5/28/2013

60 Ribu Agen Asing Berkeliaran di Indonesia



“Ketika Duta Besar AS mengakui izin terbang pesawat itu sudah kadaluwarsa, Menhan Purnomo Yusgiantoro justru mengatakan pesawat tersebut memiliki izin mendarat”

Beberapa tahun lalu, Jendral (purn) Ryamizard Ryacudu, mantan kepala staf TNI Angkatan Darat (AD), mengatakan, ada 60 ribu agen asing berkeliaran di Indonesia. Mengenai hal ini, Staf Ahli Menteri Pertahanan (Menhan), Mayjen TNI Hartind Asrin, menjelaskan, meski pernyataan tersebut hanya berbentuk opini publik, namun bukan berarti data itu tidak valid.

ROL
"Boleh jadi jumlah mereka mencapai angka tersebut. Kita semua harus waspada," ujarnya saat dihubungi Republika Senin (27/5) malam,. Untuk penanganan intel tersebut, kata Hartind, “bola” ada di tangan Badan Intelijen Nasional (BIN). Sedangkan, pemerintah hanya sebatas membuat kebijakan. Menurutnya, mereka (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/05/28/mnhbnw-kemenhan-boleh-jadi-jumlah-intel-asing-memang-60-ribu-orang).

Menanggapi hal ini, Anggota Komisi I DPR RI, Saifullah Tamliha, sampai menyarankan agar Istana Negara RI lebih waspada. Dia mengimbau agar pembicaraan di lingkungan Istana sebaiknya menggunakan sandi, agar asing terutama AS dan Israel, tidak bisa menyadap informasi rahasia. Tidak ada yang bisa menjamin, kata Saifullah, bahwa istana steril dari agen intelijen asing. Dia pun mengimbau pemerintah segera membuat Rancangan Undang-undang (RUU) tentang  kerahasiaan negara, agar pemerintah dapat menindak agen-agen asing (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/05/27/mngfmo-istana-diminta-berbicara-dengan-sandi).

Wacana adanya praktik intelijen asing di Indonesia mencuat ketika pada Senin (20/5/13), TNI Angkatan Udara (AU) menahan pesawat militer AS jenis Dornier seri 328, yang mendarat di Bandara Sultan Iskandar Muda Blang Bintang, Aceh. Pesawat ini membawa lima awak militer AS: Tutle Colton Timothy (pilot), Priest Chyntia Ellizabeth (kopilot), Faire Loren Mattjew, Moreno David Antonio, dan Sanchez Gaona Diego.

Pesawat bernomor registrasi US 305 ini tertangkap radar dan mendarat sekitar pukul 14.00. Danlanud Sultan Iskandar Muda, Kolonel Supri Abu, mengatakan, pesawat ini terpaksa mendarat karena kehabisan bahan bakar. TNI AU lalu mebebaskan pesawat AS itu beserta kelima awaknya (http://www.republika.co.id/berita/koran/news-update/13/05/21/mn5nq3-dpr-waspadai-intelijen-as). "Mereka memasuki wilayah Indonesia tanpa izin namun dari hasil penyelidikan kami tidak ada maksud lain. Artinya pesawat AS itu memang kesasar," kata Supri Abu (http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/13/05/22/mn5c2t-pesawat-as-itu-memang-kesasar).

Mengenai insiden tersebut, AS melalui keterangan duta besarnya untuk Indonesia, Scot Marciel, telah mengakui adanya kesalahan. Mereka, katanya, terpaksa mendaratkan pesawatnya di Bandara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh. "Kesalahan itu ada di pihak kami," katanya. Marciel menerangkan, awak pesawat itu semula menduga izin terbang di kawasan Indonesia masih berlaku, namun ternyata sudah kadaluwarsa. Pesawat militer AS ini dikabarkan berangkat dari Maladewa menuju Singapura, namun terpaksa mendarat di Aceh dengan dalih kehabisan bahan bakar (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/05/21/mn5jxq-as-akui-pesawat-militernya-langgar-wilayah-udara-indonesia).

Anehnya, ketika Duta Besar AS sudah mengakui izin terbang pesawat itu sudah kadaluwarsa, Menhan Purnomo Yusgiantoro justru mengatakan pesawat tersebut memiliki izin mendarat. "Mereka punya izin tapi datang lebih cepat," katanya di Istana Negara, Selasa (21/5). Purnomo mengatakan, peristiwa tersebut bukan persoalan besar karena bisa diselesaikan di lapangan (http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/13/05/21/mn4xdw-menhan-pesawat-as-di-aceh-punya-izin). Akan tetapi, sejumlah pihak di Indonesia, mencurigai pendaratan pesawat militer AS itu bukan tanpa sengaja.

Di luar dugaan miring tentang pesawat AS yang “nyasar” tersebut, yang telah dibantah Menhan mengandung unsur mata-mata, Kementerian Pertahanan (kemenhan) yang dipimpinnya sebelumnya menyebutkan mengenai adanya aktivitas intelijen asing (mata-mata) yang terendus di Papua. Mereka seperti dikatakan Hartind, menyamar dalam berbagai profesi seperti aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), wartawan, dan peneliti. Kemenhan bahkan kemudian mengaku sudah berhasil menjaring beberapa nama yang terindikasi bekerja kepada asing untuk membobol informasi soal negara.

Namun antara Kemenhan dan Kemenko Polhukam (Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan) Republik Indonesia (RI), tampaknya belum “janjian”. Menteri koordinator (Menko) Polhukam, Djoko Suyanto, mengatakan, jajaranya belum mencapai informasi terkait adanya langkah Kemenhan yang mengaku telah mengetahui jaringan agen asing di Indonesia. "Pak Pur (Purnomo Yusgiantoro, Menteri Pertahanan) belum pernah rundingkan dengan saya," kata Djoko, kepada Republika, Senin (27/5). (http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/13/05/27/mngohr-komentar-menko-polhukam-soal-matamata-asing / http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/05/27/mngf65-pemerintah-harus-berani-tangkap-agen-asing).

Aceh dan Papua Jadi Sasaran
Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP), Hidayat Nur Wahid, menduga, intelijen asing memang tengah membidik wilayah Aceh dan Papua sebagai wilayah perbatasan negara yang potensial akan sumber daya alam. Karenanya kata Hidayat, pemerintah harus lebih serius menjaga wilayah terdepan Indonesia ini. “Wilayah Papua dan Aceh menjadi wilayah yang banyak didiami intelijen asing,” kata Hidayat kepada Republika, Rabu (22/5). Intelijen asing ini kata dia, juga kerap mencampuri politik dalam negeri. Tak heran jika kedua wilayah ini sering dilanda gesekan politik dan separatisme.

Ihwal pesawat AS yang “nyasar” ke Aceh, pengamat intelijen, Wawan Purwanto, menyarankan  pemerintah agar meminta penjelasan dari Amerika Serikat (AS). “Alasan habis bahan bakar atau keliru soal izin, kurang bisa dicerna,” ujarnya, Rabu (22/5). Wawan menjelaskan, awak militer AS memiliki tingkat keterampilan tinggi dalam memperhitungkan segala hal, termasuk soal persedian bahan bakar. Di samping itu, pesawat militer AS juga bukan rahasia lagi sudah dilengkapi beragam fitur teknologi super canggih. Sehingga, kealpaan soal perhitungan jarak dan bahan bakar yang tersedia hampir mustahil.

Wawan lalu mengingatkan pada peristiwa 2009, ketika ada “benda asing” yang menjadikan pesawat militer Indonesia yang sedang melakukan peragaan armada perang di Makassar, sebagai sasaran tembak. “Benda asing” itu bisa dipastikan merupakan pesawat militer luar negeri. Beruntung, penembakan urung terjadi dan pesawat misterius kemudian menghilang. “Itu membuktikan ada pesawat pengintai sedang hilir mudik di langit Indonesia,” jelas dia. Pada tahun 2010, laman Wikileaks pernah merilis 3.059 dokumen rahasia AS yang terkait Indonesia. Dari dokumem itu terungkap sisi kepentingan AS pada sejumlah isu dalam negeri, di antaranya soal Pemilu Presiden 2004, masalah Timor Timur, dan TNI (http://www.republika.co.id/berita/koran/news-update/13/05/23/mn7m1r-intelijen-asing-bidik-aceh-dan-papua).

Sementara itu , pengamat Papua dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adriana Elisabeth, saat dihubungi, Selasa (28/5), mengatakan, penindakan terhadap agen-agen intelijen asing yang menyusup ke Indonesia, lemah. Sistem intelijen di negara ini kata dia, butuh penataan; masih terlalu bertumpu pada instansi yang membidangi urusan hankam seperti TNI dan Polisi. Di AS dan Inggris, kata Adriana, intelijen bekerja secara lebih terintegrasi karena banyak  memberdayakan masyarakat sipil. “Intelijen itu kan bekerja di semua lini,” imbuhnya. Adriana juga mengatakan, di Indonesia informasi masih belum terlalu dihargai. Sementara di luar negeri sana, informasi sekecil apa pun sangat berarti.

Mengenai kemungkinan adanya aktivitas intelijen asing di Papua,  Adriana tidak menampik. Ada banyak aktor internasional yang memiliki kepentingan dan terlibat dalam berbagai persoalan di Papua, kata Adriana. Dia lantas menyebutkan bahwa  gerakan masyarakat sipil di Papua saat ini, baik yang pro-NKRI maupun pro-OPM, semakin tertata dan solid (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/05/28/mniabr-sistem-intelijen-indonesia-perlu-penataan).**




Tidak ada komentar:

Posting Komentar