5/29/2013

Rumah, Tempat “Aman” bagi Remaja Lakukan Seks Bebas



Penelitian yang dilakukan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) mengungkapkan, sebanyak 85 persen remaja usia 13-15 tahun mengaku melakukan hubungan seks pertama kali dengan pacar mereka di rumah. Penelitian yang dilakukan pada 2005 ini melibatkan 2.488 remaja di Tasikmalaya, Cirebon, Singkawang, Palembang, dan Kupang. Sementara itu satu survei yang dilakukan pada 2011 di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali, menunjukkan, 39 persen anak baru gede (ABG) Indonesia pernah melakukan hubungan seks. Dari total 663 responden, 462 orang mengaku pernah berhubungan intim.

Rumah tetap paling "aman" bagi mereka (ROL)
Vera Itabiliana, psikolog Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia membenarkan adanya kecenderungan para ABG ini melakukan hubungan seks di rumah, daripada di tempat lain. Rumah, kata Vera, merupakan tempat paling aman baik dari sudut pandang anak  maupun orang tua. Orang tua terlalu percaya dan menganggap anak-anaknya akan aman sejauh mereka tetap berada di rumah. Dengan ruang yang terbatas, lanjut Vera, seolah-olah tidak mungkin anak-anak berani berbuat aneh-aneh.

Sebaliknya, secara versi anak, rumah juga tempat paling aman melakukan apa pun. ''Mereka hapal betul bagaimana gerak-gerik, bahkan seluk-beluk orang-orang di rumah, termasuk jam-jam berapa suasana rumah sepi. Makanya, anak-anak memilih rumah sebagai tempat aman untuk melakukan apa pun, termasuk kemungkinan melakukan perbuatan seks,'' papar Vera.

Dikatakan Vera, solusinya bukan dengan membatasi ruang gerak anak, melainkan mengomunikasikan kepada anak perihal seks. Jika menutup diri, ujar Vera, anak akan mencari informasi dari luar dengan risiko yang lebih tinggi. ''Jelaskan bahwa seks itu hanya dilakukan orang yang sudah menikah, jika dilakukan bisa hamil, jika dilakukan dengan sembarangan berisiko HIV, penyakit kelamin, dan penyakit bahaya lainnya. Bila anak paham tentang seks dan segala risikonya, mulai moral agama hingga yang bersifat fisik, kata Vera, mereka tidak akan berani melakukan perbuatan yang penuh risiko itu (http://www.republika.co.id/berita/humaira/samara/13/05/28/mng2qb-waspadalah-ini-tempat-teraman-remaja-lakukan-seks-bebas).

Kepada anak-anak yang mulai besar ini, Vera juga menyarankan agar orang tua mulai memberikan aturan atau batasan-batasan. Misalkan, larangan membawa teman ke kamar, bahkan dengan yang sejenis pun. Ini juga untuk mengindari rasa suka antar sesama jenis. Upayakan tidak memberi fasilitas komputer berinternet, televisi, bahkan play station dan telepon di dalam kamar anak. ''Media-media ini berpotensi bagi anak untuk melihat hal-hal berbau pornografi,'' ungkapnya.

Vera mengingatkan para orang tua agar berusaha mengenal dan dekat dengan teman-teman si anak. ''Kalau orang tua sudah dekat, teman-teman si anak bakal segan dan tidak berani berbuat aneh-aneh,'' ujar dia. Bagi yang kedua orang tuanya bekerja, tidak ada salahnya kata Vera, menyibukkan anak dengan berbagai kegiatan di luar sekolah, termasuk les-les. ''Kalau anak-anak banyak kegiatan, sampai di rumah biasanya sudah capek.” (http://www.republika.co.id/berita/humaira/samara/13/05/27/mng2js-hindarkan-anak-dari-seks-bebas-ini-kiatnya).

Ihwal seks pra nikah di Indonesia, survei DKT pada Mei 2011 di lima kota besar tersebut, mengungkapkan, 462 dari 663 responden (39 persen) yang mengaku sudah melakukan hubungan seks ini, berusia antara 15-19 tahun. Sedangkan, sebanyak 61 persen sisanya berusia 20-25 tahun. “Survei ini memang tidak mewakili populasi. Tapi, paling tidak kita bisa menjadikan hasil survei ini sebagai acuan bagaimana perilaku seksual para remaja sekitar kita,'' ujar Country Director DKT, Todd Callahan, ketika itu.

Usia rata-rata pertama kali berhubungan seksual adalah 19 tahun. Enam persen pelaku seks adalah pelajar SMP dan SMA. Sebanyak 31 persen adalah kalangan mahasiswa. Para pelaku umumnya berasal dari keluarga golongan menengah dengan pengeluaran rata-rata Rp 1,5 juta sampai Rp 2,5 juta per bulan (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/12/06/lvro0q-39-persen-abg-pernah-berhubungan-seks).

Berbagai fenomena seks pranikah belakangan ini didukung oleh fakta usia anak pacaran saat ini semakin muda dibanding 10 tahun yang lalu. Parahnya, gaya pacarannya pun semakin agresif; tidak hanya bertamu tetapi juga mengarah pada hubungan seks. Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah, Yogyakarta, Hikmah Sobri, dalam Seminar Gerakan Advokasi Perempuan dan Anak Menuju Keluarga Sakinah, Januari 2013 lalu, mengutip data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak.

Disebutkan oleh data tersebut bahwa remaja SMP tercatat 62,7 persen sudah tidak perawan, dan sebanyak 21,2 persen remaja mengaku pernah aborsi. Perilaku seks bebas remaja ini tidak pandang bulu; tersebar di kota dan di desa dengan ekonomi kaya dan miskin. Remaja mengaku melakukan hubungan seks pranikah tanpa alat kontrasepsi dan dilakukan di rumahnya sendiri. Menurut Hikmah, penyebabnya antara lain karena pribadi anak remaja lemah, budaya anak remaja perempuan takut laki-laki, perempuan tidak tegas, daya kritis sosial menurun, perhatian dan pendidikan orang tua terhadap anak lemah. Ditambah lagi anak ramaja saat ini melihat tayangan televisi yang tidak sehat, dan mengakses situs porno (http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/parenting/13/01/06/mg6ckk-remaja-indonesia-yang-terkontaminasi-seks-bebas-tinggi).

Ketua Youth Forum Provinsi DIY, Trianina Arini, berpendapat, ada kecenderungan seks bebas di kalangan pelajar SMP lebih parah dibanding pelajar SMA. Ini kata Trianina karena pengetahuan siswa SMP mengenai pornografi dan pornoaksi masih sangat minim. Berbeda dengan pelajar SMA yang telah memiliki Pusat Informasi Konseling (PIK) Remaja.

Dikatakan Trianina yang adalah siswa kelas I SMAN V Yogyakarta, studi kasus menunjukkan bahwa kenakalan remaja SMP cukup tinggi, termasuk kenakalan terkait seks bebas. Karena itu pada tahun ini di SMP juga akan dibentuk PIK Remaja. “Dengan adanya PIK, kita bisa mengerti dan mengetahui berbagai hal tentang seks dan reproduksi. Sehingga tidak mudah terjerumus dalam kehidupan seks bebas,” tambahnya. PIK Remaja kata Trianina, telah dibentuk sejak tahun 2007. Anggotanya terdiri dari para siswa SMA yang tergabung dalam satu komunitas Youth Forum (http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/parenting/13/01/07/mg1j3l-remaja-terjebak-seks-bebas-ini-pemicunya).

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengakui, persoalan seks bebas di kalangan remaja sudah dalam tahap mengkhawatirkan. Penelitian yang dilakukan Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) menunjukkan, perilaku seks bebas bukanlah sesuatu yang aneh dalam kehidupan remaja Indonesia saat ini. "Ini harus segera ditangani  karena jumlah remaja mencapai 26,7 persen dari total penduduk," kata Plt Kepala BKKBN, Subagyo, Desember 2013 lalu. Sebagai gambaran, total remaja di Indonesia mancapai sekitar 62 juta.  Sebanyak 36 persen di antaranya, yakni sekitar 21 juta remaja, telah berhubungan seks (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/12/21/mfd48l-wah-21-juta-remaja-indonesia-sudah-berhubungan-seks).

Sementara itu dokter dari Forum Muslimah untuk Indonesia Sehat, Rini, mengatakan, kebijakan pemerintah dalam pencegahan perkawinan dini atau usia muda yang masih diberlakukan hingga sekarang, justru menjadi salah satu faktor pemicu perilaku seks bebas. "Pemerintah harusnya melakukan langkah-langkah pencegahan bagi terjadinya model dan gaya hidup seks bebas, tapi yang dicegah justru perkawinan dini," kata lulusan Fakultas Kedokteran UI ini (http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/09/06/04/54190-indonesia-dalam-cengkraman-seks-bebas).**



Tidak ada komentar:

Posting Komentar