“Dengan
diluncurkannya ISSI dan JII, Indonesia menjadi salah satu pasar paling
menggiurkan sehingga Malaysia dan Singapura ingin masuk di Indonesia"
Bank
Muamalat akan menjadi bank syariah pertama yang melantai di bursa efek. Di awal
semester II tahun ini, Bank Muamalat siap memperdagangkan sahamnya di Bursa
Efek Indonesia (BEI). Ini menandakan masuknya perbankan syariah dalam jajaran
perusahaan terbuka yang terdaftar di bursa saham/efek.
Bank syariah akan melantai di BEI (ROL) |
"Masuknya
Bank Muamalat ke bursa saham menandai perbankan syariah kini memasuki era Good
Corporate Governance (GCG) yang lebih baik karena kinerja kami semakin
terbuka dan diawasi publik," ujar Direktur Utama Bank Muamalat, Arviyan
Arifin, Rabu (5/6/13). Bank Muamalat berencana melakukan Secondary Public
Offering (SPO/penawaran umum saham) dengan melepas 407.090.795 lembar
saham lama seri B dengan nominal Rp 100.
Bersamaan dengan
itu, Bank Muamalat sedang dalam proses melaksanakan Penawaran Umum Terbatas V
kepada pemegang saham sejumlah 3.249.136.013 saham seri B baru dengan nilai
nominal Rp 100 ribu setiap saham. Setiap pemegang 91 saham lama yang namanya
tercatat dalam daftar pemegang saham perseroan pada 3 Juli 2013 pukul 16.00
WIB, mempunyai 40 Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD). Setiap satu HMETD,
memberikan hak kepada pemegangnya untuk membeli sebanyak satu saham baru dengan
kisaran harga pelaksanaan Rp 550 sampai Rp 975 setiap saham.
PT.Bahana
Securities dan PT.CIMB Securities Indonesia bertindak sebagai penjamin
pelaksana emisi efek dalam SPO ini. Masa penawaran awal pada 5 Juni dan
berakhir pada 17 Juni 2013. Perkiraan tanggal efektif adalah 25 Juni. Sementara
perkiraan masa penawaran adalah 27 Juni, 28 Juni, dan 1 Juli 2013. Perkiraan
tanggal penentuan daftar pemegang saham yang berhak didahulukan dalam
penjatahan adalah 26 Juni. Sementara perkiraan tanggal penjatahan adalah 3 Juli
2013.
Perseroan
menjadwalkan tanggal distribusi saham secara elektronik oleh KSEI (Kustodian
Sentral Efek Indonesia), serta tanggal pengembalian uang pemesanan dan tanggal
pencatatan di BEI yakni pada 5 Juli 2013. "Tanggal perdagangan di BEI
diperkirakan akan berlangsung pada 5 Juli," ucap Arviyan. Dengan
dimulainya go public ini, Bank
Muamalat akan memperkuat struktur permodalannya dalam menyelenggarakan
akselerasi bisnis. Setelah melantai di bursa, Bank Muamalat diproyeksikan akan
naik status dari Buku II (bank bermodal inti Rp 1 triliun hingga Rp 5 triliun)
menjadi Buku III (bank bermodal inti Rp 5 triliun hingga Rp 30 triiun). (http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi/13/06/05/mnx41i-bank-muamalat-siap-bersaing-di-lantai-bursa).
Sementara itu,
bank syariah lainnya yakni Bank Syariah Mandiri (BSM) juga tengah mempersiapkan
penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) yang rencananya akan
dilakukan 2014. Direktur Utama BSM, Yuslam Fauzi, mengatakan, pemegang saham
BSM, yaitu Bank Mandiri telah menyatakan keinginannya untuk meng-IPO-kan BSM.
"Paling telat 2014, itu agak ideal, tapi belum ditentukan apakah itu
dilakukan di kuartal I, II, III, atau IV," kata Yuslam, saat jumpa pers di
Kantor BSM.
Niat IPO BSM
cukup kuat. Bahkan jika memungkinkan, BSM menginginkan pada akhir 2013 IPO
sudah dapat dilaksanakan. Yuslam memperkirakan saat IPO nanti BSM kemungkinan
akan melepas 20 persen saham senilai Rp 2-3 triliun. Mengenai syarat Good
Corporate Governance (GCG) serta transparansi public pihak BSM mengaku cukup
percaya diri. Pasalnya kinerja BSM telah
memperoleh pengakuan dari lembaga-lembaga yang kredibel. Sepanjang 2012, BSM
memperoleh 30 penghargaan. Pada awal 2013, BSM memperoleh penghargaan Bank
Syariah Terbaik dari Euromoney dan Karim Business Consulting (http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi/13/04/12/ml4sc5-ipo-bank-syariah-mandiri-paling-lambat-2014).
September
2012 lalu, Bank Indonesia (BI) sempat ragu terhadap rencana dua bank syariah
ini melakukan IPO. BI bahkan mengharapkan perbankan syariah mengurungkan
niatnya untuk melakukan IPO. Direktur Direktorat Perbankan Syariah BI, Edy
Setiadi, mengatakan, jikapun mau melakukan IPO sebaiknya dilakukan setelah
masyarakat mengenal bank syariah dan kinerjanya terlebih dulu. Keraguan Edy antara
lain berkaitan dengan carut marut dana haji. Dikhawatirkan bila masalah ini
tidak selesai, akan berdampak pada harga saham syariah di bursa nantinya.
Kedua bank syariah ini berkeinginan melakukan IPO karena merasakan kinerja yang membaik, dan dengan begitu mereka membutuhkan lebih banyak modal untuk melebarkan sayapnya. Dengan pangsa pasar yang masih kecil, masih banyak hal yang bisa digarap oleh bank syariah. Besarnya potensi ini membuat bank syariah membutuhkan lebih banyak modal. Salah satu cara mendapatkan modal adalah dengan menawarkan sahamnya ke publik.
Kedua bank syariah ini berkeinginan melakukan IPO karena merasakan kinerja yang membaik, dan dengan begitu mereka membutuhkan lebih banyak modal untuk melebarkan sayapnya. Dengan pangsa pasar yang masih kecil, masih banyak hal yang bisa digarap oleh bank syariah. Besarnya potensi ini membuat bank syariah membutuhkan lebih banyak modal. Salah satu cara mendapatkan modal adalah dengan menawarkan sahamnya ke publik.
Namun
Edy berpendapat, akan lebih baik jika bank syariah ini menambah asupan modalnya
dari bank konvensional yang menjadi induknya.
Induknya ini dinilai Edy memiliki rasio kecukupan modal yang baik sehingga bisa
ikut mengembangkan anak usaha syariahnya.
Menanggapi
hal ini, Yuslam Fauzi mengatakan, tidak ada salahnya bank syariah melakukan IPO
apabila pertumbuhannya sangat cepat, sehingga membutuhkan modal yang sangat
besar. Yuslam menganalogikan kondisi bank
syariah ini seperti anak perawan yang sudah matang. Jika masih terus dikurung, akan
berakibat pada perkembangannya. “Kalau sudah matang (bank syariah) harus
dilepas pelan-pelan,” ujarnya (http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi/12/09/09/ma2cwg-bank-syariah-ipo-tunggu-dulu).
Fatwa Halal
Dengan akan mulai
melantainya dua bank syariah di lantai bursa, masyarakat akan semkain
diyakinkah bahwa bertransaksi saham di bursa efek adalah halal. Apalagi memang sejak
2011 telah dikeluarkan Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No. 80/DSN-MUI/III/2011 tentang
syariah di pasar modal dan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI).
Kepala Unit
Pengembangan Pasar BEI ketika itu, Irwan Abdollah, mengatakan, dengan
dikeluarkannya Fatwa DSN-MUI ini, umat Muslim tidak perlu khawatir lagi untuk
berinvestasi di bidang pasar modal, asalkan di ISSI dan Jakarta Islamic Index
(JII). Dijelaskan Irwan, setiap perusahaan/emiten yang bergabung dalam ISSI dan
JII dijamin halal “Sahamnya telah diseleksi seketat mungkin agar ‘saham haram’
tidak masuk dalam indeks tersebut," kata Irwan. Salah satu syaratnya masuk
ISSI dan JII adalah emiten tersebut harus memiliki rasio utang tidak lebih dari
82 persen. Jika ada kontribusi pendapatan non-halal dari bidang usaha lainnya, tidak
boleh lebih dari 10 persen.
Tahun
2011 saja sudah ada 60 saham syariah
besar dan 30 saham dengan nilai transaksi terbesar dari 214 saham syariah yang
tergabung dalam ISSI dan JII. "Dengan diluncurkannya ISSI dan JII,
Indonesia menjadi salah satu pasar paling menggiurkan sehingga Malaysia dan Singapura
ingin masuk di Indonesia," kata Irwan (http://www.republika.co.id/berita/syariah/keuangan/11/05/19/llfa20-bei-sosialisasi-fatwa-dewan-syariah).
Sebelumnya,
pihak BEI sempat meminta agar Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan fatwa
tentang saham. Hal ini dilakukan karena banyak investor, khususnya dari daerah,
yang sering mempertanyakan tentang hukum jual-beli saham di bursa efek. Direktur Utama BEI, Ito
Warsito, mengatakan, setiap kunjungannya ke daerah-daerah dalam rangka
melakukan sosialisasi edukasi tentang pasar modal, selalu muncul pertanyaan
tentang hukum jual-beli saham dalam islam (http://www.republika.co.id/berita/bisnis-syariah/berita/11/02/23/165753-bei-minta-mui-terbitkan-fatwa-jual-beli-saham).**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar