“Perkembangan
teknologi saat ini memungkinkan akses internet dan penggunaan ponsel di dalam
pesawat, termasuk saat pesawat lepas landas dan mendarat”
Survei
di Amerika Serikat (AS) membuktikan, banyak penumpang pesawat tidak mematikan
telepon genggam dan alat elektronik lainnya meskipun sudah ada larangan. Survei
yang dirilis Airline Passenger Experience Association dan Consumer Electronics
Association ini, memperlihatkan kecenderungan 30% penumpang lupa mematikan
perangkat elektronik selama penerbangan.
shutterstock.com |
Sementara
penumpang lainnya saat diminta mematikan perangkat elektronik, 59% selalu
mematikan, 21% menyalakannya dalam "flight
mode", dan 5% mengatakan mereka kadang-kadang mematikannya. Dari
penumpang yang tidak sengaja membiarkan perangkat elektroniknya menyala, seperti
dikutip dari laman AFP, 61% mengatakan perangkat tersebut adalah
telepon genggam,. (http://www.republika.co.id/berita/trendtek/elektronika/13/05/12/mmnsez-banyak-penumpang-lupa-matikan-ponsel-di-pesawat).
Arahan
awak kabin pesawat agar penumpang mematikan piranti elektroniknya, terutama handphone (HP/ponsel), dimintakan
terutama saat pesawat tinggal landas dan mendarat. Alasannya, sinyal ponsel dapat mengganggu
sinyal komunikasi antara pilot dan petugas air
traffic control (ATC) dibandara. Pengamat penerbangan, Alvin Lie, kepada detikTravel mengatakan, apapun bisa
terjadi sebelum pesawat benar-benar berhenti saat mendarat.
Karena
itu Alvin mengingatkan agar penumpang tidak menyalakan ponsel saat pesawat
hendak mendarat. "Saat mendarat, pesawat kan masih rolling di runway, itu
bisa saja kebablasan," ujarnya. Kalau mau menyalakan HP, kata Alvin,
sebaiknya saat sudah keluar dari landasan, misalnya kalau sudah masuk lapangan
parkir, karena sistem navigasi sudah
tidak menggunakan auto pilot. “Orang
yang ngotot untuk hidupin HP sebelum pesawat mendarat, itu sikap yang
konyol!" seru Alvin (http://travel.detik.com/read/2013/04/15/190337/2220999/1382/mau-selamat-naik-pesawat-jangan-nyalakan-ponsel?v771108bcj). Bagi
yang biasa menggunakan pesawat, khususnya di Indonesia, memang sudah biasa
terjadi begitu roda-roda pesawat menjejak landasan, beberapa ponsel terdengar diaktifkan.
Aviation
Safety Reporting System (ASRS) menginformasikan, ponsel mempunyai kontribusi besar
terhadap keselamatan penerbangan. Pada kasus kecelakaan pesawat Crossair di
Zurich, Swiss tahun 2001 yang menewaskan sekurangnya 10 penumpangnya,
penyelidik menemukan bukti adanya gangguan sinyal ponsel terhadap sistem kemudi
pesawat. Pesawat ini menukik jatuh di bandara Zurich, sebelum benar-benar
mengudara. Kasus lainnya terjadi pada Boeing 747 Qantas. Saat akan mendarat di
bandara Heathrow, London, pesawat ini tiba-tiba miring ke satu sisi dan mendaki
lagi setinggi 700 kaki untuk kemudian terhempas. Diketahui ada tiga penumpangnya
yang belum mematikan komputer, CD player, dan electronic game (The
Australian, 23-9-1998).
Beberapa gangguan yang disebabkan ponsel (baik dari sinyalnya maupun radiasi listriknya) seperti dilaporkan ARS adalah: arah terbang melenceng, gangguan pada HSI (Horizontal Situation Indicator), serta VOR (VHF Omnidirectional Receiver) tak terdengar. Piranti lainnya yang terganggu adalah: sistem navigasi, frekuensi komunikasi, indikator bahan bakar, dan sistem kemudi otomatis (auto pilot). Sementara itu perangkat CD & game dapat menyebabkan gangguan pada arah kompas komputer serta pada indikator CDI (Course Deviation Indicator).
Beberapa gangguan yang disebabkan ponsel (baik dari sinyalnya maupun radiasi listriknya) seperti dilaporkan ARS adalah: arah terbang melenceng, gangguan pada HSI (Horizontal Situation Indicator), serta VOR (VHF Omnidirectional Receiver) tak terdengar. Piranti lainnya yang terganggu adalah: sistem navigasi, frekuensi komunikasi, indikator bahan bakar, dan sistem kemudi otomatis (auto pilot). Sementara itu perangkat CD & game dapat menyebabkan gangguan pada arah kompas komputer serta pada indikator CDI (Course Deviation Indicator).
Perlu dimengerti bahwa ponsel tidak hanya mengirim dan menerima gelombang radio melainkan juga meradiasikan tenaga listrik untuk menjangkau BTS (Base Transceiver Station). Satu ponsel dapat menjangkau BTS yang berjarak 35 kilometer. Artinya, pada ketinggian 30.000 kaki satu ponsel bisa menjangkau ratusan BTS yang berada di bawahnya. Di Jakarta saja diperkirakan ada sekitar 600 BTS yang semuanya dapat sekaligus terjangkau oleh satu ponsel aktif di pesawat terbang yang sedang bergerak di atas Jakarta (http://www.merpati.co.id/id/content/travel_tips).
Kecil Pengaruhnya
Pengamat
penerbangan, Ruth Hana Simatupang, dalam perbincangan dengan detikcom, mengatakan, sampai saat ini belum ada bukti langsung sinyal HP menjadi penyebab kecelakaan pesawat di
seluruh dunia. “Tapi memang bisa mengacaukan sistem navigasi dan komunikasi.
Kalau sistem navigasinya analog, bisa muter-muter karena ada gelombang
elektromagnetik," ujarnya. Karena
itulah kata mantan pilot dan investigator di Komite Nasional Keselamatan
Transportasi (KNKT) ini, penumpang diminta mematikan HP saat berada dalam
pesawat, karena bagaimanapun ada kemungkinan berpengaruh. Ketua Federasi Pilot
Indonesia, Hasfrinsyah, juga mengatakan bahwa
kecil sekali kemungkinannya pengaruh HP yang aktif terhadap kecelakaan
pesawat. Hanya saja, dikhawatirkan ada sinyal dari HP yang berpengaruh ke
instrumen pesawat.
Saat
kecelakaan Sukhoi Superjet 100 pada 2012 lalu, majalah Angkasa mengklarifikasi isu bahwa telepon seluler wartawannya, Dodi
Aviantara, menyala saat penerbangan. Angkasa
memastikan, tidak ada sinyal HP wartawannya yang menyala saat penerbangan
dilakukan. (http://news.detik.com/read/2012/05/11/120826/1914868/10/belum-ada-pembuktian-sinyal-hp-sebabkan-kecelakaan-pesawat). Namun
informasi lain menyebutkan, ponsel Gatot Poerwoko, salah seorang pilot yang
menjadi peserta joy flight itu,
nada sambung aktif empat
jam setelah kecelakaan (http://terkini.bbc.web.id/artikel/read/2012/05/10/501/627640/empat-jam-setelah-jatuh-ponsel-gatot-masih-menyala).
Pakar
telematika, Roy Suryo, kala itu termasuk yang menepis spekulasi kecelakaan
pesawat Sukhoi Superjet-100 karena masih ada penumpang yang mengaktifkan ponsel saat pesawat mengangkasa. "Kecelakaannya sangat fatal, jadi
sama sekali bukan karena HP seperti isu yang banyak beredar,” katanya (http://ip99-74.cbn.net.id/detile-1705-petaka-sukhoi-bukan-karena-hp.html).
Saat
ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Kementerian Perhubungan, malah sedang menyepakati kerjasama pengaturan
pemanfaatan spektrum frekuensi radio untuk keperluan penerbangan. Ini dilakukan
menyusul perkembangan teknologi yang memungkinkan akses Internet dan penggunaan
ponsel di dalam pesawat, termasuk saat pesawat lepas landas dan mendarat.
"Teknologi
penerbangan (sudah) berkembang. Dulu pancaran frekuensi (seluler) bisa
mengganggu penerbangan. (Tapi) sekarang, di dalam pesawat juga bisa pakai
WiFi," kata Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan,
Herry Bhakti, di Jakarta, Jumat (26/4/13). Namun kata Herry, untuk maskapai
yang belum memiliki sertifikatnya, masih belum layak menerapkan aturan ini. Di
Indonesia, tercatat Garuda Indonesia dan Batik Air yang mengajukan sertifikat
ini (http://www.republika.co.id/berita/trendtek/elektronika/13/04/26/mlv473-ponsel-akan-bisa-digunakan-di-dalam-pesawat).**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar