Sentimen
anti-Islam akibat peristiwa Bom Boston, belum lagi reda. Namun umat Islam yang
menjadi minoritas di negara-negara Barat, kembali harus menelan lagi pil pahit
akibat aksi pembunuhan yang dilakukan seorang pria Muslim mualaf di Inggris. Pria itu terang-terangan membunuh
seorang tentara Inggris yang sedang bertugas di jalanan Woolwich, London, Rabu
siang (22/5/13). Dia tidak sungkan direkam kamera seseorang yang lewat di jalan
tersebut, bahkan menyebutkan motif pembunuhannya di depan kamera.
bunga duka cita di lokasi kejadian |
Sebelum namanya
diumumkan oleh pihak berwenang sebagai Michael Adebolajo, rekaman video aksi pembunuhannya
itu beredar luas di televisi di seluruh dunia. Dalam video yang didapat ITV
News itu, seperti dilansir BBC, Adebolajo
yang mengenakan topi hitam mengatakan, “Selama pasukan Inggris berada di
negara-negara Muslim, kalian tidak akan pernah aman.”
Di dalam rekaman
tersebut, tubuh korban yang kemudian diketahui bernama Drummer Lee Rigby (25), tampak tergeletak di jalan. Sementara si
penyerang berbicara ke kamera dengan aksen London. Tangannya berlumuran darah
dan memegang pisau. Sebelum polisi tiba di lokasi kejadian, seorang warga
yang melintas di jalan, yang kemudian diidentifikasi bernama Ingrid
Loya-Kennet, tampak mengajak bicara Adebolajo. Kennet bertanya, apakah dia yang
melakukan pembunuhan itu. Pria itu menjawab “ya”, dan mengatakan dia membunuh
karena korban membunuh orang Muslim di negara Muslim.
Dari sumber yang
terkumpul, diketahui bahwa Adebolajo keluar dari universitas pada 2001.
Dia digambarkan sebagai orang yang
cerdas, berasal dari keluarga Kristen yang taat tapi masuk Islam setelah
kuliah. Mantan pemimpin kelompok Islam Al Muhajirun, Anjem Choudary,
mengatakan, dia kenal salah satu dari dua pelaku tersebut. Choudary mengatakan,
pria tersebut seorang Nigeria kelahiran Inggris (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/05/23/mn9ag6-identitas-terduga-pembunuh-tentara-di-jalanan-london).
Saat beraksi,
Adebolajo tidak sendirian, dia ditemani seorang pria bernama Michael Adebowale.
Ketika polisi bersenjata tiba di lokasi, mereka menembak kedua pelaku. Kini
keduanya masih dirawat di rumah sakit. Adebolajo dan Adebowale diduga sudah
mengenal Rigby sebelum membunuhnya (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/05/25/mncc8t-keluarga-tentara-lee-korban-pembunuhan-ia-lelaki-penyayang-keluarga).
Sementara
itu pada Jumat (24/5/13), keluarga Drummer Lee Rigby melakukan konferensi pers
untuk memberikan penghormatan terakhir kepadanya. Konferensi pers berlangsung dengan
diiringi tangis anggota keluarga Rigby. Istri Rigby, Rebecca, mengatakan, dia menyadari
bahaya yang menyertai suaminya sebagai tentara yang bekerja melayani negara. Rigby
misalnya pernah bertugas di wilayah konflik termasuk Afghanistan. ''Kami tak
menyangka kejadian ini terjadi di Inggris, tempat yang kami rasa aman,''
ujarnya. Ibu satu anak ini mengatakan,
Rigby adalah laki-laki yang sayang pada keluarga, terlebih pada anaknya, Jack
(http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/05/25/mncc8t-keluarga-tentara-lee-korban-pembunuhan-ia-lelaki-penyayang-keluarga).
(http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/05/25/mncc8t-keluarga-tentara-lee-korban-pembunuhan-ia-lelaki-penyayang-keluarga).
Beberapa jam
setelah kabar aksi pembunuhan Rigby tersebar di media, puluhan pendukung Liga
Pertahanan Inggris turun ke jalanan Woolwich. Mereka terlibat bentrokan dengan
polisi selama kurang dari satu jam: melemparkan botol ke arah polisi dan
meneriakkan slogan-slogan anti-Islam. "Mereka memotong kepala tentara
kita. Ini adalah Islam. Itulah yang kita lihat hari ini," ujar pemimpin
kelompok tersebut, Tommy Robinson, dilansir The
Guardian.
Rencana protes yang
juga beredar di media sosial, membuat ratusan warga London ikut turun ke dekat
stasiun Woolwich, Arsenal. Mereka membawa bendera dan salib. Ratusan
polisi termasuk polisi anti huru hara ditempatkan di sekitar Woolwich. Di
tempat lain, dua orang ditangkap gara-gara menyerang mesjid. Seorang pria 43
tahun dijebloskan ke dalam tahanan atas dugaan percobaan pembakaran mesjid. Dia
dilaporkan berjalan ke mesjid di kawasan Braintree, Essex, sambil membawa
pisau.
Sekretaris Mesjid,
Sikander Saleemy, mengatakan, ini merupakan serangan balas dendam. "Kami
benar-benar mengutuk apa yang terjadi di Woolwich, tapi itu tidak ada
hubungannya dengan kami," ujar Saleemy. Sementara itu, polisi di Kent melaporkan
kerusakan pada sebuah mesjid di Canterbury Street, Gilingham. Juru bicara
kepolisian mengatakan, seorang pria telah ditahan karena dicurigai melakukan
perusakan bermotif rasial (http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/13/05/23/mn9a6p-tentara-dibunuh-di-london-sentimen-antiislam-menguat).
Menanggapi
situasi ini, Muslim Inggris tidak tinggal diam. Mereka coba meredakan situasi
dengan menggelar kampanye via media sosial. "Perlu kami tegaskan di sini,
serangan Woolwich tidak ada hubungannya dengan Islam. Semuanya (sekadar)
dilakukan atas nama Islam," tulis Imran Khan, salah seorang aktivis yang
ambil bagian dalam kampanye tersebut, seperti dikutip The Indenpendent, Jumat (24/5/13). "Saya telah meminta maaf terhadap
hal yang tidak kami lakukan. Dapat saya pastikan di sini, serangan itu tidak
ada hubungannya dengan Islam," kata Nader, aktivis lainnya.
Sementara
itu, Dewan Muslim Inggris (MCB), mengutuk serangan itu dan memastikan hal itu
bertentangan dengan ajaran Islam. "Tindakan itu benar-benar barbar. Kami
turut berduka untuk keluarga korban," kata MCB. Masyarakat Islam Inggris
(ISB) dalam pernyataan resminya mengatakan, tidak dibenarkan membunuh atas nama
iman dan agama. "Teroris tidak akan pernah menang," ungkap Mohammed
Shafiq dari Yayasan Ramadhan. (http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/13/05/24/mnawb3-muslim-inggris-gunakan-media-sosial-redam-sentimen-antiislam).
Tak pelak, kasus
pembunuhan tentara Inggris oleh orang yang mengatasnamakan Islam ini membuat sentiment
anti Islam semakin mengkhawatirkan di Inggris, seperti halnya di negara-negara
Barat lainnya. Sepanjang 2010 lalu, data kepolisian Inggris menunjukkan, terjadi
sebanyak 1.200 serangan anti-Muslim. Kasus anti Muslim terakhir yang paling
mengejutkan adalah kasus pembunuhan Mohammed Saleem, sesepuh Muslim di
Birmingham. Kesimpulan sementara kepolisian menyebutkan, Saleem telah menjadi korban
serangan rasis.
Inspektur Polisi
Mark Payne seperti dikutip Daily
Telegraph, Jumat (3/5/13), mengatakan, Saleem dibunuh dengan cara ditusuk
tiga kali. Penususkan ini terekam kamera CCTV. Dalam CCTV itu, seorang pria
kulit putih, berusia 25-32 tahun, memiliki tinggi lima kaki dan berambut
cokelat, terlihat mengikuti korban. Wajahnya tidak diketahui karena mengenakan
topi. Korban tampak tidak membela diri ketika diserang. “Dari temuan yang ada,
pelaku telah mengamati korban. Pertanyaannya, apa motif di balik itu. Korban menurut
keterangan tidak pernah membawa uang," kata Payne.
Semasa hidupnya,
Saleem merupakan pribadi yang hangat. Tak ada satu pun warga Green Lane yang
menyangka ia menjadi korban pembunuhan. Ketika ditemui, keluarga korban masih
terlihat emosional. Putri korban, Shazia Khan mengatakan tak menduga ayahnya
menjadi korban pembunuhan (http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/13/05/03/mm84kc-diduga-korban-rasisme-sesepuh-muslim-birmingham-dibunuh).
Bereaksi atas
Islamophobia di Inggris, 12 Mei lalu, Mesjid London sampai merasa perlu
menggelar open house dan
mempersilakan siapa saja, termasuk non-Muslim untuk berkunjung. Imam mesjid,
Mahmoud Haddara, mengatakan, acara open
house ini diharapkan dapat memberi pemahaman bahwa Mesjid Muslim London
terpisah dari terorisme yang mengatasnamakan Islam dan bentuk-bentuk teror
lain.
"Apa pun
yang terjadi itu bukan persoalan agama. Itu adalah tanggung jawab individu yang
melakukan kejahatan tersebut," ujar Haddara. Pandangan itu mendapat
persetujuan dari sebagian pemeluk keyakinan lain. "Islam adalah agama
damai. Saat ini sangat memungkinkan untuk mengambil sedikit dan selembar
Alquran lalu mendistorsikan dan membuatnya selip. Hal serupa bisa dilakukan
pula terhadap Injil," ujar Garry Milley, seorang jemaat dari Gereja Oaks,
London (http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/13/05/13/mmqk00-tangkis-islamofobia-masjid-london-undang-nonmuslim-berkunjung).**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar