“DKI Jakarta
menjadi percontohan pemberlakuan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang
akan diberlakukan secara nasional mulai 1 Januari 2014”
Gubernur
DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi), membenarkan ada16 rumah sakit swasta akan
mengundurkan diri dari program Kartu Jakarta Sehat (KJS). Menurut Jokowi, rumah
sakit (RS) yang mundur dari programnya itu hanya berorientasi mencari keuntungan.
Mereka menurut Jokowi, menganggap premi Rp 23 ribu per orang setiap bulan,
tidak cukup. Pengelola RS yang mundur memang beralasan takut merugi karena
nilai klaim yang terlalu rendah.
Peserta KJS dari Marunda (ROL) |
Sementara
itu Dinkes DKI Jakarta menyatakan, dari ke-16 RS tersebut hanya dua RS yang
telah secara resmi mengundurkan diri dari program KJS. “Ke-14 lainnya baru
menyatakan secara lisan," kata Kepala Dinkes DKI Jakarta, Dien Emmawati,
di Jakarta, Senin (20/5). Menurut Dien, RS yang mengundurkan diri tersebut
berada di Jakarta Pusat dan Jakarta Timur. Dengan begitu, sambung Dien, saat
ini masih terdapat 76 rumah sakit yang melayani KJS di ibu kota.
"Informasi
ini diketahui setelah kita mengadakan evaluasi bersama dengan Komisi E DPRD DKI
Jakarta. Rumah sakit yang mengundurkan diri itu semuanya merupakan rumah sakit
swasta dan berskala kecil," ujar Dien. Dien menuturkan, 14 rumah sakit
yang mengundurkan diri secara lisan itu antara lain: delapan rumah sakit di
Jakarta Utara, tiga rumah sakit di Jakarta Barat, dan tiga rumah sakit di
Jakarta Selatan. "Dari 76 rumah sakit yang masih melayani pasien KJS,
hanya 22 rumah sakit yang milik pemerintah, sedangkan sisanya swasta. Maka dari
itu, hal ini akan kita evaluasi dan diskusikan lebih lanjut," tutur Dien.
Pengunduran
ke-16 RS tersebut dari program KJS tidak ada hubungannya dengan masalah tunggakan
pembayaran. Terlebih, lanjut Dien, pihaknya juga menjalin kerja sama dengan PT
Askes dalam pengelolaan sistem KJS. Pengunduran diri ke-16 rumah sakit ini kata
Dien, sangat mengganggu pelayanan KJS kepada masyarakat. Karena itu, pihaknya kata Dien, akan terus
melakukan evaluasi. (http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/05/20/mn34sh-dua-rs-resmi-mundur-dari-kjs).
''Kita sudah rapat dengan Kementerian Kesehatan dan secepatnya akan melakukan
evaluasi,'' kata Dien ketika dihubungi Republika,
Ahad (19/5), seraya berharap agar langkah yang diambil 16 RS tersebut tidak
diikuti oleh RS lain.
DKI
Jakarta menjadi percontohan pemberlakuan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
yang akan diberlakukan secara nasional mulai 1 Januari 2014. KJS yang melayani
4,7 juta peserta terdiri dari 1,2 juta orang peserta Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas) dan 3,5 juta warga lain. Untuk menggelar layanan KJS
ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan PT Askes dengan premi
Rp 23.000 per orang per bulan dengan total anggaran mencapai Rp 1,2 triliun.
Proses pengajuan KJS, harus melalui puskesmas. Ketika puskesmas merasa tidak
mampu menangani pasien, pihak puskesmas baru diperbolehkan merujuk pasien ke
RS.
Dien
menjelaskan, dari 4,7 juta penduduk Jakarta peserta KJS, baru sekitar dua juta
orang yang menggunakan layanan kesehatan gratis di kelas III itu. Meski tak
sampai setengah peserta KJS memanfaatkannya, layanan ini di masa awal sempat
membuat berbagai RS kewalahan menghadapi membludaknya antusias warga Jakarta
berobat gratis (http://www.republika.co.id/berita/koran/news-update/13/05/19/mn1suc-premi-kartu-jakarta-sehat-dievaluasi).
Sementara
itu, di media massa beredar nama ke-16 RS yang mengundurkan diri tersebut,
yakni: RS MH Thamrin, RS Admira, RS Bunda Suci, RS Mulya Sari, RS Satya Negara,
RS Paru Firdaus, RS Islam Sukapura, RS Husada, RS Sumber Waras, RS Suka Mulya,
RS Port Medical RS Puri Mandiri Kedoya, RS Tria Dipa, RS JMC, RS Mediros, dan
RS Restu Mulya (http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/05/19/mn20ta-16-rs-mundur-dari-program-kjs-peraturan-kemenkes-didesak-direvisi).
Menanggapi hal
ini, anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Igo Ilham, mengatakan, Pemerintah
Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dinilai tak bisa menyalahkan 16 RS swasta
tersebut. Sebab kata dia, posisi mereka hanya membatu Dinas Kesehatan (Dinkes).
“Sistem KJS harus dibenahi. Sebab, sistem yang berjalan saat ini justru
merugikan pihak rumah sakit,” ujarnya.
Ia menyebut,
sistem klaim yang dinamakan Indonesia Case Based Group (INA-CBG), tidak bisa
mencakup seluruh tagihan rumah sakit. Untuk layanan operasi bedah misalnya,
pemerintah hanya bisa membayar sekitar 30 persen saja dari total biaya.
Sementara, untuk layanan rawat inap, pemerintah hanya membayar 60 persen. Untuk
layanan rawat jalan, kata dia, pemerintah membayar 80 persen dari total
tagihan. "Efeknya rumah sakit rugi. Siapa pun yang membuat kerja sama,
tentu tidak mau rugi," katanya ketika dihubungi ROL, Senin (20/5/13).
Igo menuturkan,
Dinkes harus melakukan rapat intensif dengan PT Askes sebagai lembaga
verifikator, dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebagai regulator, untuk
membuat perbaikan sistem. Karenanya, ia menyarankan Pemprov DKI tidak
menggunakan pola INA-CBG lagi, melainkan pola sendiri dalam menentukan kriteria
klaim untuk pasien KJS (http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/05/20/mn36ae-rumah-sakit-yang-mundur-dari-kjs-tak-bisa-disalahkan).
Sementara
itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Balai Kota,
Jakarta Pusat, Sabtu (18/5) mengatakan, Pemprov DKI akan mengevaluasi sistem
INA CBG yang selama ini diterapkan oleh Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS).
"Selain itu, premi kesehatan KJS sebesar Rp 23.000 per orang tiap bulan,
juga akan kita evaluasi lagi, karena angka ini lebih besar dibandingkan
hitungan premi BPJS sebesar Rp 22.800 dan juga pemerintah pusat sebesar Rp
15.700," ujar Ahok.
Mengenai
jumlah premi Rp 23.000, Ahok mengaku
memang sempat bimbang. Secara pribadi, Ahok menilai seharusnya premi tersebut
sebesar Rp 50.000. "Kita akan panggil dan evaluasi semua pihak yang
terlibat dalam sistem INA CBG dan penetapan angka premi. Kita tidak ingin BPJS
Kesehatan Indonesia tidak berjalan akibat premi sebesar Rp 23.000 itu,"
tutur Basuki.
Oleh karena itu, Basuki meminta seluruh pihak RS yang bekerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta untuk tidak tergesa-gesa mengundurkan diri dari program KJS karena masih dilakukan evaluasi dan penghitungan ulang. "Proses evaluasi ini kemungkinan akan memakan waktu sekitar dua bulan. Jadi, mohon bersabar dulu." (http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/05/18/mmyvf5-sejumlah-rs-mundur-dari-program-kartu-jakarta-sehat).
Oleh karena itu, Basuki meminta seluruh pihak RS yang bekerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta untuk tidak tergesa-gesa mengundurkan diri dari program KJS karena masih dilakukan evaluasi dan penghitungan ulang. "Proses evaluasi ini kemungkinan akan memakan waktu sekitar dua bulan. Jadi, mohon bersabar dulu." (http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/05/18/mmyvf5-sejumlah-rs-mundur-dari-program-kartu-jakarta-sehat).
Akan
tetapi Ahok mengaku tidak mempermasalahkan pengunduran diri RS
tersebut, namun dia meminta pihak RS memberikan bukti alasan kerugiannya, baru
kemudian akan menyetujui pengunduran diri tersebut dan mengevaluasinya. "Kita
akan meminta laporan kepada mereka (RS) terkait penanganan pasien ,"
ujarnya. Laporan tersebut akan memperlihatkan boros tidaknya RS dalam mengeluarkan
biaya untuk pasien KJS. Selain itu, Pemprov DKI akan berusaha menghilangkan
pajak 10 persen untuk alat kesehatan. Ahok mencontohkan biaya pengobatan
jantung di Jakarta mahal dibandingkan India karena pajak tersebut (http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/05/20/mn2yxo-ahok-tak-masalah-rs-mundur-dari-kjs).
Sementara itu anggota
Komisi E DPRD DKI Jakarta, Dwi Rio Sambodo, mengatakan, sesuai amanat UU No. 44
Tahun 2009 tentang rumah sakit, Dinkes sebagai pihak yang berwenang harus
melakukan pembinaan pada semua RS. "Karena bagaimanapun juga, rumah sakit
memiliki fungsi sosial yang harus ditegakkan sesuai amanat UU," katanya (http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/05/19/mn20ta-16-rs-mundur-dari-program-kjs-peraturan-kemenkes-didesak-direvisi).**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar