5/27/2013

Kepolisian Bakal Sebar Pos “Anti-kekerasan Ahmadiyah”



“Kapolda Jabar: Pos mobile ini akan ada selama 24 jam, ditempatkan di sekitar lingkungan tempat tinggal jamaah Ahmadiyah, sehingga tercipta rasa aman bagi para jamaah Ahmadiyah”

Persoalan Ahmadiyah akan selesai jika aksi kekerasan terhadap mereka bisa dicegah, seraya melakukan pembinaan terus menerus kepada mereka. Dua langkah tersebut diungkapkan Gubernur Jawa Barat (Jabar), Ahmad Heryawan (Aher), sebagai langkah strategis untuk mengatasi masalah kekerasan kepada para jamaah aliran ini, terlebih setelah kasus kekerasan terhadap mereka kembali terjadi, awal Mei lalu, di Tasikalaya. Akankan persoalan selesai semudah Aher mengucapkannya?

Massa "tak jelas", demen keras-kerasan (ROL)
Menurut pria yang terpilih kembali menjadi Gubernur Jabar periode lima tahun ke depan ini, penyelesaian kasus Ahmadiyah di Jabar harus melibatkan berbagai stake holder, mulai pemerintah, kepolisian, TNI, ulama, dan tokoh masyarakat. “Kepolisian akan menjadi font liner menyiapkan langkah pengamanan sedangkan pemerintah daerah bertugas melakukan pembinaan,” ujar Aher, 17 Mei lalu ( http://www.republika.co.id/berita/nasional/pemprov-jabar/13/05/17/mmy2zj-aher-siap-strategi-khusus-atasi-kisruh-ahmadiyah).

Aher menyatakan itu setelah mendengar pemaparan pihak Kapolda Jabar mengenai konsep pencegahan perilaku perusakan masjid dan rumah jamaah Ahmadiyah di Jabar, dalam rapat koordinasi di Gedung Sate, Jumat (17/5) malam. “Kami lakukan langkah preventif melalui pos mobile," ujar Kapolda Jabar, Irjen Pol Tubagus Anis Angkawijaya. Dijelaskan Tubagus, pos mobile ini akan ada selama 24 jam, ditempatkan di sekitar lingkungan tempat tinggal jamaah Ahmadiyah, sehingga tercipta rasa aman bagi para jamaah Ahmadiyah.

Pos itu kata Tubagus, akan ditempatkan di seluruh wilayah Jabar khususnya di daerah yang paling banyak ditinggali jamaah Ahmadiyah, misalnya di Kabupaten Kuningan dan Tasikmalaya. Pos mobile tersebut nantinya akan berpindah-pindah di lingkungan jamaah Ahmadiyah yang satu ke yang lain. "Selain memberikan rasa aman kepada jamaah Ahmadiyah, kami juga berusaha melakukan pembinaan," tambah dia (http://www.republika.co.id/berita/nasional/jawa-barat-nasional/13/05/17/mmy1no-kisruh-ahmadiyah-polda-jawa-barat-buat-pos-mobile).

Kasus teranyar kekerasan terhadap jamaah Ahmadiyah terjadi di Kampung Babakan Sindang, Desa Cipakat, Kecamatan Singaparna, Tasikmalaya,Minggu dini hari (5/5/13). Satu masjid Ahmadiyah di sana dirusak dan dibakar massa tak dikenal, termasuk membakar sejumlah barang seperti sajadah dan kitab yang disimpan di dalam masjid. Asep Rahmat (45) warga setempat, mengatakan, sebelum terjadi kericuhan dia sempat melihat sekelompok orang berjumlah puluhan, sekitar pukul 03.30 WIB.

"Awalnya saya melihat ada puluhan orang datang pakai motor lalu melempari batu ke arah masjid," katanya. Selain melakukan perusakan dan pembakaran masjid, Asep mengatakan, sejumlah rumah warga sekitar masjid mengalami keusakan baik pada kaca jendela yang pecah maupun perabotan di dalam rumah. Beberapa anggota kepolisian, menurut Asep, tampak kesulitan mengendalikan aksi massa tersebut.

Beruntung kata Asep, peristiwa itu tidak sampai menimbulkan korban jiwa atau terluka. Namun warga sekitar sempat ketakutan, sambil terus mengamati kelompok orang tak dikenal itu dari kejauhan. "Warga di sini hanya melihat dari kejauhan," kata Asep yang sedang melakukan ronda malam bersama warga lainnya saat kejadian tersebut terjadi.

Sebelum beraksi di Singaparna, massa tak dikenal ini diketahui melakukan aksi yang sama di lingkungan jamaah Ahmadiyah yang ada di Kampung Kutawaringin, Desa Tenjowaringin, Kecamatan Salawu, Tasikmalaya, sekitar pukul 01.00 WIB. Kedatangan massa itu diduga karena “terpancing” adanya aktivitas pengajian di masjid Ahmadiyah Kecamatan Salawu, sejak Jumat (3/5) dan Sabtu (4/5). (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/05/05/mmbjq4-masjid-ahmadiyah-di-tasikmalaya-dibakar-massa-tak-dikenal).

Laporkan Penistaan
Menanggapi kejadian itu, Aher meminta masyarakat agar tidak main hakim sendiri. "Kekerasan yang dilakukan oleh siapa pun, atas nama apa pun, dan dimana pun harus ditindak tegas. Tidak boleh main hakim sendiri," kata Aher saat ditemui di Cirebon, Senin (6/5/13). Karena itu Aher meminta siapa pun yang memiliki bukti penistaan terhadap agama Islam yang dilakukan jamaah Ahmadiyah agar dibawa ke pengadilan atau penegak hukum. Dengan demikian, lanjut Aher, bukti-bukti tersebut dapat diproses secara hukum dan bisa mencegah terjadinya main hakim sendiri tersebut.

Akan tetapi Aher pun meminta agar jamaah Ahmadiyah mematuhi 12 poin kesepakatan yang sudah ditandatangani bersama. Poin-poin itu antara lain, jamaah Ahmadiyah sepakat untuk tidak berbeda dengan umat Islam lainnya di Indonesia, dan tidak mengelola masjid maupun tempat ibadah secara khusus; sehingga tempat ibadah itu bisa digunakan bersama umat Islam lainnya (http://www.republika.co.id/berita/nasional/pemprov-jabar/13/05/06/mmdfgk-aher-hentikan-kekerasan-terhadap-jamaah-ahmadiyah).

Atas usulan DPRD Jabar yang ingin Pemprov Jabar membuat peraturan paerah (perda) tentang Ahmadiyah dengan tujuan agar mengikat seluruh elemen masyarakat, Aher mengatakan bahwa peraturan gubernur (pergub) yang ada saat ini sudah mampu mengikat banyak pihak. "Pergub juga mengikat kok terkait larangan aktivitas, tapi bukan melarang beribadah," ujar Aher. Namun Aher mengakui, perlu ada evaluasi (http://www.republika.co.id/berita/nasional/jawa-barat-nasional/13/05/07/mmf385-aher-perda-ahmadiyah-belum-dibutuhkan).

Lebih lanjut Aher mengatakan, meski sudah ada Pergub, fatwa MUI, dan SKB Tiga Menteri yang mengatur tentang Jamaah Ahmadiyah, bukan berarti kekerasan diperbolehkan kepada siapa pun meski diduga ada pelanggaran. (http://www.republika.co.id/berita/nasional/jawa-barat-nasional/13/05/07/mmf4xu-aher-pergub-ahmadiyah-mengatur-larangan-penyebaran). Sementara itu, pihak DPRD Jabar menilai Pergub tersebut mandul, karenanya kekerasaan terhadap Ahmadiyah masih saja terjadi. "Artinya, itu kan pergub bukan perda, kalau perda melibatkan kita juga (DPRD)," kata Anggota Komisi A DPRD Jawa Barat, Deden Darmansyah (http://www.republika.co.id/berita/nasional/jawa-barat-nasional/13/05/07/mmf0c8-dprd-pergub-soal-larangan-ahmadiyah-mandul).

Bukan Islam?
Sementara itu Wakil Sekretaris Jendral (Wasekjend) Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Tengku Zulkarnaen, menegaskan, apabila pemerintah berkomitmen menyelesaikan masalah Ahmadiyah, maka lakukan sesuai cara yang telah dilakukan terhadap Ahmadiyah di negara asalnya India atau Pakistan. Yakni  dengan mengeluarkan Ahmadiyah dari pengelompokan agama Islam (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/05/09/mmisbr-mui-pemerintah-harus-lindungi-umat-islam-jangan-cuma-ahmadiyah). Mengeluarkan dari Islam? Intelektual muda Nahdatul Ulama, Zuhairi Misrawi, mengatakan,  Ahmadiyah adalah salah satu sekte dalam Islam yang muncul di Qadian dengan tokohnya Mirza Ghulam Ahmad (http://oase.kompas.com/read/2011/02/14/12050819/).

Sementara Amir Jamaah Ahmadiyah Belanda, Hibatun Noer Verhagen, mengatakan, salah satu kontroversi Ahmadiyah adalah soal kenabian Mirza Ghulam Ahmad. Al Quran kata Verhagen, mengajari kita bahwa ada dua macam nabi: nabi yang membawa hukum yang jumlahnya sekitar tiga ratusan, dan ada ribuan nabi yang tidak membawa hokum. "Nabi Muhammad SAW adalah nabi terbaik di dunia yang kitab sucinya adalah Al Quran, sedangkan Mirza Gulam Ahmad adalah nabi tanpa syariat. Dalilnya antara lain ada dalam hadis," sambung Verhagen.

Ia pun lalu mengritik Indonesia dan negara-negara Islam lain seperti Pakistan yang menurut dia melarang berdialog dengan orang Ahmadiyah. Menurut dia, sikap enggan berdialog itu bertentangan dengan ajaran Islam. Verhagen juga mengatakan, warga Ahmadiyah di Belanda tidak dikejar atau diusik, karena mereka mematuhi hukum Belanda (http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/11/04/07/lj9hb7-tuh-kan-ahmadiyah-belanda-akui-nabi-muhammad-saw-bukan-nabi-terakhir).**
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar