5/22/2013

Jokowi: RS yang Mundur dari KJS Hanya Cari Untung

“DKI Jakarta menjadi percontohan pemberlakuan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang akan diberlakukan secara nasional mulai 1 Januari 2014”

Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi), membenarkan ada16 rumah sakit swasta akan mengundurkan diri dari program Kartu Jakarta Sehat (KJS). Menurut Jokowi, rumah sakit (RS) yang mundur dari programnya itu hanya berorientasi mencari keuntungan. Mereka menurut Jokowi, menganggap premi Rp 23 ribu per orang setiap bulan, tidak cukup. Pengelola RS yang mundur memang beralasan takut merugi karena nilai klaim yang terlalu rendah.

Peserta KJS dari Marunda (ROL)
"Kalau (premi) dinaikkan, nantinya harus mengubah APBD," ujarnya di Balai Kota Jakarta, Senin (20/5/13). Jokowi menilai, manajemen kontrol biaya RS sejak lama tidak ada pengendaliannya. Mereka kata dia, mengeluarkan biaya yang tidak efisien. Sementara untuk menyetujui pengunduran diri mereka, tambah Jokowi, perlu ada rekalkulasi terlebih dahulu. Disebutkan dia, pengunduran diri RS swasta ini tak akan mempengaruhi program KJS. Menurutnya, setiap program memang perlu evaluasi dan pembenahan (http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/05/20/mn39i9-jokowi-rs-mundur-dari-kjs-karena-mau-untung).

Sementara itu Dinkes DKI Jakarta menyatakan, dari ke-16 RS tersebut hanya dua RS yang telah secara resmi mengundurkan diri dari program KJS. “Ke-14 lainnya baru menyatakan secara lisan," kata Kepala Dinkes DKI Jakarta, Dien Emmawati, di Jakarta, Senin (20/5). Menurut Dien, RS yang mengundurkan diri tersebut berada di Jakarta Pusat dan Jakarta Timur. Dengan begitu, sambung Dien, saat ini masih terdapat 76 rumah sakit yang melayani KJS di ibu kota.

"Informasi ini diketahui setelah kita mengadakan evaluasi bersama dengan Komisi E DPRD DKI Jakarta. Rumah sakit yang mengundurkan diri itu semuanya merupakan rumah sakit swasta dan berskala kecil," ujar Dien. Dien menuturkan, 14 rumah sakit yang mengundurkan diri secara lisan itu antara lain: delapan rumah sakit di Jakarta Utara, tiga rumah sakit di Jakarta Barat, dan tiga rumah sakit di Jakarta Selatan. "Dari 76 rumah sakit yang masih melayani pasien KJS, hanya 22 rumah sakit yang milik pemerintah, sedangkan sisanya swasta. Maka dari itu, hal ini akan kita evaluasi dan diskusikan lebih lanjut," tutur Dien.

Pengunduran ke-16 RS tersebut dari program KJS tidak ada hubungannya dengan masalah tunggakan pembayaran. Terlebih, lanjut Dien, pihaknya juga menjalin kerja sama dengan PT Askes dalam pengelolaan sistem KJS. Pengunduran diri ke-16 rumah sakit ini kata Dien, sangat mengganggu pelayanan KJS kepada masyarakat.  Karena itu, pihaknya kata Dien, akan terus melakukan evaluasi. (http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/05/20/mn34sh-dua-rs-resmi-mundur-dari-kjs). ''Kita sudah rapat dengan Kementerian Kesehatan dan secepatnya akan melakukan evaluasi,'' kata Dien ketika dihubungi Republika, Ahad (19/5), seraya berharap agar langkah yang diambil 16 RS tersebut tidak diikuti oleh RS lain.

DKI Jakarta menjadi percontohan pemberlakuan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang akan diberlakukan secara nasional mulai 1 Januari 2014. KJS yang melayani 4,7 juta peserta terdiri dari 1,2 juta orang peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan 3,5 juta warga lain. Untuk menggelar layanan KJS ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan PT Askes dengan premi Rp 23.000 per orang per bulan dengan total anggaran mencapai Rp 1,2 triliun. Proses pengajuan KJS, harus melalui puskesmas. Ketika puskesmas merasa tidak mampu menangani pasien, pihak puskesmas baru diperbolehkan merujuk pasien ke RS.

Dien menjelaskan, dari 4,7 juta penduduk Jakarta peserta KJS, baru sekitar dua juta orang yang menggunakan layanan kesehatan gratis di kelas III itu. Meski tak sampai setengah peserta KJS memanfaatkannya, layanan ini di masa awal sempat membuat berbagai RS kewalahan menghadapi membludaknya antusias warga Jakarta berobat gratis (http://www.republika.co.id/berita/koran/news-update/13/05/19/mn1suc-premi-kartu-jakarta-sehat-dievaluasi).

Sementara itu, di media massa beredar nama ke-16 RS yang mengundurkan diri tersebut, yakni: RS MH Thamrin, RS Admira, RS Bunda Suci, RS Mulya Sari, RS Satya Negara, RS Paru Firdaus, RS Islam Sukapura, RS Husada, RS Sumber Waras, RS Suka Mulya, RS Port Medical RS Puri Mandiri Kedoya, RS Tria Dipa, RS JMC, RS Mediros, dan RS Restu Mulya (http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/05/19/mn20ta-16-rs-mundur-dari-program-kjs-peraturan-kemenkes-didesak-direvisi).

Menanggapi hal ini, anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Igo Ilham, mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dinilai tak bisa menyalahkan 16 RS swasta tersebut. Sebab kata dia, posisi mereka hanya membatu Dinas Kesehatan (Dinkes). “Sistem KJS harus dibenahi. Sebab, sistem yang berjalan saat ini justru merugikan pihak rumah sakit,” ujarnya.

Ia menyebut, sistem klaim yang dinamakan Indonesia Case Based Group (INA-CBG), tidak bisa mencakup seluruh tagihan rumah sakit. Untuk layanan operasi bedah misalnya, pemerintah hanya bisa membayar sekitar 30 persen saja dari total biaya. Sementara, untuk layanan rawat inap, pemerintah hanya membayar 60 persen. Untuk layanan rawat jalan, kata dia, pemerintah membayar 80 persen dari total tagihan. "Efeknya rumah sakit rugi. Siapa pun yang membuat kerja sama, tentu tidak mau rugi," katanya ketika dihubungi ROL, Senin (20/5/13).

Igo menuturkan, Dinkes harus melakukan rapat intensif dengan PT Askes sebagai lembaga verifikator, dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebagai regulator, untuk membuat perbaikan sistem. Karenanya, ia menyarankan Pemprov DKI tidak menggunakan pola INA-CBG lagi, melainkan pola sendiri dalam menentukan kriteria klaim untuk pasien KJS (http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/05/20/mn36ae-rumah-sakit-yang-mundur-dari-kjs-tak-bisa-disalahkan).

Sementara itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Balai Kota, Jakarta Pusat, Sabtu (18/5) mengatakan, Pemprov DKI akan mengevaluasi sistem INA CBG yang selama ini diterapkan oleh Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS). "Selain itu, premi kesehatan KJS sebesar Rp 23.000 per orang tiap bulan, juga akan kita evaluasi lagi, karena angka ini lebih besar dibandingkan hitungan premi BPJS sebesar Rp 22.800 dan juga pemerintah pusat sebesar Rp 15.700," ujar Ahok.

Mengenai jumlah premi  Rp 23.000, Ahok mengaku memang sempat bimbang. Secara pribadi, Ahok menilai seharusnya premi tersebut sebesar Rp 50.000. "Kita akan panggil dan evaluasi semua pihak yang terlibat dalam sistem INA CBG dan penetapan angka premi. Kita tidak ingin BPJS Kesehatan Indonesia tidak berjalan akibat premi sebesar Rp 23.000 itu," tutur Basuki.

Oleh karena itu, Basuki meminta seluruh pihak RS yang bekerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta untuk tidak tergesa-gesa mengundurkan diri dari program KJS karena masih dilakukan evaluasi dan penghitungan ulang. "Proses evaluasi ini kemungkinan akan memakan waktu sekitar dua bulan. Jadi, mohon bersabar dulu." (
http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/05/18/mmyvf5-sejumlah-rs-mundur-dari-program-kartu-jakarta-sehat).

Akan tetapi  Ahok mengaku  tidak mempermasalahkan pengunduran diri RS tersebut, namun dia meminta pihak RS memberikan bukti alasan kerugiannya, baru kemudian akan menyetujui pengunduran diri tersebut dan mengevaluasinya. "Kita akan meminta laporan kepada mereka (RS) terkait penanganan pasien ," ujarnya. Laporan tersebut akan memperlihatkan boros tidaknya RS dalam mengeluarkan biaya untuk pasien KJS. Selain itu, Pemprov DKI akan berusaha menghilangkan pajak 10 persen untuk alat kesehatan. Ahok mencontohkan biaya pengobatan jantung di Jakarta mahal dibandingkan India karena pajak tersebut (http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/05/20/mn2yxo-ahok-tak-masalah-rs-mundur-dari-kjs).

Sementara itu anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Dwi Rio Sambodo, mengatakan, sesuai amanat UU No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, Dinkes sebagai pihak yang berwenang harus melakukan pembinaan pada semua RS. "Karena bagaimanapun juga, rumah sakit memiliki fungsi sosial yang harus ditegakkan sesuai amanat UU," katanya (http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/05/19/mn20ta-16-rs-mundur-dari-program-kjs-peraturan-kemenkes-didesak-direvisi).**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar