Iran
meresmikan pesawat tak berawak baru yang diberi nama Epic. Pesawat itu,
kata kantor berita Mehr, mampu melakukan pengawasan maupun misi serangan. Tak
sebatas untuk militer, Iran juga berniat membuat pesawat komersial kapasitas
150 penumpang, meskipun di tengah ancaman embargo suku cadang dari AS dan para sekutunya.
Cukup bikin AS ketar-ketir |
Menteri
Pertahanan Iran, Jenderal Ahmad Vahidi, mengatakan, Epic bisa terbang di
ketinggian dan merupakan "pesawat siluman” yang tidak dapat dideteksi oleh
musuh. Sebelumnya, yakni pada 18 April lalu, Iran juga mengumumkan produksi tiga
model pesawat tak berawak lainnya, yakni Throne, Hazem-3 dan Mohajer-B.
Jenderal
Amir-Farzad Esmaili, komandan operasi anti-pesawat, menjelaskan, Throne—juga
model siluman—memiliki jangkauan jarak jauh dan dilengkapi peluru kendali dari
udara-ke-udara. Iran menurut Esmaili telah memproduksi dan menggunakan puluhan Throne.
Sementara Hazem-3 (Solid) dan Mohajer-B (Migrator) adalah model "taktis
dan tempur" yang juga mampu melakukan tugas pengintaian (http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/13/05/10/mmk2jq-iran-miliki-pesawat-siluman-yang-tak-bisa-dideteksi-musuh).
Pesawat siluman (stealth aircraft) atau disebut juga “pesawat amat senyap”, adalah pesawat yang
dirancang untuk menyerap dan membelokkan radar sehingga membuatnya sulit terdeteksi.
Pada umumnya tujuannya adalah melancarkan serangan selagi dia masih berada di
luar pendeteksian musuh. Saat Perang Teluk pada 1990-an, angkatan udara AS
menggunakan F-117 Nighthawk, salah satu jenis pesawat siluman buatan mereka (http://id.wikipedia.org/wiki/Pesawat_siluman).
Selain itu, Ahmad Vahidi juga mengatakan
Teheran akan meluncurkan pesawat pengintai tanpa awak (drone) dan petempur baru
buatan dalam negeri dalam beberapa hari mendatang. "Beberapa prestasi lain
di sektor pertahanan termasuk peralatan maritim dan rudal juga akan
diperkenalkan," kata Vahidi seperti dikutip Irib. Pejabat senior militer Iran itu mengatakan
pesawat tanpa awak baru tersebut diberi nama Hamaseh.
Pada Agustus 2010, Iran telah meluncurkan pesawat tak berawak, Karrar, yang memiliki kemampuan menjalankan misi pengeboman, terbang jarak jauh dengan kecepatan tinggi, dan mengumpulkan informasi. Pada September 2012, Teheran juga meluncurkan drone Shahed 129 dengan kemampuan penerbangan nonstop selama 24 jam (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/05/07/mmf5gp-iran-akan-luncurkan-drone-pengintaipetempur).
Pada Agustus 2010, Iran telah meluncurkan pesawat tak berawak, Karrar, yang memiliki kemampuan menjalankan misi pengeboman, terbang jarak jauh dengan kecepatan tinggi, dan mengumpulkan informasi. Pada September 2012, Teheran juga meluncurkan drone Shahed 129 dengan kemampuan penerbangan nonstop selama 24 jam (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/05/07/mmf5gp-iran-akan-luncurkan-drone-pengintaipetempur).
Bicara sejarah pesawat tanpa awak, adalah
bicara drone. Pesawat tanpa awak
(Unmanned Aerial Vehicle/UAV) adalah
mesin terbang yang memiliki kendali jarak jauh baik oleh pilot atau mampu
mengendalikan dirinya sendiri. Pesawat jenis ini menggunakan hukum aerodinamika
untuk mengangkat dirinya, bisa digunakan kembali, dan mampu membawa berbagai muatan
termasuk persenjataan (http://id.wikipedia.org/wiki/Pesawat_tanpa_awak).
Tak sebatas berhasil memproduksi
drone-nya sendiri, Iran seperti diungkapkan Brigadir Jenderal Abdolkarim
Banitarafi, Jumat (24/2/13), juga mengumumkan sedang memproduksi mesin turbofan
kecil yang digunakan dalam berbagai jenis UAV. Deputi Kepala Industri
Penerbangan Angkatan Bersenjata Iran (IAIO) mengatakan, keberhasilan produksi
mesin turbofan merupakan langkah signifikan ke arah produksi drone pintar. Iran
meluncurkan mesin turbofan pertama di sebuah pameran yang menampilkan kemampuan
pertahanan Republik Islam.
Menurut Ahmad Vahidi, Iran tengah
menjalankan sejumlah proyek rancang bangun pesawat siluman canggih baru, dan
pesawat tempur. Ini kata Vahidi, menyusul langkah besar mereka dalam industri
penerbangan melalui desain dan produksi jet tempur Saeqeh, yang telah bergabung
dalam armada angkatan udara negara itu. Dalam beberapa tahun terakhir, Iran
berhasil mengukir prestasi besar di bidang pertahanan dan meraih kemandirian di
bidang perangkat keras militer penting dan sistem pertahanan (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/12/02/26/lzzike-rancang-pesawat-siluman-dan-tempur-baru-iran-produksi-mesin-turbofan).
Salah satu cara Iran dapat menyerap
teknologi pesawat tempur adalah antara lain dengan menyalin data-data rahasia
dalam pesawat-pesawat canggih buatan AS yang jatuh di wilayahnya. Misalnya saja
teknologi pesawat drone. Drone adalah pesawat pengintai siluman tak berawak,
yang bisa melintas tanpa terdeteksi radar.
Dalam peristiwa jatuhnya drone AS pada
Februari 2012 lalu di wilayah Iran, Tehran mengklaim berhasil menyalin data-data
rahasia dalam pesawat canggih buatan AS ini. Iran lalu dikabarkan mulai
mendekati Cina yang sangat ingin mengetahui teknologi pesawat ini. Sama berminatnya
terhadap akses pada ekor helikopter AS yang jatuh di Pakistan setelah serangan
penangkapan Usamah bin Ladin. Sumber Fox
News menyatakan, Tehran sedang membuat tawaran kepada Cina untuk
membarternya dengan teknologi.
Atas jatuhnya drone tersebut di Iran,
pihak AS menginvestigasi kemungkinan adanya malfungsi drone tersebut bisa “menyerahkan”
tidak hanya pesawat tersebut kepada Iran, tetapi juga data di dalamnya. Menteri
Pertahanan AS kala itu, Leon Panetta, telah meragukan klaim Iran tersebut, dan
menganggap itu hanya gertakan Iran akibat sanksi ekonomi PBB terhadap negara
itu (http://www.tempo.co/read/news/2012/04/24/115399259/Tawarkan-Drone-AS-Iran-Ajak-Cina-Barter-Teknologi).
Mengenai gertakan ini, pasca memamerkan
jet tempur penakluk Qaher 313 Februari 2013 lalu, misalnya, Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad langsung menebar psy war kepada musuh-musuhnya. Ahmadinejad menyebut Qaher 313 adalah salah
satu jet tempur paling canggih di dunia saat ini. ”Ini adalah penghancur bagi
musuh-musuh negara. Tapi pesawat ini hadir bukan untuk memicu ancaman bagi
kawasan. Doktrin kami adalah tidak akan menyerang sebelum diserang,” tegas
Ahmadinejad, dilansir situs Irib News,
Minggu (03/02/2013). Menurut klaim Iran, Qaher 313 adalah jet tempur yang didesain
dapat menghindari radar musuh dan mampu terbang pada ketinggian rendah.
Departemen Pertahanan AS melalui
Pentagon, bereaksi keras atas dipamerkannya Qaher 313. Al Arabiya dalam laporannya menyebut Pentagon panik menyaksikan
kesuksesan Iran yang mampu menciptakan pesawat yang prototipenya nyaris sama
dengan jet tempur tercanggih F-35 milik AS. “Tak Diragukan lagi, Iran sudah melangkah
terlalu jauh dalam proses pengembangan industri pesawat tempur,” bunyi laporan
itu (http://www.lensaindonesia.com/2013/02/03/presiden-iran-qaher-313-jet-tempur-tercanggih-di-dunia.html).
Indonesia
Lebih Tertarik Pesawat Israel
Sementara itu pada Februari 2012, saat polemik
pembelian sejumlah Tank Leopard bekas belum usai, Kementerian Pertahanan (Kemenhan)
Indonesia menyatakan sedang mempertimbangkan membeli jenis UAV buatan Israel Aerospace
Industries (IAI). Sang komandan Kemenhan, Purnomo Yusgiantoro, menyatakan, UAV buatan
negeri zionis itu paling canggih di kelasnya.
Kepala Pusat Komunikasi Publik
Kementerian Pertahanan, Brigjen Hartind Asrin, menambahkan, kualitas pesawat
buatan Israel tidak perlu diragukan. Kecanggihan teknologi pesawatnya kata
dia, selalu terdepan dengan berbagai inovasi terkini. Jenderal bintang satu
yang pernah aktif di Badan Intelijen Strategis (BAIS) ini mengungkap
alasan Kemenhan tidak membeli pesawat intai buatan Iran, seperti banyak
diusulkan anggota DPR, dengan asalan kemampuan industri pertahanan Iran belum
setara Israel.
Teknologi pesawat dan persenjataan Iran
kata Hartind kepada RMOL, kebanyakan
didapat dengan membeli dari Cina dan Rusia. Sementara pesawat intai buatan
Israel, sudah sangat maju dan jauh meninggalkan teknologi banga lain. “Saya
punya bukti, tapi itu menjadi ranah intelijen, tidak bisa dibuka ke publik,”
ujarnya (http://www.rmol.co/read/2012/02/04/53825/Dipasok-China,-Pesawat-Iran-Nggak-Diminati-Kemenhan-).
Industri pesawat Iran dalam beberapa
tahun terakhir ini dikabarkan sering diwarnai kecelakaan, termasuk pesawat militer
dan sipil. Para ahli mengatakan, hal ini akibat AS mengenakan sanksi terhadap
Iran dan melarang para sekutunya menjual pesawat terbang ataupun suku cadangnya
ke Iran. Namun bagi Iran, masih terbuka peluang untuk menjalin kerjasama strategis
dengan Rusia ataupun Cina yang juga berlomba memproduksi pesawat sendiri.
Karena itu Iran tampaknya tak gentar
dengan gertakan AS. Bahkan para pakar pesawat terbang Iran dikabarkan telah
menyelesaikan studi kelayakan rencana produksi pesawat yang mampu mengangkut
150 penumpang. “Proyek ini telah memasuki tahap perancangan dan produksi,” ujar
Alireza Rahaei, rektor Universitas Amir Kabir seperti dikutip Press TV. Para pakar yang direkrut dari
Universitas Amir Kabir, Universitas Sain dan Teknologi Iran dan Fars Science
& Technology Park, akan berpartisipasi dalam megaproyek ini (http://web.inilah.com/read/detail/1891825/iran-bakal-produksi-sendiri-pesawat-penumpang).**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar