5/09/2013

UKM: Serifikat Halal Mahal dan Prosesnya Lama


"Husni Thamrin: Rp 2,5 juta tersebut hanya untuk biaya administrasi. Sehingga besar kemungkinan butuh dana tambahan untuk mendatangkan auditor dari LPPOM MUI"

Orang Indonesia terkenal gemar sekali dengan yang namanya saus, apakah itu saus tomat terutama cabe. Bahkan ketika makan makanan barat seperti steak atau pizza pun masih juga menanyakan saus. Auditor Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI), Pandji, mengatakan, produk saus dan sambal dari produsen besar telah mendapat sertifikasi halal dari LPPOM MUI, sehingga aman untuk dikonsumsi.

Sertifikat halal: mahal dan lama?
Produk lain yang telah terdaftar dalam Jurnal Halal, kata Pandji, juga telah terjamin aman dari segi halalnya. “Untuk yang di luar itu, belum bisa dinyatakan aman,” kata Pandji. Menurutnya, sejauh ini memang hanya produsen kelas menengah ke atas yang memiliki kesadaran dan pengetahuan untuk menyertifikasi produk saus mereka. Ini disebabkan produsen ini memiliki keinginan agar produknya laku di pasaran. Karena masyarakat lebih memilih mengkonsumsi produk yang telah terjamin aman. 

Dari segi higiniesnya pun perlu ada sertifikasi juga. LPPOM MUI telah menderetkan sertifikasi Hazard Analysis & Critical Control Points (HACCP) ini pada sebuah produk dengan sertifikasi halal. Jika satu produk makanan memiliki sertifikat ini, maka produk ini sudah termasuk halalan thayyiban, artinya produk selain dijamin halal juga memakai bahan baku yang bagus, kandungan bahan berkualitas, dan telah diperiksa dengan teliti (http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/kuliner/13/05/07/mmfes7-halalkah-saus-dan-sambal-yang-kita-konsumsi).

Dengan demikian, produk saus yang banyak digunakan pedagang kecil seperti mie bakso, bisa dikatakan belum aman. Dalam satu tayangan televisi, saus curah yang banyak digunakan pedagang kecil ini meskipun bertuliskan saus cabe, ternyata isinya tidak murni cabe. Bahkan tayangan itu menunjukkan cabe yang digunakan merupakan cabe yang sudah disortir karena busuk. Cabe ini lalu dicampur pepaya dan bahan lainnya. Urusan halal memang lumayan rumit. Belum lagi banyak bahan aditif yang ternyata juga tidak halal, mulai permen, jelly, cokelat, sampai roti yang hangat mengepul (http://food.detik.com/read/2010/11/04/103351/1485362/294/live-chat-soal-makanan-halal).

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo, mengatakan, meskipun pencantuman halal merupakan hak konsumen, namun labelisasi halal untuk produk-produk Usaha Kecil Menengah (UKM), masih terkendala. Saat ini kata dia, mayoritas produk berlabel halal memang merupakan produksi perusahaan besar. Penyebabnya kata Sudaryatmo, pencantuman label halal masih bersifat sukarela, karena belum ada undang–undang yang mewajibkannya.

Dikutip dari Bisnisjabar.com, Agus Hermawan, salah satu pelaku UKM makanan olahan di Bandung mengatakan, saat ini konsumen lebih pintar dan jeli memilih produk makanan, sehingga persaingan di tingkat produsen khususnya UKM kian ketat. “Sertifikat halal membantu kami mendapatkan kepercayaan konsumen,” jelas Agus. Namun pria yang memiliki usaha pembuatan keripik ini mengatakan bahwa biaya sertifikasi halal Rp 1 juta, cukup memberatkan. “Selain mahal, prosesnya juga lama,” keluh Agus. Sudaryatmo membenarkan adanya keluhan para pelaku UKM itu. “Apalagi mereka juga harus menanggung biaya transportasi (tiket pesawat) dan penginapan tim LPPOM MUI,” lanjutnya.

Seorang pengusaha kerupuk ikan di Kabupaten Tanjung Bale Karimun, Kepulauan Riau, kepada Halalmui.org misalnya mengeluh, dia harus pergi ke Batam untuk mendaftar ke LPPOM MUI Kepri, kemudian harus mendatangkan dua orang auditor dari Batam ke Tanjung Bale Karimun untuk memeriksa produknya. Selain sulit dan lama, cara ini juga memerlukan biaya yang sangat mahal. Tak heran jika selama ini persepsi pelaku UKM mengenai proses sertifikasi halal adalah rumit dan mahal.

Kepala Bidang Auditing LPPOM MUI pusat, Dr. Ir. Hj. Mulyorini R. Hilwan, M.Sc. mengatakan, biaya sertifikasi halal lebih murah daripada sertifikat ISO. LPPOM MUI menetapkan Rp 0 sampai Rp 2,5 juta untuk sertifikat halal tingkat UKM. Jumlah tersebut tergantung beberapa variable seperti jumlah dan kompleksitas produk. Biaya tersebut dibayar di muka, dan sudah temasuk biaya sertifikat, biaya pendaftaran, dan honor tim audit. Pengurusan bisa dilakukan di LPPOM MUI provinsi di 33 provinsi, tidak harus ke Jakarta, kecuali untuk yang ingin mengekspor dan meng-upgrade produknya, harus ke pusat.

“Kalau ada UKM dari daerah, biaya transportasi, penginapan, dan lain-lain ditanggung pengusaha yang bersangkutan,” kata Mulyorini dengan alasan lembaganya tidak menerima dana dari negara. UKM juga tidak harus datang ke LPPOM MUI pusat. Kecuali bagi yang ingin mengekspor atau meng-upgrade produknya, harus ke pusat.

Sementara itu kemudahan dirasakan Tri Kismiati, pebisnis makanan olahan. Sebab kata Tri, usaha keripiknya berada di bawah binaan dinas koperasi pemerintah kota Bogor. “Menjadi binaan dinas banyak untungnya, selain kemudahan dalam berpromosi, juga gampang mengurus sertifikat halal,” kata Tri (http://m.pesatnews.com/read/2013/03/20/23769/gampanggampang-susah-urus-label-halal).

Namun faktanya, Kepala Bidang Perindustrian Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Pemkot Pangkalpinang, Husni Thamrin, seolah membenarkan keluhan para UKM tersebut. Rp 2,5 juta tersebut kata dia, hanya untuk biaya administrasi. Sehingga menurutnya, besar kemungkinan butuh dana tambahan untuk mendatangkan auditor dari LPPOM MUI, dalam hal ini adalah wilayah Provinsi Sumatera Selatan. Itulah mengapa pihaknya pernah mengadakan program bantuan pembuatan sertifikat halal untuk 10 pengusaha saja, dengan alasan dana yang terbatas (http://bangka.tribunnews.com/2013/04/25/urus-sertifikat-halal-butuh-rp-25-juta-lebih).

Pada Juni 2011, Ketua MUI, Amidhan, mengatakan, MUI menjamin proses pembuatan sertifikat halal berlangsung cepat dan murah. "Hanya butuh waktu dua minggu," ujarnya. Menurut Amidhan, perusahaan cukup datang ke LPPOM MUI dan mengisi formulir. Lalu, pihak LPPOM dan perusahaan menentukan jadwal pemeriksaan oleh LPPOM ke pabrik perusahaan itu. Selanjutnya, produk pabrik dibawa ke laboratorium MUI untuk diperiksa. Hasil pemeriksaan tersebut dilaporkan ke komisi fatwa MUI.

 "Kalau produknya memenuhi standar halal, dalam dua minggu sertifikat sudah keluar," ujar Amidhan. Sertifikat ini berlaku selama dua tahun. Jika setelah masa berlakunya habis dan pemegang sertifikat tidak memperpanjang, produknya dinilai tidak halal lagi. "Kita tidak tahu bahan baru apa yang ditambahkan," kata Amidhan.

Biaya pengurusan sertifikat halal akan berkisar Rp 1-5 juta. Bagi UKM yang keberatan, LPPOM MUI menerapkan subsidi silang. Caranya, MUI bekerja sama dengan Kementerian Industri, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, pemerintah daerah, dan Kementerian Agama. "Mereka yang membiayai. Bahkan ada yang digratiskan.” (http://www.tempo.co/read/news/2011/06/16/090341228/MUI-Jamin-Pengurusan-Sertifikasi-Halal-Cepat-dan-Murah).**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar