“Poin
utama sukses Surabaya mendapat piala Adipura, adalah berkat lingkungan dan
udara yang bersih serta partisipasi aktif warga Surabaya”
Inilah
semangat kota besar di ujung Timur pulau Jawa, Surabaya. Meskipun baru saja dinyatakan
memenangi penghargaan Adipura Kencana 2013 kategori kota metropolitan, sekaligus
juga penghargaan Wahana Tata Nugraha Kota (WTN), kota ini sudah sibuk
mempersiapkan diri untuk mempertahankan penghargaan itu pada 2014. Hal yang
sedang dipersiapkan itu adalah pembenahan sistem drainase kota dengan membangun
Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL). Dengan IPAL ini, limbah rumah tangga akan
disaring dulu hingga dinyatakan bersih, sebelum masuk sistem drainase kota.
Warga Surabaya tidak ragu dapat Adipura (ROL) |
Wali
Kota Surabaya, Tri Risma Harini, mengatakan, selain untuk mempertahankan
prestasi tersebut, pembangunan IPAL ini juga untuk kesehatan warga. Dikatakan
Tri, mempertahankan piala Adipura dan WTN itu sangat sulit, karena ada tambahan
kriteria setiap tahunnya. “Perlu ada pengembangan baru di satu sektor sebagai
bentuk inovasi,” ujarnya.
Pembaruan
tersebut seperti gerakan masyarakat kerja bakti, inovasi pengelolaan TPS
(tempat pembuangan sampah) terpadu, dan perombakan bekas TPA (tempat pembuangan
akhir) sebagai taman kota. Ke depan, dia mempersiapkan penggunaan listrik
tenaga surya dan taman vertikal. "Sekarang ini, Dinas PU tengah menggarap
IPAL," ujarnya saat menyambut kedatangan
piala-piala tersebut bersama ratusan warga surabaya di Taman Surya Surabaya,
Kamis (13/6/13). (http://www.republika.co.id/berita/nasional/jawa-timur/13/06/13/mobul2-pertahankan-adipura-pemkot-surabaya-siapkan-ipal-kota).
Pada Maret lalu,
Kementerian Lingkungan Hidup (Kemen-LH), menyatakan akan memperketat penilaian
penghargaan Adipura. “Kriteria penilaiannya kita perketat. Indikatornya
bertambah, tidak hanya masalah sampah, tapi juga air, udara, dan ruang terbuka
hijau," ujar Menteri Lingkungan Hidup, Balthsar Kambuaya. Dalam
pengelolaan sampah, kata Balltsar, indikator utama penilaiannya adalah
bagaimana suatu daerah mengelola sampahnya (manajemen persampahan), dimana
harus ada bank sampah, serta pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA). "Pembuangan
sampah dengan menggunakan sistem open dumping
(penimbunan terbuka) sudah tidak perbolehkan, dan ini juga yang harus
diperbaiki setiap daerah," ujarnya (http://metro.sindonews.com/read/2013/03/11/31/725935/kriteria-penilaian-adipura-diperketat).
Saat masih dalam
tahap penilaian, pihak Kemen-LH yang diwakili Ujang Solihin Sidik menyatakan, dalam
menjaga kebersihan Surabaya adalah panutan. "Bukan hanya untuk kota besar,
tapi juga kota sedang dan kecil," katanya (http://regional.kompas.com/read/2013/04/27/17502796/Surabaya.Berpeluang.Raih.Adipura.Kencana).
Sementara itu Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Surabaya, Musdiq Ali
Suhudi, mengatakan, poin utama sukses Surabaya mendapat piala Adipura, adalah
berkat lingkungan dan udara yang bersih serta partisipasi aktif warga Surabaya.
“Poin yang
sangat tinggi itu karena kebersihan kota tidak hanya di kota, tetapi juga di
kampung-kampung meski belum sempurna. Namun dibandingkan dengan kota lainnya,
Surabaya adalah yang terbaik. Dan yang terpenting adalah konsistensi kita untuk
memelihara kondisi yang sudah baik ini, karena yang susah kan
konsistensinya," kata Musdiq (http://www.tribunnews.com/2013/06/12/walikota-surabaya-diarak-bawa-piala-adipura-kencana-2013).
Adipura
adalah program penghargaan yang diselenggarakan Kementerian Lingkungan Hidup
(Kemen-LH) bagi kota-kota di Indonesia yang berhasil menjaga kebersihan serta mengelola
lingkungan perkotaannya. Program Adipura dilaksanakan setiap tahun sejak 1986. Dalam
lima tahun pertama, program Adipura difokuskan untuk mendorong kota-kota di
Indonesia menjadi "Kota Bersih dan Teduh".
Program
ini sempat terhenti pada 1998, dan baru dicanangkan kembali pada 5 Juni 2002. Peserta
program Adipura dibagi ke dalam 4 kategori berdasarkan jumlah penduduk, yaitu
kategori kota metropolitan (lebih dari 1 juta jiwa), kota besar (500.001 -
1.000.000 jiwa), kota sedang (100.001 - 500.000 jiwa), dan kota kecil (sampai
dengan 100.000 jiwa). (http://id.wikipedia.org/wiki/Adipura).
Sedangkan Penghargaan
Wahana Tata Nugraha diberikan pemerintah
kepada kota-kota yang mampu menata transportasi publiknya dengan baik. Penilaian
dilakukan atas kategori kota metropolitan, kota besar, kota sedang, dan kota
kecil. Aspek penataan transportasi yang berkelanjutan, berbasis pada kepentingan
publik, serta ramah lingkungan, mendapat pertimbangan terbesar dalam
penilaiannya (http://id.wikipedia.org/wiki/Penghargaan_Wahana_Tata_Nugraha).
Akan
tetapi, Surabaya yang berhasil meraih Adipura ketujuhkalinya saja masih
dihantui masalah sampah perkotaan, meskipun tak seruwet Bandung misalnya. Sebut
saja masalah tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo. Wakil
Ketua DPRD Kota Surabaya, Wisnu Sakti Buana, mengungkapkan, tumpukan sampah di
sana tingginya sudah mencapai lima meter. “Kalau tidak ada zero waste
treatment, tumpukan sampah di Benowo itu akan menjadi bom waktu untuk Kota
Surabaya, “ ungkapnya, Rabu (8/6/13).
Dia
memprediksi, jika Pemkot Surabaya tidak segera bertindak, TPA Benowo hanya akan
bertahan tiga tahun lagi. Sedikitnya 1.200 ton sampah setiap hari masuk ke TPA
Benowo yang memiliki luas sekitar 30 hektar. Selain itu, pihaknya juga kata
Wisnu masih berupaya membentuk peraturan daerah (perda) tentang sampah. Aturan
yang ada mengenai pelarangan membuang sampah sembarangan, ujar dia, belum ditaati masyarakat. “Partisipasi
masyarakat terkait pengurangan sampah masih perlu ditingkatkan lagi. Masih
banyak yang buang sampah sembarangan terutama di jalan, “ ujarnya. (http://www.republika.co.id/berita/regional/nusantara/11/06/08/lmgkts-raih-piala-adipura-warga-surabaya-masih-suka-buang-sampah-sembarangan).
Adipura Hal Biasa
Direktur Lembaga
Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah Surabaya, Prigi Arisandi, mengatakan,
dia mengakui Surabaya bersih dibanding kota lain dan bisa menata kota serta membuat
warga berpartisipasi membersihkan dan menjaga kebersihan kota. Namun
menurutnya, Adipura Kencana untuk Surabaya merupakan hal yang biasa.
"Penilaiannya subyektif, bisa bagus, bisa tidak."
Saat ini yang
diharapkan adalah, Pemkot Surabaya berani membuat peraturan daerah (perda)
mengenai larangan pemakaian kantong plastik dan penataan ruang kota. Selain
itu, banjir masih menjadi masalah kota ini. "Rumah yang baru harus punya
resapan air. Sebab selama ini yang menyebabkan banjir adalah air yang meluap
dari rumah-rumah warga yang tidak memiliki resapan air," ujarnya.
Prigi juga menilai
proyek IPAL hanya akan membuang-buang dana. Proyek ini kata dia tidak akan efektif
mengelola air limbah selama bantaran sungai dipenuhi bangunan warga dan gedung
mal. Pada 2011, kata Prigi, Ecoton mengusulkan kepada Pemprov Jatim agar
pengelolaan bantaran sungai melibatkan badan perwakilan desa (BPD) atau
pemerintah kecamatan. "Jika itu dilakukan, akan sangat efektif mengelola
sungai," ujar Prigi (http://koran.tempo.co/konten/2013/06/13/312621/Surabaya-Rencanakan-Penghijauan-Vertikal).**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar