4/03/2013

Potensi Zakat Indonesia Rp 213 Triliun per Tahun



“Di tengah upaya Baznas mengejar target Rp 3 Triliun pada 2013, sejumlah lembaga amil zakat (LAZ) masih menanti keputusan MK soal uji materi UU No.23/2011, yang beberapa pasalnya dianggap akan mematikan LAZ”

Rp 213 triliun per tahun, begitulah potensi zakat masyarakat Indonesia. Namun rupanya Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) belum bisa memaksimalkan perolehannya. Ketua Baznas, Prof. KH Didin Hafidhuddin, mengungkapkan, perolehan tahun 2011 hanya Rp 1,7 triliun, 2012 Rp 2,3 triliun. Tahun 2013 pun Baznas menargetkan naik "tipis" saja yakni Rp 3 triliun.
2,5 persen saja dari penghasilan (Islam.ru)

Angka-angka ini juga termasuk infak dan sedekah yang terkumpul dari semua organisasi pengelola zakat, antara lain dari lembaga-lembaga amil zakat (LAZ). Tidak teroptimalkannya potensi tersebut kata Didin, karena zakat masih menjadi pengeluaran paling buntut dari daftar pengeluaran keluarga. Itupun dikeluarkan kalau masih ada sisa. Jika tidak ada sisa, maka tidak membayar zakat.

"Pengeluaran zakat jangan lagi kalau ada sisa, tetapi harus menjadi urutan pertama dalam daftar pengeluaran keluarga," kata Didin pada pembukaan Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) Baznas DIY di Yogyakarta, Rabu (3/4/2013). Untuk mencapai target tersebut, Baznas mengupayakannya dengan mengangkat tokoh masyarakat sebagai duta zakat (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/04/03/mko36s-zakat-harus-dijadikan-pengeluaran-utama).

Tokoh yang diangkat sebagai duta zakat adalah Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) Kementerian Agama, Anggito Abimanyu; pendiri PT Saratoga Advisor, Sandiaga Uno, dan Presiden Direktur ESQ Leadership Center, Ary Ginanjar Agustian (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/04/02/mkmz20-potensi-zakat-umat-muslim-indonesia-belum-dimaksimalkan).

Baznas merupakan badan resmi dan satu-satunya yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan Kepres.  Tugas dan fungsinya adalah menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) pada tingkat nasional. Lahirnya UU No.23/2011 tentang Pengelolaan Zakat semakin mengukuhkan peran Baznas sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengelolaan zakat secara nasional.

Dalam UU tersebut, Baznas dinyatakan sebagai lembaga pemerintah non-struktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada presiden melalui menteri agama. Dengan demikian, Baznas bersama pemerintah bertanggung jawab mengawal pengelolaan zakat yang berasaskan: syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi dan akuntabilitas (http://www.baznas.or.id/profil/).

Di tengah upaya Baznas mencapai target Rp 3 triliun itu, sejumlah pengelola zakat masih menunggu kepastian hukum dari Mahkamah Konstitusi (MK). “Sekarang ini banyak lembaga amil zakat (LAZ) yang sedang galau,” ujar Amelia Fauziah, pengamat filantropi Islam pada satu seminar bertema “Simpang Jalan Antara Implementasi dan Realita Uji Materi UU Zakat”, Kamis (28/3).

Dengan berlarut-larutnya putusan atas uji materi UU No.23/2011  ini, kata Amelia, pengelolaan zakat di Indonesia mengalami kemunduran. Banyak lembaga-lembaga yang selama ini mengelola dana zakat berada pada kebimbangan untuk melangkah karena khawatir akan ketentuan pidana dan kriminalisasi yang diatur dalam UU tersebut (http://www.dompetdhuafa.org/2013/03/29/menanti-putusan-mk-atas-uji-materi-uu-zakat/).

Di sisi lain, Amelia menyarankan agar pemerintah membiarkan zakat dikelola LAZ, tujuannya agar tercipta masyarakat madani (civil society). Sementara UU tersebut membuat pengelolaan zakat terfokus pada Baznas. "Pengelolaan zakat kalau terlalu fokus di lembaga negara, sejarah mencatat tidak efektif," ungkap Amelia

Menurutnya, saat ini pengelolaan zakat oleh LAZ sudah berjalan baik dan menciptakan masyarakat madani. Banyak LAZ yang sudah memiliki lembaga pendidikan dan kesehatannya sendiri. Sayangnya, keberpihakan antara Baznas dan LAZ masih tidak seimbang dalam UU tersebut (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/03/29/mkffsq-dikelola-pemerintah-zakat-jadi-tak-efektif).

Sebelumnya, pada Agustus 2012, sebanyak 20 pemohon yang terdiri atas 9 LAZ dan 11 perorangan, mengajukan uji materi UU ini ke MK. Para pemohon itu a.l. Yayasan Dompet Dhuafa, Yayasan Rumah Zakat Indonesia, LPP Ziswaf Harum, Yayasan Harapan Dhuafa Banten, KSUP Sabua Ade Bima NTB dan Koperasi Serba Usaha Kembang Makmur Situbondo.

Para pemohon itu menilai, beberapa pasal pada UU No. 23/2011 ini, bertentangan dengan UUD 1945, dan dapat mematikan lebih dari 300 LAZ yang ada karena berbadan hukum yayasan. Sementara UU  tersebut menyatakan, lembaga harus terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas). Selain itu, UU yang bersifat memusatkan pengelolaan zakat ini dianggap bisa menghambat peran serta LAZ yang telah memperdayakan masyarakat dan menanggulangi kemiskinan (http://nasional.kompas.com/read/2012/10/09/19180944/Wamenag.Pengelolaan.Zakat.Harus.Libatkan.Peran.Negara).

Sementara itu, kuasa hukum Koalisi Masyarakat Zakat (Komaz), Heru Susetyo, menyebutkan, Pasal 18 ayat 2 UU tersebut menyatakan bahwa LAZ hanya bisa berdiri di atas badan hukum ormas. ”Padahal, bentuk hukum ormas sendiri hingga hari ini masih misterius. Sebab, RUU-nya sedang dibahas di DPR. Bagaimana mungkin memerintahkan kepada sesuatu yang belum jelas model dan bentuk kelembagaannya,” ungkap Heru (http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/08/17/196127/UU-Zakat-Digugat-ke-MK).

Menanggapi hal tersebut, Wakil Menteri Agama, Nasaruddin Umar, mengatakan, pembentukan Baznas tidak dapat diartikan sebagai sentralisasi pengelolaan zakat, tetapi dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna. Selain itu kata dia, pengelolaan zakat di samping terikat ketentuan syariah, juga tidak bisa mengabaikan legalitas, akuntabilitas dan sistem pengawasan.

“Tidak seorang pun dapat membantah bahwa keamanan dana zakat akan lebih terjamin jika dikelola lembaga yang memiliki otoritas dan kepastian hukum yaitu negara," kata Nasaruddin saat memberikan keterangan dari pihak pemerintah dalam sidang pengujian UU No.23/2011 tersebut, Oktober 2012 lalu. Nasaruddin menjelaskan, berdasarkan ajaran Islam, zakat tidak termasuk dalam urusan antara individu dengan Tuhan semata, namun terkait dengan hak negara dan masyarakat. pendistribusian dan pendayagunaan zakat (http://nasional.kompas.com/read/2012/10/09/19180944/Wamenag.Pengelolaan.Zakat.Harus.Libatkan.Peran.Negara).

(penyusun tulisan: ruri andayani)
 
News peg:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar