5/18/2013

Siapkah Jolie dengan Risiko Menua Lebih Cepat?



Selang beberapa hari setelah mengungkap operasi pengangkatan kedua payudaranya, aktris Angelina Jolie (37) berencana melakukan operasi lagi. Kali ini, teman hidup aktor Brad Pitt ini akan mengangkat ovarium atau indung telurnya. Seperti dilansir di New York Times, Jolie selain mengaku berisiko tinggi terkena kanker payudara, juga memiliki risiko cukup tinggi terpapar kanker ovarium. 

Siapkah Brad Pitt melihat Jolie cepat tua?
"Saya mulai dengan payudara di mana risiko kanker payudara saya lebih tinggi daripada kanker ovarium, dan operasinya lebih kompleks. Pada 27 April, saya menyelesaikan tiga bulan prosedur mastektomi," ujarnya seperti dilansir Huffingtonpost (http://www.republika.co.id/berita/senggang/blitz/13/05/17/mmxtcn-setelah-payudara-angelina-jolie-niat-angkat-ovarium). Saat mengumumkan menjalani mastektomi ganda itu, peraih Oscar ini ini mengatakan dokternya memperkirakan ia memiliki 87 persen risiko kanker payudara dan 50 persen kanker indung telur  (ovarium).(http://www.republika.co.id/berita/senggang/sosok/13/05/14/mmsfza-angelina-jolie-akui-baru-jalani-mastektomi-ganda).

Dikutip dari majalah People, ibu dari enam orang anak tersebut akan menjalani prosedur operasi pengangkatan ovarium yang dikenal dengan istilah ooforektomi. Ooforektomi umumnya dilakukan sebagai bagian dari histerektomi atau pengangkatan rahim. Namun, perempuan cenderung lebih memilih ooforektomi untuk alasan kesehatan. Operasi ooforektomi juga dapat mengurangi risiko kanker payudara bagi perempuan, karena pengangkatan ovarium akan membuat suplai estrogen berkurang. 

Namun demikian, operasi ooforektomi bukannya tanpa risiko. Pengangkatan ovarium memiliki efek samping antara lain menopause prematur, penuaan dini, penyakit kardiovaskular, hingga osteoporosis (keropos tulang). Karena itu, pasien pasca-operasi harus diberikan pengobatan untuk menjaga tulang dari pelemahan (http://www.republika.co.id/berita/senggang/blitz/13/05/17/mmxtcn-setelah-payudara-angelina-jolie-niat-angkat-ovarium). Beberapa kasus juga menyebabkan kematina dini, parkinsonisme, penurunan kesejahteraan psikologis, hingga penurunan fungsi seksual.

Wanita yang telah menjalani ooforektomi biasanya didorong untuk mengambil obat-obatan penggantian hormon untuk mencegah kondisi lain yang sering dikaitkan dengan menopause. Bagi wanita dengan usia kurang dari 45 yang ovariumnya diangkat, berisiko mati muda 170% lebih tinggi daripada wanita yang mempertahankan ovariumnya. Mempertahankan ovarium ketika melakukan histerektomi (pengangkatan rahim/uterus) juga akan berkaitan dengan kelangsungan hidup jangka panjang yang lebih baik (http://www.news-medical.net/health/Oophorectomy-Risks-%28Indonesian%29.aspx).

Ovarium adalah kelenjar kelamin pada wanita. Manusia memiliki dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon seperti estrogen dan progesterone. Kedua hormon ini penting dalam proses pubertas wanita. Estrogen dan progesteron berperan dalam persiapan dinding rahim untuk implantasi telur yang telah dibuahi. Selain itu juga berperan dalam memberikan sinyal kepada hipotalamus dan pituitary dalam mengatur siklus menstruasi (http://id.wikipedia.org/wiki/Ovarium).

Ovarium termasuk organ reproduksi wanita yang seringkali mengalami keganasan. Insiden kanker ovarium perlahan meningkat di banyak negara maju. Dilaporkan, 28,7% dari semua kanker ginekologi (organ reproduksi wanita) terjadi di negara maju, dan 18,8% di negara berkembang. Angka kejadian tertinggi ditemukan di negara maju, dengan rata-rata 10 kasus per 100.000 wanita, kecuali di Jepang (6,4 per 100.000).

Kanker ovarium saat ini menduduki peringkat kelima sebagai penyebab kematian pada wanita akibat kanker (Jemal, 2007). Di seluruh dunia, terdapat 204.000 wanita yang terdiagnosis dan 125.000 diantaranya meninggal. Dari angka tersebut, 90-95% disebabkan kanker ovarium jenis epitel (http://www.deherba.com/apa-itu-kanker-ovarium.html). Epitel adalah salah satu dari tiga jaringan pada ovarium. Lainnya adalah sel germinal dan sel stroma. Awal dari keganasan pada epitel dimulai dari sel-sel yang menutupi permukaan luar ovarium, meskipun biasanya tumor yang tumbuh di jaringan epitel cenderung jinak (http://id.prmob.net/kanker-ovarium/kanker/indung-telur-2228648.html). Tumor ini lebih dikenal dengan istilah kista. Level menjadi berat jika sudah terbentuk miom.

Tumor pada ovarium, bisa menghambat kehamilan. Tak heran, karena ovarium adalah pabrik ovum (sel telur). Belajar dari kasus seseorang bernama Dewi, ternyata ketika dia terpaksa mengangkat satu ovariumnya, dia masih bisa hamil bahkan melahirkan bayinya dengan selamat (http://www.vemale.com/inspiring/lentera/14566-keajaiban-datang-setelah-indung-telurku-diangkat.html).

Risiko mendapatkan kanker ovarium lebih besar pada wanita yang: haid pertama lebih awal dan menopause lebih lambat, tidak pernah atau sulit hamil, memiliki riwayat keluarga menderita kanker ovarium, dan yang pernah menderita kanker payudara atau kolon. Untuk tindakan pencegahan, sebaiknya wanita dengan risiko di atas segera melakukan prosedur pemeriksaan. Pemeriksaan yang dilakukan biasania berupa: pemeriksaan klinis genekologik untuk mendeteksi adanya kista atau pembesaran ovarium lainnya, pemeriksaan ultrasonografi (USG) bila perlu dengan alat Doppler untuk mendeteksi aliran darah, pemeriksaan petanda tumor (tumor marker), dan pemeriksaan CT-Scan/MRI bila dianggap perlu (http://kistaovarium.org/).

Menua dengan Cepat
Kondisi buruk wanita yang memutuskan mengangkat kedua ovariumnya dialami Debbie Harvey, seperti dilansir Daily Mail, Senin (14/1/2013). Hanya dalam hitungan empat hari sejak kedua ovariumnya (berikut rahimnya) diangkat, Debbie merasa 10 tahun lebih tua: rambut rontok, kulit keriput, gusi menyusut, bahkan gigi-giginya goyah hingga kemudian tanggal (http://health.detik.com/read/2013/01/14/102632/2141114/1202/tubuh-jadi-10-tahun-lebih-tua-gara-gara-operasi-angkat-rahim). Kondisi yang terjadi pada Debbie tidak mengherankan. Ketika kedua ovariumnya diangkat, maka tak ada lagi organ yang bisa menghasilkan hormon “kehidupan” bagi wanita, yakni estrogen dan progesteron.

Prof.dr.Wimpie Pangkahila, Sp.And, seorang pakar kesehatan organ reproduksi,  juga mengatakan, pengangkatan ovarium akan menyebabkan penurunan kadar hormon seks (estrogen, progesteron, dan testosterone). Tak heran jika  fungsi seksual wanita menjadi terganggu. Berbeda jika hanya rahim yang diangkat, karena kata Wimpie, hubungan seksual tak ada kaitannya dengan rahim. Hubungan seksual berlangsung di dalam vagina, yang tidak banyak dipengaruhi oleh pengangkatan rahim (http://kesehatan.kompas.com/read/2010/03/23/15204252/Rahim.Diangkat..Tak.Berpengaruh.pada.Seks).

Ketika estrogen hilang dari tubuh, maka hilang pula kegunaanya bagi tubuh wanita. Sementara hormon buatan belum ada yang mampu menggantikannya. Dalam kaitan dengan organ seksual, estrogen berfungsi: merangsang pertumbuhan payudara beserta fungsinya, mengatur siklus menstruasi secara normal, menjaga kondisi dinding vagina dan elastisitasnya, memproduksi cairan yang melembabkan vagina, serta mencegah gejala menopause seperti hot flushes (rasa panas didaerah tubuh bagian atas dan gangguan mood.

Sementara di luar fungsi seksual, estrogen juga akan mempertahankan fungsi otak, mengatur pola distribusi lemak di bawah kulit sehingga membentuk tubuh wanita yang feminin, meningkatkan pertumbuhan dan elastisitas serta sebagai pelumas sel jaringan (selain pada vagina, saluran kemih, dan pembuluh darah). Dalam kaitannya dengan kulit, estrogen selain memproduksi sel pigmen kulit, juga akan melancarkan sirkulasi darah pada kulit, mempertahankan struktur normalnya agar tetap lentur, dan menjaga kadar kolagen sehingga kulit kencang serta mampu menahan air.

Sedangkan fungsi progesterone adalah : mengatur siklus haid, mengembangkan jaringan payudara, menyiapkan rahim pada waktu kehamilan, serta melindungi wanita dari kanker endometrium pasca menopause (http://doctorjflazz.blogspot.com/2011/03/fungsi-hormon-pada-wanita.html).**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar