4/11/2013

DPR Keukeuh ke Luar Negeri, Ahok Manfaatkan Kunjungan Dubes



 "Marzuki Usman/Ketua DPR: Plesiran itu kalimat yang dipakai LSM yang iri hatinya, tapi nggak ada bukti kerjanya buat bangsa. Bisanya ngomong aja"

Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) kembali bereaksi. Kali ini PPI United Kingdom-Inggris (PPI UK) yang geram. Mereka menilai, niat Komisi III DPR RI melakukan kunker ke Eropa untuk studi banding mengenai Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), tidak relevan. Ketua PPI UK, Haikal Bekti Anggoro, Kamis (11/4), mengatakan, sejumlah pasal kontroversial di Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP seperti santet dan perzinahan, amat berbeda dengan apa yang ada di Eropa. 
Ahok saat ber-studi banding

Atas penolakan itu, PPI UK yang membawahi lebih dari 1,350 pelajar Indonesia di Inggris; Skotlandia, Wales; dan Irlandia Utara, telah menyurati Ketua Komisi III, Gede Pasek Suardika, via pos (http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/13/04/11/ml2lq4-pelajar-ri-di-inggris-tolak-kunjungan-dpr). Isi surat itu a.l. seharusnya DPR merevisi hukum yang berorientasi pada Belanda berdasarkan kearifan lokal Indonesia yang dipahami setelah 67 tahun merdeka, bukannya malah belajar ke negara barat seperti Inggris.

Apalagi hingga H-1 bulan menjelang rencana kunker, mereka belum memiliki agenda dan siapa-siapa saja pesertanya. PPI UK juga menyitir soal anggaran Rp 6,5 miliar untuk kunker tersebut sebagai peluang pemborosan anggaran. Disebutkan juga bahwa hasil kunker Badan Legislatif DPR November lalu ke Inggris (mengenai keinsinyuran) saja belum membuahkan hasil.

Peserta kunker ini pun diduga lebih berdasarkan asas proporsionalitas, sehingga lebih mementingkan keterwakilan partai ketimbang mengirim orang yang berkualitas. "Telekonferensi dan internet seharusnya dipertimbangkan sebagai solusi penghematan biaya," tambah dia. Belum lama ini, Tim komisi III DPR kembali menghebohkan rakyat Indonesia dengan rencana melakukan kunker ke empat negara di Eropa (Perancis, Belanda, Rusia, dan Inggris), untuk studi banding pasal santet dan perzinahan (http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/13/04/11/ml2dci-ppi-tolak-kunjungan-dpr-ke-eropa-terkait-pasal-santet).

Pada April 2012 lalu, menanggapi adanya penolakan kunker anggota DPR ke Jerman oleh PPI Jerman serta Nahdlatul Ulama (NU) cabang istimewa Jerman, Ketua Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat (BK DPR), Muhammad Prakosa, mengungkapkan, insiden penolakan kunjungan anggota DPR ke luar negeri tak sekali ini saja. Waktu itu Prakosa berencana berbicara dengan Ketua DPR, Marzuki Alie. Kata Prakorso, BK akan mencari tahu mengapa kunker anggota DPR kerap mendapat penolakan.

Waktu itu, kabar penolakan PPI Jerman itu tersebar melalui situs YouTube. Pada rekaman itu, seorang pelajar mengatakan, kedatangan mereka dengan istri telah merepotkan Kedutaan Besar RI. "Kami melihat kunjungan Bapak-Ibu yang berbondong-bondong ke luar negeri ini seperti orang kampung," kata si pelajar. "Apalagi kalau ada produk baru di sini. Kayak anak kecil yang memamerkan di Indonesia punya mainan baru. Bangga sekali." (lihat: http://www.youtube.com/watch?v=95-pAGcKG1Q).

Di hadapan 10 anggota DPR itu, PPI mempertanyakan urgensi studi banding ke Jerman. Apalagi untuk kedatangan kali ini, anggota DPR menghabiskan uang rakyat Rp 3,1 miliar. "Kami PPI di Jerman bersama dengan PPI Berlin dan Nahdlatul Ulama cabang istimewa Jerman menolak kedatangan Bapak-Ibu bersama keluarga," ujarnya (http://id.berita.yahoo.com/bk-kunjungan-dpr-ke-luar-negeri-tak-sekali-001953645.html).

Ke- 10 anggota DPR Komisi I (bidang Pertahanan), ketika itu tiba di Berlin, dan menyempatkan bertemu para pelajar, organisasi, serta elemen masyarakat Indonesia yang tinggal di sana pada 24 April 2012. Alih-alih disambut meriah, rombongan DPR yang datang beserta anggota keluarganya itu malah dikritik habis oleh mereka.  Ke-10 anggota DPR tersebut adalah: Tri Tamtomo, SH (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), Nurhayati Ali Assegaf (Partai Demokrat), Hayono Isman (Partai Demokrat), Vena Melinda (Partai Demokrat), Ahmed Zaki Iskandar Zulkarnain (Golkar), H.A. Muchamad Ruslan (Golkar), Neil Iskandar Daulay (Golkar), Tantowi Yahya (Golkar), Yorrys Raweyaic(Golkar), dan Luthfi Hasan Ishaaq (PKS).(http://www.tempo.co/read/news/2012/04/26/078399959/Inilah-10-Anggota-DPR-yang-Ditolak-di-Jerman).

Maraknya aksi penolakan komunitas warga Indonesia di negara yang dituju kunker DPR itu, terutama oleh para pelajarnya, boleh dibilang bermula dari “kasus” saat Komisi VIII DPR pergi ke Australia pada April 2011 dan kemudian bertemu dengan PPI di negara itu. PPI Australia kemudian mengabarkan bawah alamat surat elektronik (e-mail) ”komisidelapana@yahoo.com” yang mereka sebut, setelah dicek saat itu, ternyata tidak ada (http://health.kompas.com/read/2012/11/30/0540421/www.kompas.com).

Sosiolog Thamrin Amal Tamagola pernah kesal karena di tengah Indonesia banyak dirundung duka, para anggota DPR ini masih juga pergi untuk kunker ke luar negeri. Menurutnya, studi banding yang dilakukan para anggota dewan mesti dihentikan. Soalnya, tradisi seperti ini sama halnya dengan menjarah uang rakyat secara beramai-ramai. Ia mengusulkan, ke depan, sebaiknya parlemen memiliki perpusatakaan yang baik. Dari situ, anggota dewan dengan para staf ahli bisa melakukan berbagai kajian (http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4cd405173b38b/kunjungan-kerja-dpr-ke-luar-negeri-kembali-dikritik-).

Bereaksi atas penolakan tersebut, beberapa fraksi di DPR mengusulkan agar kunker ke luar negeri dihentikan sementara, meskipun ada yang menyatakan kunker masih perlu dilakukan. Alasannya, dibutuhkan untuk merumuskan kebijakan legislasi yang lebih baik. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) misalnya mengatakan, akan mengevaluasi dan mengoreksi kunker ke luar negeri tersebut.  "Selama masih ada anggaran dalam Badan Urusan Rumah Tangga (BURT), kunker ke luar negeri pasti akan tetap ada," ungkap Ketua Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid,  17 Desember 2012 (http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/12/12/17/mf6mkt-sejumlah-fraksi-ramairamai-kritisi-kunker).

Kala (Desember 2012), DPR kembali menghembuskan kabar yang bikin rakyat lagi-lagi meradang ihwal rencana lawatan 27 anggota Komisi IV ke Prancis dan Cina untuk membahas RUU Ternak. Kemudian kunker anggota Komisi VII ke Brasil dan Amerika Serikat untuk membahas RUU Kedirgantaraan.

Ketua DPR, Marzuki Alie mengatakan kunjungan kerja ke luar negeri tidak pantas disebut plesiran. Apalagi jika muncul penilaian tentang anggaran plesiran.  "Plesiran itu kalimat yang dipakai LSM yang iri hatinya, tapi nggak ada bukti kerjanya buat bangsa. Bisanya ngomong aja," kata Marzuki, tak kalah panas dengan rakyat. Jika ada penilaian tentang kunker yang tidak efektif dan tidak efisien, menurut dia masih bisa diterima. Tetapi jika disebut sebagai plesiran, sangat tidak tepat (http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/12/12/17/mf6m4d-kunker-dpr-disebut-plesiran-marzukie-ali-tak-terima).

Sementara itu, pasca-menerima kedatangan duta besar Indonesia untuk beberapa negara yang silih berganti bertandang ke Balaikota, Jakarta, Wakil Walikota Jakarta, Basuki Cahaya Purnama (Ahok), menyatakan bahwa Jakarta bisa mempelajari program-program negara lain tanpa harus studi banding ke luar negeri.

"Kami minta seluruh dubes Indonesia di dunia pas kembali ke Jakarta, tolong mampir, jelaskan kepada kami. Jadi kami bisa belajar langsung, mengelola kota Jakarta dengan pengalaman seluruh dunia. Itu yang kita harapkan," ujar Ahok di Balaikota, Jakarta, Kamis (4/4/2013). Menurut Ahok, 7 hari studi banding ke luar negeri, misalnya ke Jerman, belum efektif dibandingkan dengan Dubes RI yang bertahun-tahun tinggal di sana dan menjelaskan tentang negara itu ketika kembali ke Indonesia.

"Beliau (dubes) kembali lagi ke negara sana. Bicara dengan walikota sana soal permasalahan seperti sampah. Bicara dengan investor langsung. Apa yang kita kerjakan jadi cepat. Kalau kita yang pergi pulang ke sana, apa? Repot!" cetus Ahok. Hal ini dikatakan setelah kunjungan Dubes RI untuk Jerman, Eddy Pratomo, dan Dubes RI untuk Prancis, Rezlan Ishar Jenie, ke Balaikota pada hari yang sama. Kedatangan keduanya terkait kerjasama pariwisata serta manajemen sampah dan air (
http://news.liputan6.com/read/553395/ahok-studi-banding-repot-pak-dubes-saja-ke-sini).

Selain memanfaatkan kunjungan para dubes, Ahok juga tampaknya ingin memberi contoh (atau menyindir?) bagaimana studi banding yang hemat, yakni dengan menggelar diskusi secara langsung dengan mahasiswa dan masyarakat Indonesia di Belanda melalui sarana telekonferensi. Diskusi tersebut disiarkan ke jaringan radio PPI di 40 negara, dan ke beberapa ahli bidang manajemen sumber daya air dari berbagai negara (http://politik.kompasiana.com/2013/02/16/studi-banding-ahok-ke-belanda-534698.html).



Newspeg:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar