5/28/2013

Pendukung Interpelasi Jokowi Mulai Kocar-kacir



“FKJB: Jokowi dipilih rakyat. Suara rakyat adalah suara Tuhan. Sementara DPRD hanya mengatasnamakan wakil rakyat yang ternyata tidak mendukung rakyat”

Dua orang anggota Fraksi Partai Golkar mengundurkan diri dari pengajuan hak Interpelasi terhadap Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi). Ketua Fraksi Golkar, Ashraf Ali, mengatakan, setelah rapat pimpinan berlangsung secara tertutup, sebanyak delapan orang  dari 32 anggota (termasuk dua dari Golkar) yang semula mendukung interpelasi, mundur. Sebelumnya, diisukan juga bahwa suara anggota Fraksi Hanura Damai Sejahtera mengenai interpelasi ini, pecah. Interpelasi ini jika berhasil, akan berujung pada pemakzulan gubernur DKI.

ROL
Ashraf Ali mengatakan, alasan mundurnya beberapa anggota DPRD dalam pengajuan hak interpelasi ini karena permasalahan Kartu Jakarta Sehat (KJS) dianggap dapat diselesaikan pada level komisi. Interpelasi kata dia, diajukan hanya untuk kebijakan strategis, seraya mengelak bahwa perubahan sikap ini dikarenakan gencarnya pemberitaan media. Namun pihaknya mengaku belum mengetahui nama-nama yang mengundurkan diri  (http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/05/27/mngfz6-golkar-mundur-interpelasi-jokowi).

Menanggapi isu pecahnya suara Fraksi Hanura Damai Sejahtera, Ketua fraksi ini, Fahmi Zulfikar Hasibuan, berdalih bahwa hak interpelasi bukan berkaitan dengan fraksi, melainkan hak setiap anggota DPRD. Hal ini dikatakannya berkaitan dengan hanya lima dari delapan anggota fraksinya yang ikut menandatangani usul interpelasi terhadap program KJS.

Fahmi lalu menjelaskan alasan penandatanganan interpelasi ini, yakni untuk meminta jaminan semua pasien KJS diterima saat datang ke rumah sakit," ujarnya di Sekretariat DPRD DKI Jakarta, Senin (27/5/13). Dia mempertanyakan kesiapan infrastruktur dan fasilitas rumah sakit untuk melayani pasien. "Kalau mereka harus melayani 4,7 juta orang, dalam sebulan yang sakit sebanyak 1 persen atau 47 ribu dan yang rawat inap  50 persennya atau 22 ribu. Apakah mereka siap," ujarnya (http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/05/27/mngdbl-interpelasi-jokowi-sikap-hanura-damai-sejahtera-terpecah).

Sementara itu, suara-suara penentang upaya pemakzulan Jokowi muncul dimana-mana. Berbarengan dengan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di Bundaran HI, Ahad (26/5), sekitar 50 orang yang tergabung dalam Forum Komunikasi Jakarta Baru (FKJB), menggelar aksi unjuk rasa menentang upaya DPRD tersebut. Mereka menggelar kain putih sepanjang 10 meter untuk pengumpulan tanda tangan. Warga yang sedang menikmati car free day di bundaran HI, terlihat antusias membubuhkan tanda tangan pada kain tersebut. 

Ketua FKJB, Irwan Setiadi, mengatakan, aksi ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa rakyat masih mendukung Jokowi. "Jokowi dipilih rakyat. Suara rakyat adalah suara Tuhan. Sementara DPRD hanya mengatasnamakan wakil rakyat yang ternyata tidak mendukung rakyat," ujar Irwan seperti dilansir situs beritajakarta. Dikatakan Irwan, anggota DPRD DKI sebaiknya lebih fokus mendukung program-program pro rakyat yang telah dijalankan Jokowi. Untuk itu, katanya, DPRD jangan mempolitisasi setiap kendala yang dialami Pemprov DKI dalam pelaksanaan program-program pembangunan untuk kesejahteraan rakyat Jakarta. Jika hak interpelasi masih tetap dilakukan, sambungnya, warga akan menduduki gedung DPRD DKI sebagai simbol perlawanan terhadap wakil rakyat. "Sepuluh ribu orang akan kita kerahkan," ancamnya (http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/05/26/mnehlb-dukung-jokowi-warga-ancam-duduki-dprd).

Sebelumnya, Organisasi Masyarakat (Ormas) Persatuan Indonesia (PERINDO) juga menentang upaya pemakzulan Jokowi. “Kami melihat  kehadiran Jokowi membatasi gerak oknum-oknum DPRD yang suka bermain-main  dengan kebijakan dan anggaran,” kata Andi Saiful Haq, Wakil Ketua Umum Perindo, Jumat (24/5).  Dia menambahkan seharusnya DPRD mendukung kebijakan yang memperhatikan rakyat kecil, bukan malah sibuk memikirkan bagaimana menyingkirkan Jokowi. Dia juga menyinggung ihwal  upaya pengerahan korban relokasi untuk menyingkirkan Jokowi sebagai tindakan pengecut yang harus dilawan. “Ini sudah melampaui batas dan kami akan mengadakan perlawanan terhadap upaya-upaya semacam ini,” kata Saiful (http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/13/05/25/mnbrhr-perindo-lawan-pemakzulan-jokowi-oleh-dprd-dki-jakarata).

Ide menginterpelasi Jokowi muncul ketika 16 rumah sakit (RS) swasta, mundur dari program KJS. Namun pada Kamis (23/5), setelah Komisi E mengadakan rapat dengan ke-16 RS tersebut, mereka akhirnya menyatakan siap melayani KJS. "Ke-14 rumah sakit membantah pengunduran diri dari KJS karena belum pernah mengirimkan surat (pengunduran diri)," ujar Politikus PDIP Perjuangan, Dwi Rio, kepada Republika, Ahad (26/5). Sedangkan dua RS yang bahkan telah melayangkan surat pengunduran diri, akhirnya bersedia kembali melayani KJS. Dengan begitu kata Dwi, tidak perlu lagi ada interpelasi (http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/05/26/mne9ti-interpelasi-untuk-jokowi-bakal-ditentang-masyarakat).

Karena itu, ujarnya, jika anggota DPRD tetap ingin melanjutkan pengajuan hak interpelasi, maka hal itu lebih bermuatan politik. Sebab, kata dia, secara logika masyarakat akan menganggap bahwa DPRD justru ingin menjegal program kerakyatan. Dia lalu mengutip hasil survei Indopolink yang menyebutkan sebanyak 85 persen warga mengaku puas terhadap program KJS. Artinya kata dia, program tersebut adalah program yang pro rakyat dan dibutuhkan masyarakat  (http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/05/25/mncp041-interpelasi-jokowi-soal-kjs-bermuatan-politis).

Sebelumnya, sebanyak 32 anggota DPRD (dari 99 anggota) telah menandatangani pengajuan hak interpelasi, berkaitan dengan isu mundurnya 16 RS swasta dari program KJS yang dikhawatirkan pihak DPRD dapat menghambat pelayanan kesehatan terhadap warga. Ketua Badan Kehormatan DPRD DKI Jakarta, Aliman Aat, mengatakan, hak interpelasi merupakan hak bertanya mengenai kebijakan gubernur oleh anggota dewan jika terjadi masalah. 

"Kami hanya tinggal menunggu setengah dari jumlah anggota DPRD (menandatangani hak interpelasi), kemudian diajukan pada pimpinan DPRD," ujarnya kepada Republika, Ahad (26/5). "Kalau gubernur tidak mau diinterpelasi, hapus saja hak dan kewajibannya, kalau perlu DPRD juga dihapus," ujarnya. Menurut Aliman yang berasal dari Fraksi Partai Demokrat (FPD), selama ini Jokowi hanya berbicara pada media. Dia juga sibuk bekerja melayani masyarakat (http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/05/26/mndx0x-dprd-ngotot-jokowi-harus-diinterpelasi).

Menanggapi hal ini, Jokowi seperti biasanya, santai. "Santai saja, biasa saja. Kalau pingin ada yang dijelasin, kita akan jelaskan," ujar Jokowi. Ia pun menilai wajar reaksi yang diambil sebagian anggota DPRD DKI, terlebih salah satu tugas lembaga legislatif memang menilai dan mengontrol kinerja eksekutif. "DPR mau impeachment ya silakan, saya siap saja kok. Karena DPRD ada hak budgeting, hak interpelasi dan banyak lagi," katanya (http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/05/25/mnbq85-rencana-interpelasi-dprd-jokowi-santai-saja). Sementara itu sang wakil, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), juga seperti biasa, menanggapi dengan meledak-ledak. “Semua hak tanya itu biasa. Lagian mana bisa dewan melakukan pemecatan. Itu namanya pemakzulan. Kalau cuma mau bertanya, ya panggil kita saja. Hak nanya saja belagu begitu. Kok pakai kumpulin tanda tangan segala," ungkapnya (http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/05/25/mnaofw-ahok-dprd-gayagayaan-saja).

Namun Jokowi sempat meminta agar program KJS tidak diganggu baik secara politis maupun nonpolitis. "KJS ini sangat dibutuhkan masyarakat, jadi jangan ada yang ganggu-ganggu," kata Jokowi di Jakarta, Jumat (24/5). Dikatakan Jokowi, tidak boleh ada yang membuat KJS memiliki persepsi sebagai produk yang gagal (http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/13/05/25/mnbrhr-perindo-lawan-pemakzulan-jokowi-oleh-dprd-dki-jakarata).

Ancaman pengajuan interpelasi terhadap Jokowi ini disampaikan seusai rapat dengar pendapat antara DPRD, Dinas Kesehatan DKI Jakarta, dan ke-16 RS swasta yang diisukan mengundurkan diri dari program KJS. Sementara itu di kalangan wartawan, beredar pesan singkat nama-nama anggota DPRD yang telah menandatangani hak interpelasi, mayoritas berasal dari FPD. Di antara ke-32 nama itu, seperti sudah diduga ada nama Habib Alaydrus (FPD). Habib pernah meramaikan media sosial ketika rekaman video talk show di satu stasiun TV lokal Jakarta yang diunduh ke Youtube (lihat: http://www.youtube.com/watch?v=Rjnu0WLyUoU), di-share banyak orang di Facebook. Dalam talk show itu, Habib dimaki-maki warga via telepon, karena opininya yang cenderung menjelek-jelekan hasil kerja Jokowi (http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/05/26/mndwew-beredar-32-nama-anggota-dprd-pengusung-interpelasi-jokowi).**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar