/27/mng2js-hindarkan-anak-dari-seks-bebas-ini-kiatnya).
Ihwal seks pra
nikah di Indonesia, survei DKT pada Mei 2011 di lima kota besar tersebut,
mengungkapkan, 462 dari 663 responden (39 persen) yang mengaku sudah melakukan
hubungan seks ini, berusia antara 15-19 tahun. Sedangkan, sebanyak 61 persen
sisanya berusia 20-25 tahun. “Survei ini memang tidak mewakili populasi. Tapi,
paling tidak kita bisa menjadikan hasil survei ini sebagai acuan bagaimana
perilaku seksual para remaja sekitar kita,'' ujar Country Director DKT, Todd
Callahan, ketika itu.
Usia rata-rata
pertama kali berhubungan seksual adalah 19 tahun. Enam persen pelaku seks
adalah pelajar SMP dan SMA. Sebanyak 31 persen adalah kalangan mahasiswa. Para
pelaku umumnya berasal dari keluarga golongan menengah dengan pengeluaran
rata-rata Rp 1,5 juta sampai Rp 2,5 juta per bulan (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/12/06/lvro0q-39-persen-abg-pernah-berhubungan-seks).
Berbagai
fenomena seks pranikah belakangan ini didukung oleh fakta usia anak pacaran saat
ini semakin muda dibanding 10 tahun yang lalu. Parahnya, gaya pacarannya pun semakin
agresif; tidak hanya bertamu tetapi juga mengarah pada hubungan seks. Dosen Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah, Yogyakarta, Hikmah Sobri, dalam Seminar Gerakan
Advokasi Perempuan dan Anak Menuju Keluarga Sakinah, Januari 2013 lalu, mengutip
data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak.
Disebutkan oleh
data tersebut bahwa remaja SMP tercatat 62,7 persen sudah tidak perawan, dan
sebanyak 21,2 persen remaja mengaku pernah aborsi. Perilaku seks bebas remaja ini
tidak pandang bulu; tersebar di kota dan di desa dengan ekonomi kaya dan
miskin. Remaja mengaku melakukan hubungan seks pranikah tanpa alat kontrasepsi
dan dilakukan di rumahnya sendiri. Menurut Hikmah, penyebabnya antara lain karena
pribadi anak remaja lemah, budaya anak remaja perempuan takut laki-laki, perempuan
tidak tegas, daya kritis sosial menurun, perhatian dan pendidikan orang tua terhadap
anak lemah. Ditambah lagi anak ramaja saat ini melihat tayangan televisi yang
tidak sehat, dan mengakses situs porno (http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/parenting/13/01/06/mg6ckk-remaja-indonesia-yang-terkontaminasi-seks-bebas-tinggi).
Ketua Youth
Forum Provinsi DIY, Trianina Arini, berpendapat, ada kecenderungan seks bebas
di kalangan pelajar SMP lebih parah dibanding pelajar SMA. Ini kata Trianina karena
pengetahuan siswa SMP mengenai pornografi dan pornoaksi masih sangat minim. Berbeda
dengan pelajar SMA yang telah memiliki Pusat Informasi Konseling (PIK) Remaja.
Dikatakan Trianina
yang adalah siswa kelas I SMAN V Yogyakarta, studi kasus menunjukkan bahwa kenakalan
remaja SMP cukup tinggi, termasuk kenakalan terkait seks bebas. Karena itu pada
tahun ini di SMP juga akan dibentuk PIK Remaja. “Dengan adanya PIK, kita bisa
mengerti dan mengetahui berbagai hal tentang seks dan reproduksi. Sehingga
tidak mudah terjerumus dalam kehidupan seks bebas,” tambahnya. PIK Remaja kata
Trianina, telah dibentuk sejak tahun 2007. Anggotanya terdiri dari para siswa
SMA yang tergabung dalam satu komunitas Youth
Forum (http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/parenting/13/01/07/mg1j3l-remaja-terjebak-seks-bebas-ini-pemicunya).
Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengakui, persoalan seks
bebas di kalangan remaja sudah dalam tahap mengkhawatirkan. Penelitian yang
dilakukan Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) menunjukkan, perilaku
seks bebas bukanlah sesuatu yang aneh dalam kehidupan remaja Indonesia saat ini.
"Ini harus segera ditangani karena jumlah remaja mencapai 26,7
persen dari total penduduk," kata Plt Kepala BKKBN, Subagyo, Desember 2013
lalu. Sebagai gambaran, total remaja di Indonesia mancapai sekitar 62
juta. Sebanyak 36 persen di antaranya, yakni sekitar 21 juta remaja,
telah berhubungan seks (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/12/21/mfd48l-wah-21-juta-remaja-indonesia-sudah-berhubungan-seks).
Sementara itu dokter
dari Forum Muslimah untuk Indonesia Sehat, Rini, mengatakan, kebijakan
pemerintah dalam pencegahan perkawinan dini atau usia muda yang masih
diberlakukan hingga sekarang, justru menjadi salah satu faktor pemicu perilaku seks
bebas. "Pemerintah harusnya melakukan langkah-langkah pencegahan bagi
terjadinya model dan gaya hidup seks bebas, tapi yang dicegah justru perkawinan
dini," kata lulusan Fakultas Kedokteran UI ini (http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/09/06/04/54190-indonesia-dalam-cengkraman-seks-bebas).**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar