5/16/2013

Ketika Leopard Jerman Mengaum Lebih Kencang


Dengan alasan masalah hak asasi manusia (HAM), parlemen Belanda akhirnya menolak pemintaan Indonesia yang ingin membeli tank Leopard. Tak menyerah, Indonesia merayu Jerman, dan berhasil. Pemerintah negara tersebut pada Rabu (8/5/13) setuju menjual 104 tank bekasnya itu kepada Indonesia.

Leopard (ROL)
Seperti dinyatakan juru bicara kementerian ekonominya yang dilansir AFP, Kanselir Jerman, Angela Merkel,memberi lampu hijau kepada pembuat senjata yang berpusat di Dusseldorf, Rheinmetall AG, untuk menjual tank Main Battle Tank (MBT) itu kepada Jakarta.  Ia menyatakan harga keseluruhan sekitar 3,3 juta euro (sekitar Rp 43 miliar), dengan menunjukkan bahwa lebih dari 100 tank tempur Leopard 2 dan kendaraan lain itu adalah bekas pakai.

Pengiriman itu termasuk 104 tank Leopard 2, 50 kendaraan tempur infanteri Marder 1A2 serta amunisi, dan 10 tank lainnya yang berkemampuan digunakan di medan pegunungan, memasang jembatan, dan menggusur tanah lapis baja. Indonesia pertama kali meminta tank itu pada 2012 saat kunjungan Merkel ke Jakarta.  Waktu itu Merkel minta Indonesia berjanji tidak menggunakannya terhadap rakyat.

Juru bicara Merkel, Steffen Seibert, menyebut, Indonesia adalah mitra penting. "Indonesia dalam pandangan pemerintah Jerman, sejak 1998 mengalami perubahan politik mendalam menuju sistem politik demokratis, dan berlangsung terus," katanya. (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/05/09/mmho7l-jerman-akan-jual-164-tank-bekas-ke-indonesia). Jerman merupakan eksportir senjata ketiga terbesar di dunia setelah Amerika Serikat (AS) dan Rusia. Berdasarkan laporan Amnesti Internasional, persenjataan Jerman—termasuk senjata kecil, amunisi, dan kendaraan militer—dikerahkan besar-besaran ke Timur Tengah dan Afrika Utara (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/05/12/mmojve-indonesia-borong-104-tank-dari-jerman).

Pada November 2012, Wakil Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, mengatakan, Merkel memberi alasan mengapa mau menjual perangkat perang itu ke Indonesia. Indonesia menurut Merkel, bukan negara pengutang dan pertumbuhan ekonominya terus meningkat. Indonesia juga dipandang bukan pelanggar HAM. Sjafrie bertemu Merkel pada kunjungan kerja ke Jerman, 17-24 September 2012. Mengutip Merkel, Sjafrie mengatakan, tidak ada negara yang bisa mendikte Jerman pada perdagangan sistem senjata. Jerman dapat dengan bebas menawarkan produk-produknya ke negara yang tepat (http://www.republika.co.id/berita/en/national-politics/12/09/19/malvj8-minister-three-reasons-why-germany-sells-its-tanks-to-indonesia).

Mengenai pembelian tank Leopard ini,  Ketua Komisi I DPR RI, Mahfudz Siddiq, mengatakan, Leopard Jerman lebih murah dan memiliki kualitas baik. "Jerman adalah negara yang memproduksi langsung, sedang Belanda bukan sehingga menjadi mahal," kata Mahfudz. Komisi I sebenarnya sempat mengkritisi pembelian tersebut. “Tapi setelah dijelaskan, kita menyetujui karena sesuai persyaratan," ungkap Wakil Ketua Komisi I, TB Hasanuddin, pada Selasa (28/8/12). Persyaratan itu antara lain: pembeliannya murni  government to government— tidak melibatkan makelar/rekanan/pihak ketiga,  melakukan transfer teknologi, dan membeli baru dari Jerman buka beli bekas dari Belanda (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/08/24/m995a5-kemhan-emoh-beli-tank-bekas-belanda/http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/08/28/m9g655-komisi-i-setujui-pembelian-leopard-jerman). Meskipun syarat terakhir ini meleset tampaknya (?).

Sempat muncul anggapan bahwa pembelian sejumlah alat utama sistem persenjataan (Alutsista) tidak sesuai kebutuhan. Kasubdit Pendayagunaan Industri, Direktorat Teknologi dan Industri Pertahanan Kemenhan, Kolonel Gita Amperiawan, menolak anggapan itu. Pembelian sejumlah alutsista kata dia, akan menambah kemandirian Indonesia dalam hal pengadaan dan perawatannya, sebab pembelian dilakukan secara transfer of technology (TOT). Dengan cara ini, pihaknya menargetkan tahun untuk PT Pindad, PT PAL, dan Dirgantara Indonesia, mampu memproduksi dan merawat sendiri alutsista (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/07/10/m6xuj0-tni-klaim-pembelian-leopard-sesuai-kebutuhan).

Sesuai rencana, dua tank Leopard dari rencana kedatangan 44 unit lainnya pada November 2012, tiba di pelabuhan Tanjung Priok, 5 November 2012. Tank ini tiba dengan menggunakan kapal pengangkut BBC Kelan Monrovia. Hari itu juga, tank Leopard ini dijajal dari Priok menuju Hall D PRJ Kemayoran. Robby Ardiansyah, ang­gota Ba­talyon Kavaleri (Yonkav) 1 Kostrad TNI AD saat ditemui di sana mengatakan, kedua tank tersebut saat ini masih dalam pengawasan mekanik Jerman. Beberapa komponennya juga belum dipasang. Karena itu, untuk mesuk pun pihak TNI belum ada yang diperkenankan.  

Tank Leopard buatan Jerman telah digunakan negara-negara Eropa. Hanya Singapura negara Asia yang telah menggunakan tank yang bisa menyelam di perairan dangkal ini. Jumlah yang dimilikinya adalah 96 tank bekas Jerman termasuk 30 tank sebagai suku cadang.. Berdasarkan catatan, Jerman me­miliki 2.350 buah tank Leo­pard dari berbagai varian. Dari jumlah itu, hanya 408 yang aktif digunakan. Sisanya disimpan dan dijual paska perang dingin.

Belanda memiliki 445 tank Leo­pard. Hanya 82 yang aktif dan 26 masih di gudang penyim­pa­nan, serta 1 buah tank rusak. Be­landa juga banyak menjual tank jenis ini paska perang dingin. Negara-negara lain yang me­mi­liki Leopard 2 adalah Austria, Kanada, Chili, Denmark, Finlandia, Norwegia, Polandia, Portugal, Singapura, Spanyol, Turki, dan Yunani. Kebanyakan merupakan eks Jerman, sisanya Belanda (http://www.rmol.co/read/2012/11/09/84637/Tank-Leopard-Dijajal-Jalan-Ke-Kemayoran-).

Keputusan membeli dari Jerman dilakukan setelah kesepakatan pembelian 100 unit tank Leopard dari Belanda tidak juga mendapat restu Parlemen Belanda. Padahal Indonesia sudah menunggu 8-9 bulan. Pemerintah Belanda tadinya berencana menjual tank-tanknya untuk membangun pesawat tanpa awak. Namun mayoritas partai di parlemen menentang kesepakatan itu karena Indonesia dianggap memiliki jejak rekam buruk dalam HAM, terutama di Papua.

Pengamat dari Clingendael international institute, Kees Homan, merasa cukup yakin hubungan Belanda dan mantan koloninya ini akan rusak akibat keengganan parlemen tersebut. "Tapi Indonesia akan menghormati keputusan parlemen," ujarnya. Menteri Luar Negeri Belanda, Uri Rosenthal, dikutip Volkskrant, mengatakan, hubungan telah tergores. Ia menyatakan akan melakukan upaya untuk memperbaiki kembali.  (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/07/04/m6lk45-indonesia-batalkan-pembelian-tank-belanda).

Peluang yang diberikan Jerman, terkait penjualan tank Leopard, menurut pakar hubungan internasional Teuku Rezasyah, bisa meningkatkan daya tawar Indonesia secara global. Posisi tawar Indonesia menjadi meningkat di mata  negara-negara pemasok alat sejenis seperti AS, Cina, atau Korea Selatan. Ke depannya, lanjut Teuku,  akan memudahkan transaksi imbal beli, kerja sama riset dan pengembangan, termasuk mekanisme pelayanan purna jual, dan keterlibatan industri strategis," kata Teuku, di Jakarta, Rabu (15/6). (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/05/16/mmvbkt-pembelian-tank-jerman-perkuat-posisi-indonesia).

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) seusai melakukan pertemuan bilateral dengan Merkel, 10 Juli 2010, yang menghasilkan kesepakatan pembelian tank Leopard, mengatakan, tank ini memang diperlukan untuk menjaga kedaulatan dan pertahanan nasional. "Saya pastikan semua terbuka dan transparan, kami tidak pernah menggunakan tank tempur untuk menembaki rakyat kami," kata SBY (http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/12/07/10/m6y1b1-presiden-pengadaan-leopard-jerman-terbuka-dan-transparan).**



Tidak ada komentar:

Posting Komentar