4/16/2013

Lingkaran Setan Perdagangan Opium Dunia


Dua belas tahun setelah tergulingnya rezim Taliban, Afganistan mencatat rekor produksi opium. Jika tidak ada hambatan, hasil panen tahun ini akan menempatkan Afganistan sebagai produsen 90 persen opium dunia. Dengan adanya permintaan yang tinggi di “pasar” dunia, harga opium selalu menggiurkan. Penurunan produksi justru telah membuat harganya meroket sehingga pernah menyentuh rekor 300 dolar AS per kilogram.
Opium dan anak Afganistan

Meskipun sekarang telah turun menjadi 100 dolar AS, harga ini masih tergolong  tinggi sehingga banyak petani yang mengubah lahannya untuk pertanian opium.  "Budidaya opium sudah tiga tahun sukses dan produksi semakin meningkat," ujar Kepala PBB Untuk Kejahatan dan Obat Terlarang (UNODC), Jean-Luc Lemahieu, di Afganistan, seperti dilansir The Guardian. Hanya 14 dari 34 provinsi di Afganistan yang bebas opium. Jumlah itu turun dari 20 provinsi pada 2010.

Upaya pemberantasan opium tanpa dukungan fasilitas kesehatan dan pendidikan dinilai akan mendorong kelompok pemberontak Taliban dan lainnya menolerir tanaman memabukkan tersebut. Produksi opium pun akan terus meningkat (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/04/16/mlarmt-afganistan-jadi-produsen-opium-terbesar-di-dunia).

Opium (candu) adalah bahan dasar pembuat narkotika. Dia hanya bisa dibudidayakan di pegunungan kawasan subtropis. Cara produksi awalnya adalah, buah opium(Papaver somniferum L. atau P. paeoniflorum)  yang dilukai dengan pisau sadap akan mengeluarkan getah kental berwarna putih. Setelah kering dan berubah warna menjadi cokelat, getah ini dipungut dan dipasarkan sebagai opium mentah.

Opium mentah sudah bisa diproses sederhana hingga menjadi candu siap konsumsi. Kalau getah ini diekstrak lagi, akan menghasilkan morfin. Morfin yang diekstrak lebih lanjut akan menghasilkan heroin. Limbah ekstraksi ini kalau diolah lagi akan menjadi narkotik murah seperti "sabu". Tanaman ini berasal  dari Eropa Tenggara, dan menyebar sampai Afganistan hingga "segitiga emas" perbatasan Myanmar, Thailand, dan Laos (http://id.wikipedia.org/wiki/Opium). Tanaman ini juga jamak diproduksi di sejumlah negara Amerika Latin seperti Bolivia, Peru, dan Kolumbia.

Produksi opium di Afghanistan telah menopang kebutuhan perang di sana selama 12 tahun. PBB, Senin (15/4) melaporkan, masa depan yang tidak pasti di Afghanistan pasca-ditariknya pasukan asing dari negara itu pada 2014 mendatang, menjadi salah satu pemicu peningkatan penanaman opium. "Desa-desa yang tingkat keamanannya buruk dan tidak mendapat bantuan pertanian, agaknya akan menanam candu pada 2013, dibandingkan desa yang tingkat keamanannya bagus dan menerima bantuan," sebut laporan dari UNODC, seperti dinukil dari Reuters.
Keindahan di balik derita dunia

Berdasarkan laporan UNODC dan Kementerian Anti Narkoba Afganistan, 12 provinsi diperkirakan akan menunjukkan peningkatan tanaman candu tahun ini. Daerah tersebut termasuk wilayah selatan di provinsi Kandahar dan Helmand, yang dikuasai gerilyawan Taliban.UNODC pada 2011 memperkirakan, perdagangan candu memberi penghasilan bagi Taliban sebesar 700 juta dolar AS, naik 200 juta dolar dari dasawarsa sebelumnya, sedangkan para penyelundup memperoleh miliaran lebih (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/04/15/mlayvs-afghanistan-tingkatkan-penanaman-pohon-pembuat-heroin).

Seperti dikutip dari Wikipedia (sedikit diolah, Red), Taliban adalah adalah gerakan nasionalis Islam Sunni  pendukung Pashtun yang secara efektif menguasai hampir seluruh wilayah Afghanistan sejak 1996 sampai 2001. Kelompok Taliban dibentuk pada 1994, yang (ironisnya pada awalnya) mendapat dukungan dari Amerika Serikat (AS) dan Pakistan. Dewan Keamanan PBB mengecam tindakan kelompok ini karena kejahatannya terhadap warga negara Iran dan Afghanistan (yang dianggap) melanggar HAM. Kelompok ini (awalnya) mendapat pengakuan diplomatik hanya dari tiga negara: Uni Emirat Arab, Pakistan, dan Arab Saudi, serta pemerintah Republik Chechnya Ichkeria yang tidak diakui dunia (http://id.wikipedia.org/wiki/Taliban).

Namun tentu saja pengatasnamaan Islam atas gerakan ini tidak diamini umat Islam sendiri. Apalagi diketahui perjuangan mereka dibantu dengan perdagangan opium dunia yang telah menghancurkan generasi muda di banyak negara. Ahmad Sahal menulis,  Taliban adalah rezim fundamentalis yang tabiatnya tidak ada presedennya dalam tradisi Islam. Mereka menjalankan mesin pemerintahannya dengan pemasukan pajak dari penjualan opium dan heroin.

Ahmed Rashid dalam bukunya Taliban (2000) menyebutkan, seorang pejabat tinggi Taliban berkata: membudidayakan dan berdagang opium adalah halal sejauh konsumen dan pemakainya adalah orang kafir di Barat dan bukan orang muslim di Afghan sendiri (http://islamlib.com/?site=1&aid=230&cat=content&title=kolom).

Tampaknya, ini adalah lingkaran setan yang tak akan habis-habisnya hingga kiamat tiba, karena muncul pula dugaan lembaga intelijen AS, CIA, turut mendanai penanaman opium di Afganistan. Jean-Luc Lemahieu, perwakilan UNODC di Afghanistan, mengatakan, rata-rata perdagangan opium CIA memberi keuntungan pada Afghanistan hingga 60 miliar dolar AS antara tahun 2001 dan 2010, dan berubah menjadi keuntungan untuk CIA di luar negeri hingga 600 miliar dolar AS dengan laba tahun ini (2011) merupakan rekor tertinggi antara 130-175 miliar dolar AS.

Para ahli mengatakan, keterlibatan CIA dalam perdagangan narkoba ini dimulai dari hulu hingga hilir. Selain dari sisi penyediaan benih bagi para petani opium, mereka juga  menyokong distribusinya hingga  perlindungan serta pengiriman ke luar negeri menggunakan pesawat kargo NATO.

Selama kekuasaan Taliban, seperti dikutip dari situs Arrahmah, Mohammad Omar hafidzahullah—seorang mullah/ulama besar,  menyatakan, memproduksi opium bukanlah hal islami. Fatwa sang mullah itu telah membuat upaya  pemberantas produksi heroin di Afghanistan bisa berjalan. Budidaya tanaman opium berkurang sebesar 91 persen dari perkiraan tahun sebelumnya yang mencapai 82.172 hektare.  Larangan tersebut sangat efektif sehingga Provinsi Helmand yang saat itu menyumbang lebih dari setengah dari daerah ini, tercatat tidak memproduksi opium selama 2001 (http://www.arrahmah.com/read/2011/10/12/15715-produksi-opium-di-afghanistan-yang-didanai-cia-meningkat-61.html).

Opium semula merupakan bahan baku untuk keperluan dunia medis. Sayangnya bahan ini kemudian disalahgunakan dengan dijadikan bahan pembuat narkoba. Seperti dimuat dalam BNN.go.id, getah buah opium mengandung kira-kira 20 alkaloid, sejenis morfin. Morfin dapat bekerja langsung pada sistem saraf pusat untuk menghilangkan sakit. Pada umumnya morfin diberikan pada seseorang yang untuk menghilangkan rasa sakit ketika tubuhnya dibedah. Morfin juga dijadikan obat pengurang rasa sakit pada terapi penyakit kanker.

Pada 3400 SM, tanaman poppy penghasil opium (candu) dikembangkan di Mesopotamia. Bangsa Sumeria menyebutnya Hul Gil—tanaman kegembiraan, yang kemudian menularkan pengaruh dan efek tanaman tersebut pada bangsa Assyrians. Seni mengumpulkan dan meramu opium ini berlanjut dan menyebar dari Assyrians ke Babylonia sampai ke tangan bangsa Mesir.

Efek samping kecanduan opium antara lain adalah penurunan kesadaran, euforia, rasa kantuk, lesu, dan penglihatan kabur. Opium juga mengurangi rasa lapar, merangsang batuk, dan menyebabkan konstipasi. Opium menimbulkan ketergantungan tinggi dibandingkan zat-zat lainnya, pasien opium dilaporkan menderita insomnia dan mimpi buruk. Pelambatan dan kekacauan saat berbicara, kerusakan penglihatan saat malam hari, kerusakan pada liver dan ginjal, serta meningkatkan resiko terkena virus HIV dan penyakit infeksi lainnya.

Seperti dikutip dari Bnn.go.id, beberapa turunan opium seringkali disalahgunakan: dijual di pasar dengan sembunyi-sembunyi dan menimbulkan kecanduan yang membahayakan tubuh. Mereka adalah : candu, morfin, putaw alias heroin, demerol, hingga metadon (http://m.vemale.com/kesehatan/4856-opium--boleh-kenal-tak-boleh-sayang.html).

Pemerintah Afghanistan sebenarnya sempat berhasil memberantas ladang opium hingga menjadi hanya sekitar 9.600 hektare, namun kembali dipatahkan dengan adanya pembukaan lading-ladang opium baru. Pemerintah dan organisasi internasional telah mengeluarkan miliaran dollar untuk mengajak para petani opium beralih ke gandum, delima, atau kapas.

Seperti dimuat dalam Indo WSJ, koalisi militer yang dipimpin AS tidak (mau) campur tangan dalam urusan budidaya opium. Alasannya, menyerang petani opium ditakutkan dapat meningkatkan dukungan bagi Taliban. “Keamanan dan stabilitas sudah lama mendominasi agenda. Namun korupsi dan kontra narkotika sering dilupakan,” kata Lemahieu dari UNODC.

Berdasarkan survei tersebut, tahun ini total pendapatan bersih yang diterima petani mencapai 700 juta dolar AS (Rp 6,7 triliun). Sementara itu, jumlah total bisnis obat-obatan terlarang Afghanistan tetap lebih besar. Afghanistan berkontribusi lebih dari 90 persen dalam perdagangan opium dunia, dengan keuntungan sekitar 65 miliar dolar AS (http://indo.wsj.com/posts/2012/11/21/ladang-opium-afghanistan-meluas-18/).

Sejak rezim Taliban terguling pada 2001, Afganistan terkunci dalam lingkaran setan. Uang hasil penjualan obat bius menjadi bahan bakar bagi perlawanan Taliban. Korupsi pegawai pemerintahan di bawah Presiden Hamid Karzai memperlemah kontrol pemerintah terhadap sebagian besar wilayah yang pada gilirannya memungkinkan lebih banyak opium diproduksi.

Perwakilan UNODC di Afghanistan Christina Gynna Oguz mengatakan, seringkali pedagang obat bius mampu memberi dukungan kepada petani lebih banyak dibanding pemerintah. Pemberontak memberi pinjaman lunak dengan jaminan opium yang bakal dipanen. Mereka juga menyediakan bibit tanaman poppy dan pupuk. Pemberontak bahkan mengali sumur-sumur agar poppy bisa ditanam di daerah kering.

Afghanistan sejak lama menyerukan lebih banyak bantuan untuk membasmi produksi opium. Namun kalangan diplomat dan pengamat mengatakan, Presiden Hamid Karzai gagal menangani para pejabat yang korup di pemerintahannya. Menteri Penanggulangan Narkotika Afghanistan Khodaidad pernah mengatakan, kampanye tanam pohon secara bertahap menunjukkan hasil dalam membantu para petani beralih ke jenis tanaman lain. Namun, upaya ini tak banyak berhasil di kawasan dimana Taliban kuat dan tanaman poppy banyak tumbuh (http://www.dw.de/afghanistan-kewalahan-berantas-ladang-opium/a-3111939).


Newspeg:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar