Dengan
kekuatan sedekah masyarakat Indonesia, satu rumah sakit (RS) akan segera
berdiri di Palestina, tepatnya di distrik Bait Lahiya, Gaza Utara. Medical
Emergency Rescue-Committee (MER-C), pemrakarsa RS ini, bersikukuh tidak mau
menerima sumbangan dana dari negara lain. Saat pembangunan tahap pertama, yakni
pembangunan fisik RS, dana digalang antara lain dari gerakan Rp 20 ribu per
orang. Sedangkan untuk pengadaan alat kesehatan dan interiornya, kini MER-C
sedang menggalang gerakan Rp 50 ribu per orang. Diharapkan RS Indonesia (RSI)
ini, yang didesain sebagai RS Traumatologi dan Rehabilitasi, akan rampung akhir
2013.
Dibangun di atas tanag wakaf (ROL) |
MER-C
juga meluncurkan Proposal Alat Kesehatan Ruangan RSI yang ditujukan bagi
perusahaan dan instansi di Indonesia yang ingin berpartisipasi. Presidium
MER-C, dr Joserizal Jurnalis SpOt, mengatakan, saat diluncurkan program Rp 20
ribu per orang, respon masyarakat Indonesia sangat besar. “Dukungan dan donasi
datang dari berbagai kalangan masyarakat dari Sabang sampai Merauke,'' jelas
Joserizal. Dengan donasi tersebut pembangunan fisik RSI bisa terus berlangsung
hingga saat ini.
Progres
pembangunan RSI sudah mulai dalam tahap dua, yakni bagian arsitektur dan mechanical electrical. Pekerjaan tahap
ini dilakukan oleh 33 relawan Indonesia. Ikhtiar selanjutnya adalah pengadaan alat
kesehatan dan interior rumah sakit. Berdasarkan perhitungan Tim Relawan Alkes
RSI, dana yang dibutuhkan untuk melengkapi RSI mencapai Rp 65 miliar. Untuk itu
MER-C meluncurkan gerakan rakyat Rp 50
ribu per orang. "MER-C menutup bantuan asing karena kami ingin RSI sebagai
simbol persaudaraan Indonesia dan Palestina; benar-benar murni dari rakyat
Indonesia,'' jelas Joserizal (http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/13/05/26/mnelwc-merc-luncurkan-gerakan-rp-50-ribu-untuk-alkes-rsi).
Ketua
MER-C Cabang Gaza, Abdillah Onim, mengatakan, proses pembangunan RSI di Gaza
bermula sejak penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Presidum
MER-C dengan Kementerian Kesehatan Gaza pada 2009 lalu. "Proyek yang
semula seperti mimpi menjadi kenyataan. Awal mula ide ini diluncurkan, banyak
kalangan, baik dari dalam negeri maupun dunia internasional, bahkan pihak
pemerintah Palestina pun meragukan realisasinya. Namun berkat rahmat dan kasih
sayang Allah, akhirnya proyek ini bisa diwujudkan," kata Abdillah.
Menurut Abdillah, kondisi Gaza benar-benar porak-poranda, hancur berkeping-keping. "Jangankan material untuk bangunan, bahan makanan pokok untuk sehari-hari saja sangat langka akibat blokade ilegal Israel terhadap Gaza," ungkap warga Indonesia yang menikah dengan Muslimah Gaza ini. Namun berkat kerja keras semua pihak, terkumpullah dana untuk pembangunan RS spesialis korban perang ini. Dananya kata Abdillah berasal dari segala kalangan, mulai para pelajar TK hingga universitas, pedagang, guru, karyawan, bahkan rakyat kecil dengan kemampuan pas-pasan (http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/11/06/30/lnkaj8-akhirnya-rumah-sakit-indonesia-di-gaza-mulai-dibangun).
Menurut Abdillah, kondisi Gaza benar-benar porak-poranda, hancur berkeping-keping. "Jangankan material untuk bangunan, bahan makanan pokok untuk sehari-hari saja sangat langka akibat blokade ilegal Israel terhadap Gaza," ungkap warga Indonesia yang menikah dengan Muslimah Gaza ini. Namun berkat kerja keras semua pihak, terkumpullah dana untuk pembangunan RS spesialis korban perang ini. Dananya kata Abdillah berasal dari segala kalangan, mulai para pelajar TK hingga universitas, pedagang, guru, karyawan, bahkan rakyat kecil dengan kemampuan pas-pasan (http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/11/06/30/lnkaj8-akhirnya-rumah-sakit-indonesia-di-gaza-mulai-dibangun).
Dari
kejauhan, RSI Gaza yang berbentuk segi delapan seperti Qubbah Sakhra di Masjid
Al-Aqsha ini, sudah nampak berdiri tegak diantara bangunan-bangunan lainnya di Bayt
Lahiya, Gaza Utara. Letaknya yang berada di dekat perbatasan Gaza dan tanah
jajahan Israel membuat bangunan ini seperti sebuah benteng kokoh yang melawan
arogansi dan kebiadaban Israel terhadap bangsa Palestina. Tanahnya sendiri
merupakan wakaf dari Pemerintah Palestina seluas 16.261 meter persegi. Sebanyak
6 relawan Indonesia (MER-C) sudah bertugas di Gaza selama lebih dari satu tahun
untuk mengawal proses pembangunannya (http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/12/02/04/lyvmxu-mantap-rumah-sakit-indonesia-di-gaza-berbentuk-qubbah-sakhra).
Warga Asli Membantu
Selain
melibatkan relawan Indonesia, warga Gaza juga banyak yang ikut membantu
pembangunan RSI. Sebut saja Ahmad Al-Kahlul, seorang pemuda Gaza. Di sela kesibukan
kerja di bawah terik matahari, ia menghampiri M Fauzi, teknisi dan relawan
MER-C yang mengawasi pembangunan RSI, lalu berkata, "Syukran lak, ya akhuya. Syukran sya'ab Indonesia (terima kasih,
wahai saudaraku. Terima kasih rakyat Indonesia)," kata Ahmad. Dikatakan
Fauzi, hampir setiap hari komentar serupa terlontar dari warga Gaza, baik dari
para pekerja, warga sekitar, hingga para pejabat pemerintahan yang menyempatkan
diri berkunjung ke lokasi.
Sudah
dapat dipastikan RSI akan menjadi RS utama di Gaza Utara. Saat ini Gaza hanya
memiliki dua RS utama, RS Asy-Syifa yang terletak di Kota Gaza yang menjadi
rujukan untuk wilayah Gaza bagian utara dan tengah; dan RS Eropa yang terletak
di daerah Khan Younis, yang menjadi rujukan untuk wilayah Gaza bagian selatan. "Dengan
adanya RSI, mereka berharap kasus-kasus tidak tertolongnya pasien akibat
jauhnya jarak yang ditempuh dari Gaza utara ke RS Asy-Syifa dapat
diminimalisir," kata Fauzi.
Gaza
Utara yang meliputi Distrik Jabaliya, Bait Lahiya, dan Bait Hanoun merupakan
wilayah yang paling sering mendapat serangan Israel. Dan di wilayah inilah
banyak para syuhada yang gugur dalam mempertahankan Kota Gaza dari masuknya
pasukan Zionis Israel (IDF) dari jalur darat (http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/11/09/06/lr3abb-warga-gaza-terima-kasih-indonesia-atas-pembangunan-rsi).
Berdasarkan
jadwal, seharusnya pembangunan tahap I RSI Gaza selesai pada Februari 2012. Tim
Mer-C di Jalur Gaza melaporkan, sejumlah kendala membuat jadwal mundur. ''Hal
ini terhitung sangat normal, karena membangun di daerah konflik memang tidak
mudah,'' ujar Tim MER-C, seperti dikutip
dari situsnya. Sejak awal, pembangunan RSI memang banyak menghadapi kendala,
mulai dari susahnya para relawan masuk ke Gaza untuk mengawal pembangunan,
susahnya mendapatkan material yang disebabkan material harus diadakan melalui
terowongan, ditambah lagi kondisi keamanan di Gaza yang tak pernah lepas dari
serangan-serangan Israel. Maka, sungguh tak terbayang sebelumnya pekerjaan yang
semula hanya mimpi ini telah mencapai progres yang begitu jauh (http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/12/02/04/lyvmxu-mantap-rumah-sakit-indonesia-di-gaza-berbentuk-qubbah-sakhra).
Israel Memantau
Pada
Ramadan 2011 misalnya, Israel melancarkan sejumlah serangan ke Jalur Gaza.
Beberapa serangan bahkan terjadi di dekat lokasi pembangunan RSI, dan juga
dekat posko MER-C. Pesawat-pesawat tanpa awak dan jet-jet tempur Israel berterbangan di langit Gaza. Sirine ambulans
pun meraung-raung silih berganti untuk mengevakuasi korban. Satu ledakan bahkan
diinformasikan terjadi sekitar 30 meter dari lokasi pembangunan RSI. "Untunglah
pada saat kejadian aktivitas pembangunan RSI sedang libur karena memang hari
Jum'at," kata Abdillah Onim (http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/11/08/20/lq86wk-akibat-serangan-israel-rsi-di-gaza-nyaris-jadi-korban).
Sementara
itu pada pembangunan tahap II yang dimulai Juli 2012, pembangunan RSI mengalami
kesulitan memperoleh besi. Di Palestina, besi merupakan hal yang sangat susah
dicari. Di luar dugaan, ternyata besi akhirnya didapat dari Israel, musuh
Palestina. "Ketika kita kesulitan mencari besi. Lewat lobi kontraktor,
akhirnya besi didatangkan dari Turki melalui Israel," jelas Kepala Divisi
Konstruksi RSI Gaza, Ir. Faried Thalib. Dengan demikian, tahap pembangunan RS
bisa berlanjut . "Justru penyelesaian basement
itu terjadi ketika perang delapan hari Israel-Hamas," kata Farid
menjelaskan.
Faried
mengatakan, sebagian orang Yahudi tidak memedulikan kondisi perang. Asal bisa
mendapatkan uang, mengapa tidak; walaupun dengan memberikan bantuan kepada
musuh (http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/13/04/29/mlyr5u-material-pembangunan-rs-indonesia-di-gaza-diperoleh-lewat-israel).
Sepertinya sifat seperti ini dimana-mana juga hampir sama.
Pembangunan
RSI bukannya tidak mendapat “perhatian” pemerintah Zionis Israel. Joserizal Jurnalis
mengatakan, setiap hari pesawat tak berawak Israel lewat di atas proyek. Israel,
kata Joserizal, mengetahui proyek itu sepenuhnya untuk urusan kemanusiaan
sehingga mereka tidak mengganggu meski lokasinya dekat dengan perbatasan Israel.
Joserizal awalnya optimistis RSI Gaza sudah akan bisa menerima pasien
pertamanya pada sekitar awal 2013, yang ditangani tenaga-tenaga kesehatan
Palestina sendiri (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/12/07/05/m6o8im-pesawat-israel-pantau-rs-indonesia-di-gaza).
Namun apa daya, konflik di lokasi rupanya demikian berat, sehingga target kembali
mulur menjadi akhir 2013.**
ni terbaru info terbaru ataubukan
BalasHapus