“Shamsi
Ali: jangankan dengan yang berbeda agama,
sesama Muslim saja ternyata yang “terekam”
oleh internasional, Indonesia itu tidak bisa akur”
Warga
Indonesia di Amerika Serikat (AS), khususnya Muslim yang sedang sibuk meredakan
kembali Islamophobia, tampaknya merasa mendapat keuntungan dari isu pemberian
penghargaan World
Statesman Award dari lembaga Appeal for
Conscience Foundation (ACF) kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Karena
ternyata komunitas Muslim di AS mendukung pemberian penghargaan tersebut. Sementara
itu, kecaman keras muncul dari berbagai elemen masyarakat di Indonesia, mulai dari rohaniwan Katolik, hingga Muhammadiya dan
Nahdlatul Ulama (NU).
Imam Mesjid New York, Shamsi Ali |
Imam
Islamic Center New York, Shamsi Ali, mengatakan, anugerah tersebut adalah
kebanggaan bagi Indonesia. ''Mari kita menilai penghargaan ini tidak diberikan
kepada pribadi (Presiden SBY). Tapi menilai penghargaan ini diberikan kepada
negara dan bangsa Indonesia,'' kata Shamsi melalui surat terbuka yang dirilisnya,
tertanggal Minggu (19/5/13).
Kata
dia, selama ini internasional hanya mengakui Indonesia sebagai negara dengan
umat Muslim terbesar dengan segala kemelorotan toleransi dan “kengerian”
situasi. Internasional bahkan menuding Indonesia sebagai sekumpulan orang-orang
yang tidak pernah akur dalam banyak hal. Jangankan dengan yang berbeda agama, sesama
Muslim saja kata Shamsi, ternyata yang “terekam” oleh internasional adalah tidak
bisa akur.
''Kalaupun
merasa tidak puas dengan Bapak SBY (secara pribadi), harusnya merasa bangga
dengan penghargaan atau pengakuan dunia ini untuk negara dan bangsa (Indonesia),''
kata Shamsi lagi. Untuk menerima penghargaantersebut, SBY bakal pergi ke New
York 30 Mei.
ACF
adalah yayasan pemerhati kemajemukan bangsa-bangsa dan agama di satu negara,
berbasis di AS. Yayasan mempromosikan perdamaian, demokrasi, toleransi, dan
dialog antarkepercayaan ini, didirikan seorang Rabbi (pemuka agama Yahudi) bernama
Arthur Schneier pada 1965 silam. Penghargaan tersebut dikatakan imbas dari
keberhasilan SBY merawat dan mengembangkan toleransi beragama di Tanah Air (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/05/20/mn3mlu-imam-masjid-new-york-dukung-penghargaan-untuk-sby).
Schneier
dikenal sebagai Rabbi yang moderat dan toleran. Pada saat peristiwa bom Boston,
dia termasuk yang memberikan imbauan agar peristiwa itu tidak memukul rata ke semua
Muslim (lihat: http://www.huffingtonpost.com/rabbi-marc-schneier/boston-bombers-do-not-represent-american-muslims_b_3139374.html).
Sedangkan Shamsi Ali adalah orang Indonesia yang menjadi Imam di Mesjid terbesar
di New York, karena itu pernyataan-pernyataannya oleh warga AS dianggap menjadi
corong Muslim pada umumnya, Indonesia khususnya. Saat di AS muncul isu bahwa
wanita-wanita AS yang beralih ke agama Islam karena dipaksa mengikuti suaminya
(berkenaan dengan kisah istri Tamerlan Tsarnaev, terduga pelaku bom Boston),
Shamsi Ali menjadi salah satu nara sumbernya (lihat: http://live.huffingtonpost.com/r/segment/american-female-converts-to-islam/517fd3bc2b8c2a74eb00001b).
ACS memberikan
penghargaan World Statesman Award (Negarawan
Dunia) kepada SBY karena Presien RI ini dinilai mereka berjasa
dalam memperjuangkan kebebasan beragama dan hak asasi manusia (HAM). Ia juga
dianggap berperan aktif membuka dialog antarumat beragama di level
internasional. Staf khusus presiden bidang hubungan internasional, Teuku
Faizasyah, mengatakan, penghargaan tersebut diberikan oleh organisasi yang
independen dan tidak berafiliasi kepada kepentingan apa pun. Pemberian
penghargaan kepada SBY diyakini telah melewati pengkajian, penilaian, dan
pertimbangan yang memadai, hingga akhirnya mereka beranggapan SBY layak mendapatkan
penghargaan tersebut (http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/13/05/17/mmxsc3-abaikan-kritik-sby-tetap-terima-penghargaan-dari-as).
Lebih
lanjut, dalam pernyataan yang juga dilansir di akun Facebook resminya, Shamsi mengatakan bahwa dia bukannya tidak setuju pada kegelisahan warga Indonesia
atas gesekan-gesekan atau bahkan kekerasan-kekerasan yang terjadi antar komunitas beragama di Indonesia. Tidak
juga mengingkari ketidaksempurnaan pemerintah Indonesia dalam upaya menangani
kekerasan-kekerasan itu. “Bahkan dalam beberapa kesempatan telah saya sampaikan
kekecewaan, dan bahkan rasa malu saya sebagai anak bangsa, khususnya dalam kaitan
dengan keaktifan saya dalam membangun hubungan dan kerjasama antar umat
beragama di Amerika Serikat,” tulis Imam asa Indonesia ini.
Kekerasan-kekerasan antar
Islam-Kristen, bahkan antara sesame Muslim; Sunni-Syi'ah, kata Shamsi, telah mencoreng
wajah bangsa Indonesia, yang secara historis memiliki kultur yang damai dan
bersahabat. “Tentu fenomena ini
menyedihkan, dan bahkan memalukan,” sebutnya. Sebagai warga Indonesia yang tinggal di luar
negeri yang cukup lama, sekitar 16 tahun, Shamsi merasa selalu disuapi berbagai
informasi buruk mengenai Indonesia.
Karena itu kata Shamsi, pemberian
penghargaan ini menjadi pelipur lara dan bahkan kebanggan bahwa ternyata ada
perubahan yang terjadi di mata dunia. Bahwa kendati dengan berbagai kekurangan
itu, dunia semakin mengakui bahwa Indonesia sedang berjuang untuk menjadi lebih
baik, termasuk dalam tatanan kehidupan antar umat beragama. Shamsi mengharapkan,
agar pihak-pihak yang mengecam pemberian penghargaan ini, memakai kacamata yang
lebih besar. “Lihatlah pemberian penghargaan ini sebagai pengakuan dunia
terhadap Indonesia dan bukan pengakuan dunia kepada Bapak SBY,” tuturnya (https://www.facebook.com/ImamShamsiAliOfficial?fref=ts).
Aliran Protes
Sementara
itu, kecaman muncul dari berbagai elemen masyarakat di Indonesia. Tokoh pluralisme, Franz Magnis Suseno, melalui
email, melayangkan surat protes terbuka ke ACF. Pastur Katolik dari ordo Jesuit
ini mengatakan, SBY tidak pantas menerima penghargaan tersebut. Dalam suratnya,
pria asal Jerman yang akrab disapa Romo Magnis ini menulis, selama 8,5 tahun pemerintahan SBY, yang
terjadi adalah meningkatnya kekerasan antar umat beragama dan tidak adanya
toleransi. Dia memberi contoh perisitiwa kekerasan terhadap penganut Syiah,
Ahmadiyah, dan juga sulitnya umat kristen mendirikan tempat ibadah.
Namun
Romo Magnis kemudian menegaskan, bahwa sebenarnya dia bukan memrotes penghargaannya,
melainkan nama penghargaan dan alasan diberinya penghargaan itu kepada SBY yang
menurutnya tidak tepat (http://dennyja-world.com/2013/05/romo-magnis-protes-rencana-gelar-negarawan-untuk-sby/).
Atas surat Romo Magnis ini, Mantan Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr.
Syafii Maarif, mendukung apa yang dilakukan Romo Magnis.
“Saya
setuju dengan apa yang dilakukan Romo Magnis. Saya ikut protesnya. Saya juga
sudah SMS beliau,” kata Buya Maarif, sapaan akrabnya. Buya bahkan memuji surat Romo
itu sebagai surat protes yang sangat baik dengan makna yang mendalam. “Dia biasanya
begitu halus. Kali ini dia sangat keras, dan sikap saya sama dengan dia,”
katanya.
Buya Maarif pun memberi
latar belakang sikapnya itu. Dia mengaku tidak setuju dengan ideologi Ahmadiyah,
misalnya. Tetapi kaya Buya, itu adalah urusan mereka. Namun kata Buya, mereka juga
warga negara yang sah dan wajib mendapatkan perlindungan hukum. “Secara
konstitusional negara wajib memberi perlindungan hukum,” kata dia. Sementara
yang terjadi lanjut Buya adalah pemerintahan yang diam saja, polisi yang tidak berfungsi. “Hal ini terjadi karena
pemerintah lembek,” katanya (http://m.satuharapan.com/index.php?id=148&tx_ttnews[tt_news]=1369&cHash=985e399d57c7b18fa51c6e79925d5f9e).
Bukan saja dari
kalangan Muhammadiyah, protes juga meluncur dari kalangan NU. Seorang anak kyai
NU bernama Imam Shofwan, meminta ACF menunda pemberian penghargaan tersebut. Imam
mengajak siapa saja untuk bergabung dengan memparaf dan menyebar petisinya yang
bisa diakses di www.change.org (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/05/17/mmy3mb-petisi-online-galang-dukungan-tolak-gelar-sby).
Sementara
Direktur Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti, menilai, sebaiknya penghargaan
yang ditonjolkan kepada SBY adalah
penghargaan dari rakyat, bukan dari asing. Ray menjelaskan pemimpin terdahulu
pun tidak mengharap dapat penghargaan dari asing, seperti Presiden Soekarno,
Jenderal Sudirman, Sutan Syahrir, dan Mohammad Hatta (http://www.metrotvnews.com/metronews/video/2013/05/18/1/177541/Lingkar-Madani-Indonesia-Kritik-Award-Untuk-SBY).**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar