8/15/2013

El Baradei: Saya Tak Bisa Menanggung Setetes Darah pun di Hadapan Allah



Saat Presiden Muhammad Mursi dilengserkan oleh militer Mesir yang dimotori Jenderal Abdel Fattah el-Sisi, pada 3 Juli 2013 lalu, sejumlah nama lembaga dan tokoh berpengaruh di Mesir, muncul mendukung. Tersebutlah nama Paus Tawadros, Kepala Gereja Kristen Koptik Mesir; Partai Islam Liberal Mesir; Partai al-Nour; Imam Universitas al-Azhar, Syekh Ahmed al-Tayeb, dan juga Muhammad el-Baradei, Ketika Rabu kemarin (14/8) Mesir dilanda konflik berdarah yang diklaim pihak pemerintah menewaskan sekitar 200 orang, Baradei menyatakan mengundurkan diri sebagai wakil presiden dari “rezim” inkonstitusional tersebut. Sementara itu konflik kian kacau dengan munculnya kabar peningkatan kasus pemerkosaan, pembakaran gereja, serta tewasnya sejumlah  jurnalis.

"Saya khawatir konsekuensinya. Saya tidak bisa menanggung tanggung jawab untuk setetes darah di hadapan Allah," ujar Baradei dalam pernyataan pengunduran dirinya, Rabu (14/8). Baradei termasuk yang tidak setuju penggunaan kekuatan pasukan keamanan untuk membubarkan paksa massa pendukung mantan presiden Muhammad Mursi. Menurutnya, cara damai masih bisa dicapai untuk mengakhiri konfrontasi. “Seperti Anda ketahui, saya selalu melihat alternatif damai untuk menyelesaikan perselisihan. Namun ternyata banyak hal sudah sampai sejauh ini," ujar peraih Nobel Perdamaian ini dalam surat pengunduran dirinya yang dikutip Al-Jazeera.

Menurutnya, dia bersedia menjadi bagian dari pemerintah sementara karena awalnya berharap orang-orang yang muncul pada 30 Juni (saat unjuk rasa pengunduran Mursi menyeruak) bisa membawa negara mewujudkan tujuan revolusi. Namun, pemerintah telah menyimpang dari tujuan tersebut. "Saya berharap munculnya orang-orang pada 30 Juni bisa membawa negara kembali normal. Tapi yang terjadi telah menyimpang, membuat keadaan  terpolarisasi dan menimbulkan perpecahan serius," ungkap Baradei yang pernah menjadi kepala IAEA (Badan Energi Atom Internasional) ini (http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/13/08/15/mrjxzz-elbaradei-menilai-pemerintah-sementara-mesir-telah-menyimpang).

Ia mengatakan, konsekuensinya menjadi buruk setelah banyak korban tewas, meskipun awalnya dia yakin korban tewas tak terhindarkan. Sayangnya, siapa yang diuntungkan dari apa yang terjadi hari ini kata Baradei seperti dikutip Emirates 247 edisi Rabu (14/8), adalah orang yang menyerukan kekerasan dan teror, yakni kelompok ekstremis (http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/13/08/15/mrjvd7-ini-alasan-wapres-mesir-mundur). "Sangat berat bagi saya untuk bertanggung jawab atas keputusan yang saya tidak setujui dan sudah saya ingatkan konsekuensinya itu," ujarnya dalam surat pengunduran diri yang dikutip dari al-Ahram.

Saat diwawancarai di satu stasiun televisi dua pekan lalu, Baradei sudah mengingatkan kepada pimpinan militer, Jendral Abdel Fattah El Sisi dan anggota Dewan Ketahanan Nasional lainnya,  untuk menghindari penggunaan pasukan keamanan untuk membubarkan massa (http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/13/08/15/mrjouw-usai-pembantaian-el-baradei-mundur-dari-jabatannya).

Rumor mengenai ancaman pengunduran diri Baradei sendiri sempat terdengar pekan lalu ketika Presiden Adly Mansur dan Panglima Militer Abdel Fatah Al Sisi, bersikeras akan membubarkan unjuk rasa secara paksa. Para pengamat menilai, pengunduran diri Baradei akan menjadi awal perpecahan dalam pemerintahan transisi, karena Baradei termasuk tokoh penting dalam pelengseran Mursi (http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/13/08/15/mrj5y3-wapres-mesir-albaradei-mengundurkan-diri). Ketika Mursi dilengserkan, tokoh oposisi dari kelompok liberal ini, seperti dikuti Aljazirah, Kamis (4/7),  menyatakan, dia mendukung keputusan militer menjungkalkan Mursi sebagai cara tuntas mengatasi kebuntuan politik antar faksi-faksi (http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/13/07/04/mpds76-kelompok-oposisi-mesir-dukung-kudeta-militer).

Bubar di Bawah Raungan Heli
Sedikitnya 238 warga sipil tewas dalam kekerasan yang terjadi di Kairo, Ibukota Mesir, saat pemerintah sementara Mesir dukungan Militer membubarkan massa pendukung Mursi. Dilaporkan juga,  43 polisi tewas dalam kejadian itu. Jumlah korban tewas diperkirakan bertambah setelah Ikhwanul Muslimin (IM) mengklaim korban tewas bahkan bisa mencapai lebih dari 2000 oranghttp://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/13/08/15/mrjxzz-elbaradei-menilai-pemerintah-sementara-mesir-telah-menyimpang).

Pemerintah Mesir mengumumkan kondisi darurat negara selama satu bulan mulai Rabu sore, dan juga mengumumkan jam malam (19.00-06.00) di Kairo, dan 10 provinsi lainnya untuk menekan kekerasan. Kesepuluh provinsi tersebut: Giza, Alexandria, Beni Sueif, Menya, Assuit, Sohag, beheira, North Sinai, Sinai Selatan, dan Suez (http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/13/08/15/mrjvd7-ini-alasan-wapres-mesir-mundur).

Pada Rabu berdarah tersebut, pendukung Mursi akhirnya dipaksa meninggalkan Bundaran Rabiah Adawiyah di Kairo Timur setelah sekitar 11 jam serangan sengit aparat keamanan. Mereka, yang berjumlah ribuan itu, tampak letih meninggalkan bundaran pada pukul 18.00 (23.00 WIB) sambil mengangkat kedua tangan ke kepala. Beberapa saat sebelumnya helikopter militer menyebarkan selebaran “ancaman” dari udara berisi imbauan bahwa mereka dijamin keamanannya saat meninggalkan bundaran melalui Jalan Nasser dan Yusuf Abbas, arah barat Bundaran Rabiah.

Operasi gabungan tentara dan polisi yang didukung tank tempur, panser dan buldoser mulai melancarkan serangan ke Bundaran Rabiah dan Bundaran Al Nahdhah di Kairo Barat pada Rabu pagi pukul 07.00 waktu setempat. Pendukung Mursi, umumnya dari kubu IM, menduduki kedua bundaran di ibu kota negara itu sejak 27 Juni menjelang pelengseran Mursi dalam kudeta militer pada 3 Juli. IM menuntut Mursi didudukan kembali sebagai presiden (http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/13/08/15/mrj5y3-wapres-mesir-albaradei-mengundurkan-diri).

Mendagri: IM Inginkan Jatuh Korban Jiwa
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) pemerintahan bentukan Militer Mesir, Muhammad Ibrahim, menyatakan, pasukan keamanan Mesir telah mengambil alih kamp demonstran di Kairo usai pengusiran berdarah kemarin. “Rabaa Al Adawiya (Rabiah Al Adawiyah) sudah dibersihkan dan saat ini sedang disisir," ujarnya seperti dikutip Gulfnews saat memberikan keterangan pers, Rabu (14/8) malam di Kairo. Menurutnya, polisi saat ini masih memburu pimpinan IM yang mendorong adanya aksi protes di Kairo Utara. 

"Ketika mereka melihat bahwa kita mengevakuasi aksi duduk di Al Nahda (di Kairo selatan) tanpa korban, mereka (IM) bertekad untuk menyebabkan kemungkinan korban terbesar dalam Raba'a untuk (bisa) ditampilkan ke dunia," ujar Ibrahim. "Jadi meskipun pasukan kami mengendalian diri, orang-orang bersenjata mereka (IM) diposisikan di atas bangunan sekitar Rabaa, (dan) menembakkan senjata kepada pasukan keamanan." Dia menuduh pendukung Mursi telah menyerang menggunakan senjata berat ke gedung pemerintah, dan menyerang 21 stasiun polisi di semua tempat (http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/13/08/15/mrjv4w-ini-klaim-pemerintah-soal-pembantaian-pro-mursi).**