5/08/2013

Es Arktik Mencair dengan Kecepatan di Atas Normal



"Proses melelehnya es pada musim panas di Antartika diketahui berada pada level tertinggi dalam 1.000 tahun terakhir"
 
Lautan es Arktik di Kutub Utara, mencair dengan kecepatan di atas normal sejak awal April 2013. Citra satelit NASA pada Maret 2013 mengungkapkan telah terjadi sebuah retakan besar di lautan es yang menghubungkan wilayah Beaufort Gyre dengan Alaska. Musim panas di Kutub Utara menyebabkan es abadi itu kehilangan kebekuannya akibat cuaca ekstrem. Hal sama terjadi di Antartika.

Meleleh
"Situasi Arktik ini seperti bola salju. Perubahan signifikan di Kutub Utara berasal dari akumulasi gas rumah kaca antropogenik di perkotaan yang menyebabkan emisi rumah kaca kian meningkat," ujar Direktur Oceans Institute di Universitas Western Australia, Carlos Duarte, seperti dilansir The Guardian, Selasa (7/5).

Kepala Ilmuwan NASA, Gale Allen, mengatakan, hilangnya es di Arktik dan pemanasan yang cepat, menyebabkan aliran air ke seluruh Amerika Utara, Eropa, dan Rusia, kian cepat. “Ini lah yang kemungkinan menjadi penyebab beberapa musibah cuaca ekstrem yang menelan banyak korban di Amerika," ujar Allen. Dua tahun lalu, Amerika Serikat (AS) mengalami kekeringan ekstrem yang mendatangkan musibah besar bagi pertanian khususnya di negara-negara bagian penghasil gandum.

Atas laporan tersebut, sejumlah pejabat senior pemerintah AS mendapatkan pengarahan singkat tentang bahaya pecairan masif es di Kutub Utara dan Arktik selama dua tahun terakhir. AS tampaknya semakin khawatir perubahan iklim akan berimplikasi pada keamanan internasional dan domestic (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/05/07/mmer7h-as-mulai-ketakutan-pencairan-masif-es-arktik).

Desember 2012 dilaporkan, perubahan cepat wilayah Arktik yang sebagian besar dipenuhi es telah memecahkan rekor baru—rekor dalam hilangnya es laut dan salju musim semi di tahun ini. Ilmuwan mengungkap, beberapa lapisan es juga mencair pada musim panas.  Laporan terbaru tentang Arktik ini, seperti dilansir Latimes, Kamis (6/12/2012), mencuat akibat kekecewaan yang terjadi di Doha, Qatar, atas lambatnya kemajuan pembicaraan iklim PBB untuk mencapai kesepakatan global guna mengurangi emisi gas rumah kaca.

Penumpukan emisi gas mampu menaikkan suhu global rata-rata dengan perubahan yang paling menonjol di lintang Bumi bagian utara. "Arktik merupakan bagian yang sangat sensitif dari dunia. Lapisan es besar mencair dan terjadi perubahan pada vegetasinya,"  ujar Jane Lubchenco, Administrator National Oceanic and Atmospheric Administration.

Lautan es Kutub Utara mengalami kemunduran ke rekor terendah sejak ilmuwan mulai mengukur wilayah tersebut dengan satelit pada 1979. Ilmuwan juga menemukan, lapisan es di Greenland mengalami pencairan paling luas, yang mencakup sekitar 97 persen dari lapisan es di Juli 2012. Isu hilangnya es laut ini penting juga untuk memikirkan  kelangsungan hidup anjing laut, beruang kutub, serta hewan lainnya yang tinggal di kutub Bumi. Hilangnya es ini juga akan berpengaruh terhadap proyeksi ilmiah terkait seberapa cepat permukaan air laut akan naik dalam dekade mendatang (
http://techno.okezone.com/read/2012/12/06/56/728169/apa-yang-terjadi-bila-laut-es-kutub-mencair).

Para peneliti di Alfred Wegener Institute, Jerman, 22 Januari 2013 melaporkan munculnya puluhan kolam air tawar mendadak di Kutub Utara selama musim semi dan musim panas. Munculnya kolam-kolam itu memperindah pemandangan di sana, padahal adanya kolam-kolam air tawar di lautan air asin (es laut) menjadi pertanda telah terjadinya perubahan iklim di Kutub Utara. "Kolam menyerap lebih banyak panas matahari, mempercepat pencairan es di Kutub Utara," ungkap para peneliti  tersebut.

Untuk menguji efek kolam air tawar pada es laut, tim peneliti menempuh perjalanan ke Kutub Utara dengan kapal pemecah es RV Polarstern selama musim panas 2011. Dengan wahana bawah air yang dilengkapi sensor radiasi dan kamera, mereka menganalisis seberapa jauh sinar matahari menembus es kutub. "Aspek yang menentukan di sini adalah permukaan halus dari es muda," kata Marcel Nicolaus, fisikawan es laut dan pakar danau di Alfred Wegener Institute. Permukaan halus ini memungkinkan es yang meleleh untuk menyebar ke daerah yang luas dan membentuk kolam-kolam baru.

Es muda dan tipis dengan kolam air tawar yang banyak ujar Nicolaus, berpotensi meneruskan penetrasi sinar matahari tiga kali lebih banyak dibanding es yang lebih tua. Banyaknya kolam juga menyerap separuh radiasi matahari dan menyebabkan pencairan lebih banyak. "Pada masa depan, perubahan iklim akan memungkinkan lebih banyak sinar matahari mencapai Samudra Arktik," ujar Nicolaus. Temuan ini diterbitkan dalam jurnal Geophysical Research Letters edisi Desember 2012 (
http://www.tempo.co/read/news/2013/01/22/061456222/Mengapa-Es-Kutub-Utara-Mencair-Lebih-Cepat).

Tak hanya di Kutub Utara, permukaan air laut di semenanjung Antartika baru-baru ini juga dikabarkan mengalami kenaikan. Situs Izvestia, Minggu (14/4/2013), melansir, beberapa dekade terakhir ini terjadi peningkatan jumlah es yang telah mencair. Semenanjung Antartika merupakan semenanjung terbesar dan paling menonjol di kawasan Antartika, berupa rantai pegunungan terjal dengan elevasi lebih dari 2000 m. 

Seperti halnya di Arktik, suhu di Semenanjung Antartika belakangan ini juga meningkat drastis. Sekitar tujuh bulan lalu satelit menangkap gambar lebih banyak es mengambang di sekitar benua tersebut dibanding pada waktu lainnya dalam sejarah. Peningkatan es laut diduga disebabkan oleh peningkatan jumlah es yang mencair (http://www.lensaindonesia.com/2013/04/14/gawat-es-antartika-meleleh.html).

Para peneliti  dari Universitas Nasional Australia dan British Antarctic Survey, Senin (15/4/13), menyatakan,  proses melelehnya es pada musim panas di Antartika ini diketahui berada pada level tertinggi dalam 1.000 tahun terakhir. Ini menambah bukti baru adanya dampak pemanasan global terhadap gletser Antartika yang memang terbilang sensitif. Para peneliti  ini menemukan data yang diambil dari inti es yang menunjukkan pencairan es musim panas kini telah 10 kali lebih intens selama 50 tahun terakhir dibandingkan dengan 600 tahun yang lalu.

Pemimpin penelitian, Nerilie Abram , dan timnya menemukan, saat ini suhu secara bertahap meningkat  1,6 derajat Celsius selama 600 tahun. Laju pencairan es yang terjadi juga merupakan yang paling intens selama 50 tahun terakhir.  Robert Mulvaney, dari British Antarctic Survey, mengatakan, peningkatan pencairan es ini mungkin bertanggung jawab atas penurunan jumlah gletser yang dramatis dari Antartika selama 50 tahun terakhir (http://www.metrotvnews.com/tekno/read/2013/04/16/13/147093/Es-di-Antartika-Meleleh-Semakin-Cepat).**




Tidak ada komentar:

Posting Komentar