"Inggris
tidak perlu menjadi panggung penyebaran pesan kebencian”
Pihak
berwenang Inggris telah melakukan tindakan yang menyejukkan bagi umat Islam,
khususnya di inggris. Mereka melarang dua blogger sayap kanan, Pamela Geller
dan Robert Spencer, memasuki wilayahnya. Ini dilakukan guna mencegah penyebaran
pesan kebencian terhadap Islam dan Muslim. Ketua Komite Seleksi Kementerian
Dalam Negeri Igggris, Keith Vaz, menilai, larangan bagi Geller dan Spencer memasuki
Inggris merupakan keputusan yang tepat.
Pamela Geller (islamophobiatoday.com) |
"Inggris
tidak perlu menjadi panggung penyebaran pesan kebencian," kata Vaz, seperti
dikutip Onislam.net, Jumat (28/6). Kedua blogger tersebut dikenal
keras menyampaikan pendapatnya tentang Islam dan Muslim. Keduanya semula akan
datang ke Inggris setelah menddapat undangan dari Liga Pertahanan Inggris
(EDL), guna berbicara soal Islam dan Muslim.
Mereka
dijadwalkan berbicara bertepatan dengan Hari Angkatan Bersenjata Inggris, pada
29 Juni, di Woolwich. Woolwich adalah satu distrik di London, tempat dua pria
kulit hitam mualaf membunuh seorang tentara Inggris pada Mei lalu (lihat: http://www.selasarselusur.blogspot.com/2013/05/mualaf-bunuh-tentara-inggris-komunitas.html).
Pemerintah
Inggris menilai kunjungan mereka sangat rentan memicu Islamofobia. Karenanya,
pemerintah menetapkan status kunjungan keduanya “tidak kondusif” untuk kepentingan
publik. "Kami mengutuk siapapun yang ingin menantang nilai
kebersamaan," kata juru bicara pemerintah. Peneliti Matthew Collins
menilai, larangan itu akan membantu proses penerimaan kohesi masyarakat.
"Mereka ini aktivis anti-Islam paling ekstrem. Mereka datang tanpa niatan
baik," tuturnya.
Belum
lama ini, serangan Islamofobia kembali meningkat setelah seorang tentara
Inggris tewas. Pembunuhan itu membuka kembali ketegangan antara masyarakat
Inggris dan umat Islam (http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/13/06/28/mp3o3x-inggris-tolak-kunjungan-blogger-antiislam-dan-muslim).
Setelah kejadian ini, EDL rupanya semakin memiliki alasan untuk melancarkan
pesan-pesan anti-Islam.
EDL
adalah kelompok anti-Islam di Inggris yang gencar mengampanyekan “perang melawan islamisasi”. Satu penyelidikan
yang dilakukan Observer mengungkapkan, EDL sudah menjalin koalisi
dengan kelompok ultra kanan sejenis yang berada di Amerika Serikat (AS), yaitu Tea
Party. Oktober 2010, EDL mengundang rabi senior AS dan aktivis Tea Party, Nachum
Shifren, untuk datang ke London bulan ini. Shifren adalah pembicara regular di
konvensi Tea Party. Dia diundang untuk berbicara tentang hukum syariah dan
masalah pendanaan. Dalam satu demonstrasi anti-Islam di Leicester, Inggris, Tea
Party membela aksi kekerasan yang dilakukan EDL.
EDL
juga membangun hubungan dengan Pamela Geller, tokoh yang ikut memrotes rencana
pembangunan masjid di dekat lokasi Ground Zero WTC. Geller, direktur eksekutif
organisasi AS yang dinamai Freedom Defense Initiative (FDI) dan Stop
Islamization of America,
ini,
baru saja bertemu dengan pimpinan EDL di New York. Geller, yang menyangkal
dirinya anti-Islam, dalam blog-nya mengatakan bahwa dia berbagi tujuan dengan
EDL untuk mendorong kelompok yang memadai untuk menentang Islamisasi di Barat.
Devin
Burghart, Wakil Presiden Institut Riset dan Pendidikan HAM yang berpusat di
Kansas, AS, mengatakan, Geller bertindak sebagai jembatan antara EDL dan Tea
Party. Dia berperan penting membawa sentimen anti-Islam ke dalam Tea Party.
Popularitas Geller meningkat pesat setelah isu penolakan Masjid di Ground Zero
mencuat. (http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/10/10/12/139544-kelompok-anti-islam-inggris-dan-amerika-bersatu-menolak-islamisasi).
Iklan-iklan Anti Islam
Geller di Subway
Pada
April 2013, FDI menawarkan aplikasi
kampanye “Stop Islamisasi Amerika”. Namun aplikasi ini ditolak Kantor
Paten dan Merek Dagang AS. Kantor yang terletak di Virginia, AS, ini, memandang
kampanye tersebut tidak masuk akal secara harfiah. “Merek dagang itu akan
meremehkan Muslim dan menghubungkan mereka dengan terorisme," begitu
pernyataan kantor tersebut. Atas penolakan ini, Pusat Hukum Kebebasan AS
yang menjadi kuasa hukum Geller mengajukan banding di Pengadilan Banding AS.
Namun
penolakan kantor tersebut tak sebanding dengan iklan-iklan anti-Islam Geller
yang sudah bertebaran sejak lebih lama. Pada Desember 2012, Geller meluncurkan iklan
kampanye berbau anti-Islam yang dipasang di stasiun kereta api bawah tanah (subway) di New York, AS. Dalam iklan itu
ditulis potongan terjemahan ayat Alquran: “segera akan Kami lemparkan ketakutan
ke dalam hati orang-orang kafir” (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/04/10/ml0j5l-otoritas-as-tolak-kampanye-setop-islamisasi-amerika).
Iklan-iklan
yang dibiayai FDI ini juga bermunculan di stasiun-stasiun subway di Westchester County, New York,sejak Agustus 2012. Materi
iklan antara lain menuding orang-orang Islam berada di balik puluhan ribu
serangan teroris di seluruh dunia. Salah satunya, seperti dilansir laman CBS
News, Sabtu (18/8), bertuliskan: “19,250
Deadly Islamic Attack Since 9/11. It Is Not Islamophobia. It Is Islamorealism” (http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/12/08/18/m8xc4g-iklan-antiislam-nongol-di-stasiun-subway-new-york).
Poster lainnya misalnya bertuliskan: In any war between the civilized man
and the savage, support the civilized man. Support Israel defeat jihad.
Awalnya
Otoritas Transportasi Metropolitan New York menolak memasang poster-poster
provokatif ini, karena dianggap merendahkan Islam. Namun, seorang hakim federal
Juli lalu memutuskan poster-poster tersebut sah dipublikasikan karena sesuai
dengan Konstitusi AS yang menjamin kebebasan berekspresi. Anehnya, ketika
seorang jurnalis AS berdarah Mesir bernama Mona Eltahawy (45) mencoreti poster
tersebut, dia ditangkap polisi. Padahal kata dia, aksi mencoreti poster
kebencian juga merupakan kebebasan berekspresi.
Ada
puluhan poster anti jihad yang bertebaran di 10 stasiun subway sepanjang Kota Manhattan, Washington DC, dan San Fransisco. Geller
atas nama FDI, merogoh koceknya sendiri untuk membuat poster yang satu
lembarnya seharga 6.000 dolar AS itu. Tiga organisasi mendukungnya, yaitu atlasshrugs.com, jihadwatch.com, dan sior.us (http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/12/09/28/mb0ltm-melawan-poster-antiislam-di-new-york).
Syukurlah,
Kongres AS tidak tinggal diam. Anggota Kongres, Mike Honda, menyerukan
pemboikotan sistem layanan publik yang memuat iklan anti-Islam. Honda meminta
masyarakat memboikot layanan Metrorail dan Mentrobus di Washington DC,
Maryland, Virginia, New York. ''Kami belajar dari sejarah bahwa pidato atau
iklan berbau kebencian memiliki konsekuensi yang mengerikan,'' kata dia seperti
dikutip dari Press TV. Dia menyatakan penolakan terhadap iklan
tersebut juga merupakan sebuah hak. ''Itulah sebabnya saya mendorong orang
untuk memboikot sistem layanan publik itu,'' lanjut dia (http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/12/10/11/mbpkmw-anggota-kongres-as-boikot-iklan-antiislam).
Gerah pada Surat Annisa
di Harvard
Tak sebatas
iklan-iklan anti-Islam, tentu saja. Geller juga diduga termasuk sosok yang ada
di belakang peluncuran film anti-Islam ''Innocence of Muslims''. Dr Webster
Griffin Tarpley, seorang analis politik AS, seperti dikutip dari Press TV,
mengatakan, Geller adalah tokoh anti-Islam yang sangat dekat dengan Israel. ''Aku
pikir, tokoh utama dari film ini adalah Pamela Geller,” kata Tarpley, seraya
menyebut sejumlah nama lembaga dan tokoh terkenal yang mensponsori film
tersebut, seperti Mitt Romney (pesaing Barrack Obama pada pemilu yang lalu), Brent
Scowcroft (tangan kanan seorang Yahudi yang sangat berpengaruh di AS, Henry
Kissinger), Terry Jones (pembakar Al-Quran), hingga Benjamin Netanyahu; Perdana
Menteri Israel (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/12/09/16/mag5n4-analis-cia-dan-zionis-di-balik-innocence-of-muslim).
Lalu pada
Januari 2013, kaum Islamofobia mengecam habis-habisan Fakultas Hukum
Universitas Harvard, AS, yang memasang kutipan dari Surat Annisa ayat 135, pada
dinding gerbang masuk fakultas dari universitas tertua dan ternama di AS tersebut.
Alasan pemampangan salah satu ayat dari kitab suci umat Islam tersebut adalah, ayat
suci merupakan salah satu ekspresi terhebat tentang keadilan sepanjang sejarah.
Para kaum
Islamofobia AS ini menuliskan kecamannya itu melalui situs Atlas Shrugs,
situs yang menjadi tempat mereka menuliskan berbagai pesan anti-Islam. Sang
dedengkot anti-Islam, Geller, pun, angkat bicara. ''Hukum syariah bertentang
dengan nilai-nilai kemanusiaan,'' kecamnya (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/01/19/mgtskz-komentari-ayat-quran-di-gerbang-harvard).
Pada 2011,
Geller meluncurkan buku berjudul “Stop the Islamization of America: A Veteran
Freedom Fighter's Groundbreaking Guide to Defending Our Nation”. Buku dengan
gambar sampul patung Liberty mengenakan jilbab dan penutup muka itu,
menyediakan panduan praktis menghentikan penyebaran syariat Islam dan supremasi
Islam di AS (http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/11/08/14/lpx1cw-buku-stop-the-islamization-of-america-mendapat-dukungan).**