“Ketika
Duta Besar AS mengakui izin terbang pesawat itu sudah kadaluwarsa, Menhan
Purnomo Yusgiantoro justru mengatakan pesawat tersebut memiliki izin mendarat”
Beberapa
tahun lalu, Jendral (purn) Ryamizard Ryacudu, mantan kepala staf TNI Angkatan
Darat (AD), mengatakan, ada 60 ribu agen asing berkeliaran di Indonesia. Mengenai
hal ini, Staf Ahli Menteri Pertahanan (Menhan), Mayjen TNI Hartind Asrin,
menjelaskan, meski pernyataan tersebut hanya berbentuk opini publik, namun
bukan berarti data itu tidak valid.
ROL |
"Boleh jadi
jumlah mereka mencapai angka tersebut. Kita semua harus waspada," ujarnya
saat dihubungi Republika Senin (27/5) malam,. Untuk penanganan intel
tersebut, kata Hartind, “bola” ada di tangan Badan Intelijen Nasional (BIN).
Sedangkan, pemerintah hanya sebatas membuat kebijakan. Menurutnya, mereka (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/05/28/mnhbnw-kemenhan-boleh-jadi-jumlah-intel-asing-memang-60-ribu-orang).
Menanggapi hal
ini, Anggota Komisi I DPR RI, Saifullah Tamliha, sampai menyarankan agar Istana
Negara RI lebih waspada. Dia mengimbau agar pembicaraan di lingkungan Istana sebaiknya
menggunakan sandi, agar asing terutama AS dan Israel, tidak bisa menyadap
informasi rahasia. Tidak ada yang bisa menjamin, kata Saifullah, bahwa istana steril
dari agen intelijen asing. Dia pun mengimbau pemerintah segera membuat
Rancangan Undang-undang (RUU) tentang kerahasiaan negara, agar pemerintah
dapat menindak agen-agen asing (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/05/27/mngfmo-istana-diminta-berbicara-dengan-sandi).
Wacana adanya praktik
intelijen asing di Indonesia mencuat ketika pada Senin (20/5/13), TNI Angkatan
Udara (AU) menahan pesawat militer AS jenis Dornier seri 328, yang mendarat di
Bandara Sultan Iskandar Muda Blang Bintang, Aceh. Pesawat ini membawa lima awak
militer AS: Tutle Colton Timothy (pilot), Priest Chyntia Ellizabeth (kopilot),
Faire Loren Mattjew, Moreno David Antonio, dan Sanchez Gaona Diego.
Pesawat bernomor
registrasi US 305 ini tertangkap radar dan mendarat sekitar pukul 14.00. Danlanud
Sultan Iskandar Muda, Kolonel Supri Abu, mengatakan, pesawat ini terpaksa
mendarat karena kehabisan bahan bakar. TNI AU lalu mebebaskan pesawat AS itu
beserta kelima awaknya (http://www.republika.co.id/berita/koran/news-update/13/05/21/mn5nq3-dpr-waspadai-intelijen-as).
"Mereka memasuki wilayah Indonesia tanpa izin namun dari hasil
penyelidikan kami tidak ada maksud lain. Artinya pesawat AS itu memang
kesasar," kata Supri Abu (http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/13/05/22/mn5c2t-pesawat-as-itu-memang-kesasar).
Mengenai insiden
tersebut, AS melalui keterangan duta besarnya untuk Indonesia, Scot Marciel, telah
mengakui adanya kesalahan. Mereka, katanya, terpaksa mendaratkan pesawatnya di
Bandara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh. "Kesalahan itu ada di pihak kami,"
katanya. Marciel menerangkan, awak pesawat itu semula menduga izin terbang di
kawasan Indonesia masih berlaku, namun ternyata sudah kadaluwarsa. Pesawat
militer AS ini dikabarkan berangkat dari Maladewa menuju Singapura, namun terpaksa
mendarat di Aceh dengan dalih kehabisan bahan bakar (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/05/21/mn5jxq-as-akui-pesawat-militernya-langgar-wilayah-udara-indonesia).
Anehnya, ketika Duta
Besar AS sudah mengakui izin terbang pesawat itu sudah kadaluwarsa, Menhan
Purnomo Yusgiantoro justru mengatakan pesawat tersebut memiliki izin mendarat. "Mereka
punya izin tapi datang lebih cepat," katanya di Istana Negara, Selasa
(21/5). Purnomo mengatakan, peristiwa tersebut bukan persoalan besar karena
bisa diselesaikan di lapangan (http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/13/05/21/mn4xdw-menhan-pesawat-as-di-aceh-punya-izin).
Akan tetapi, sejumlah pihak di Indonesia, mencurigai pendaratan pesawat militer
AS itu bukan tanpa sengaja.
Di luar dugaan
miring tentang pesawat AS yang “nyasar” tersebut, yang telah dibantah Menhan mengandung
unsur mata-mata, Kementerian Pertahanan (kemenhan) yang dipimpinnya sebelumnya menyebutkan
mengenai adanya aktivitas intelijen asing (mata-mata) yang terendus di Papua.
Mereka seperti dikatakan Hartind, menyamar dalam berbagai profesi seperti
aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), wartawan, dan peneliti. Kemenhan
bahkan kemudian mengaku sudah berhasil menjaring beberapa nama yang terindikasi
bekerja kepada asing untuk membobol informasi soal negara.
Namun antara
Kemenhan dan Kemenko Polhukam (Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum,
dan Keamanan) Republik Indonesia (RI), tampaknya belum “janjian”. Menteri koordinator
(Menko) Polhukam, Djoko Suyanto, mengatakan, jajaranya belum mencapai informasi
terkait adanya langkah Kemenhan yang mengaku telah mengetahui jaringan agen
asing di Indonesia. "Pak Pur (Purnomo Yusgiantoro, Menteri Pertahanan)
belum pernah rundingkan dengan saya," kata Djoko, kepada Republika,
Senin (27/5). (http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/13/05/27/mngohr-komentar-menko-polhukam-soal-matamata-asing / http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/05/27/mngf65-pemerintah-harus-berani-tangkap-agen-asing).
Aceh dan Papua Jadi Sasaran
Ketua Badan Kerja
Sama Antar-Parlemen (BKSAP), Hidayat Nur Wahid, menduga, intelijen asing memang
tengah membidik wilayah Aceh dan Papua sebagai wilayah perbatasan negara yang potensial
akan sumber daya alam. Karenanya kata Hidayat, pemerintah harus lebih serius
menjaga wilayah terdepan Indonesia ini. “Wilayah Papua dan Aceh menjadi wilayah
yang banyak didiami intelijen asing,” kata Hidayat kepada Republika, Rabu (22/5). Intelijen asing ini kata dia, juga kerap
mencampuri politik dalam negeri. Tak heran jika kedua wilayah ini sering dilanda
gesekan politik dan separatisme.
Ihwal pesawat AS
yang “nyasar” ke Aceh, pengamat intelijen, Wawan Purwanto, menyarankan pemerintah agar meminta penjelasan dari
Amerika Serikat (AS). “Alasan habis bahan bakar atau keliru soal izin, kurang
bisa dicerna,” ujarnya, Rabu (22/5). Wawan menjelaskan, awak militer AS
memiliki tingkat keterampilan tinggi dalam memperhitungkan segala hal, termasuk
soal persedian bahan bakar. Di samping itu, pesawat militer AS juga bukan
rahasia lagi sudah dilengkapi beragam fitur teknologi super canggih. Sehingga,
kealpaan soal perhitungan jarak dan bahan bakar yang tersedia hampir mustahil.
Wawan lalu
mengingatkan pada peristiwa 2009, ketika ada “benda asing” yang menjadikan pesawat
militer Indonesia yang sedang melakukan peragaan armada perang di Makassar, sebagai
sasaran tembak. “Benda asing” itu bisa dipastikan merupakan pesawat militer
luar negeri. Beruntung, penembakan urung terjadi dan pesawat misterius kemudian
menghilang. “Itu membuktikan ada pesawat pengintai sedang hilir mudik di langit
Indonesia,” jelas dia.
Pada tahun 2010, laman Wikileaks pernah
merilis 3.059 dokumen rahasia AS yang terkait Indonesia. Dari dokumem itu
terungkap sisi kepentingan AS pada sejumlah isu dalam negeri, di antaranya soal
Pemilu Presiden 2004, masalah Timor Timur, dan TNI (http://www.republika.co.id/berita/koran/news-update/13/05/23/mn7m1r-intelijen-asing-bidik-aceh-dan-papua).
Sementara
itu , pengamat Papua dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adriana
Elisabeth, saat dihubungi, Selasa (28/5), mengatakan, penindakan terhadap
agen-agen intelijen asing yang menyusup ke Indonesia, lemah. Sistem intelijen
di negara ini kata dia, butuh penataan; masih terlalu bertumpu pada instansi
yang membidangi urusan hankam seperti TNI dan Polisi. Di
AS dan Inggris, kata Adriana, intelijen bekerja secara lebih terintegrasi
karena banyak memberdayakan masyarakat
sipil. “Intelijen itu kan bekerja di semua lini,” imbuhnya. Adriana juga mengatakan,
di Indonesia informasi masih belum terlalu dihargai. Sementara di luar negeri
sana, informasi sekecil apa pun sangat berarti.
Mengenai
kemungkinan adanya aktivitas intelijen asing di Papua, Adriana tidak menampik. Ada banyak aktor
internasional yang memiliki kepentingan dan terlibat dalam berbagai persoalan
di Papua, kata Adriana. Dia lantas menyebutkan bahwa gerakan masyarakat sipil di Papua saat ini, baik
yang pro-NKRI maupun pro-OPM, semakin tertata dan solid (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/05/28/mniabr-sistem-intelijen-indonesia-perlu-penataan).**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar