4/12/2013

Bakal Ada “Gayus-Gayus” Lainnya Lagi yang Tertangkap


“Perlu ada perbaikan antara lain dengan mengatur hubungan antara wajib pajak dan petugas pajak agar tidak membuka peluang terjadinya penyelewengan”

Dengan pemberantasan terus-menerus, pemerintah menjanjikan pegawai nakal sektor pajak penerima suap atau pelaku pemerasan di institusi pajak, akan habis. "Jalan terbaik memberantas mereka adalah dengan menangkap tangan dan memecat. Nanti akhirnya mereka yang seperti ini akan habis juga," kata Dirjen Pajak Kementerian Keuangan, Fuad Rahmany, melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Jumat (12/4).
Pargono
 
Fuad mengatakan, pihaknya sejauh ini telah melakukan berbagai program pembinaan dan pencegahan serta penerapan sistem pengawasan yang ketat untuk mencegah praktik tidak terpuji oleh pegawai pajak. Akan tetapi dengan jumlah pegawai pajak 32.000 jiwa yang tersebar di 33 provinsi, itu bukan hal mudah.

Fuad juga menyiratkan bahwa bakal ada Gayus Gayus atau Pargono Pargono laiinya yang tertangkap. "Pasti akan tetap ada yang nakal dan nekat. Nah, seperti begini memang harus ditangkap dan dipecat. Jadi, jangan terkejut lah kalau ada penangkapan-penangkapan lagi di masa yang akan datang, karena kami akan terus-menerus menangkap yang bandel-bandel seperti itu," ujarnya (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/04/12/ml54wm-dirjen-pajak-pastikan-oknum-nakal-akan-habis).

Sebelumnya, Fuad banyak dihujani tudingan bahwa reformasi birokrasi antara lain berupa remunerasi di Direktorat Jendral Pajak (DJP) gagal. Hal itu mengemuka sejak tertangkapnya Pargono Riyadi, penyidik pegawai negeri sipil (PNS) di DJP, dalam operasi tangkap tangan oleh KPK, Selasa (11/4). Sehari kemudian, KPK menetapkan Pargono sebagai tersangka kasus pemerasan terhadap wajib pajak.

Menurut Fuad, keberhasilan KPK bersama DJP menangkap maling seperti Pargono adalah keberhasilan yang patut diapresiasi. "Jadi, kalau kita tangkap orang (seperti Pargono) kan bagus. Tapi, setelah maling itu ditangkap, tidak berarti tidak ada maling lagi," kata Fuad. Ia menambahkan, jika seluruh petugas pajak adalah maling, mustahil bagi DJP menyetorkan kepada negara hingga Rp 800 triliun tahun lalu (http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/13/04/11/ml3l6p-dirjen-pajak-di-manamana-juga-banyak-maling).

Menanggapi penanggapan Pargono, Sekretaris Jenderal Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (Sekjen MIUMI), Bachtiar Nasir, mengapresiasi kerja DJP dan KPK. Namun dia berharap, aksi ini harus bisa menjangkau mafia pajak besar. “Mafia pajak ini bersifat sistemik. Karena itu untuk memberantasnya juga butuh komitmen  kuat serta  keberanian dari Ditjen Pajak (DJP),” lanjutnya (http://www.pajak.go.id/content/bachtiar-nasir-gerakan-anti-korupsi-perpajakan-harus-diperluas).

Namun  Fuad Rahmany membantah bahwa ditemukannya sejumlah oknum yang memiliki rekening gendut di DJP menunjukkan adanya korupsi sistemik dalam institusi tersebut. "Adanya oknum tersebut menunjukkan bahwa sistem pengawasan dalam DJP memang berjalan, pelanggaran yang terjadi bukan bersifat sistemik, buktinya bila saya bertanya kepada sejumlah wajib pajak perusahaan besar mereka mengatakan bahwa sudah terjadi perbaikan dalam DJP," kata Fuad.

Sebelum Pargono, diketahui bahwa sejumlah pegawai pajak telah ditangkap KPK atas kepemilikan rekening gendut yang tidak sesuai dengan pangkat kepegawaiannya.  Sebut saja Gayus Tambunan (menerima uang suap Rp 925 juta dan 3,5 juta dolar AS), dan Dhana Widiatmika (memiliki rekening gendut hingga Rp 60 miliar), meskipun Dhana ditangkap saat dia sudah pindah tempat kerja, namun aksi kriminalnya dilakukan saat dia masih PNS Golongan 3C di DJP.

Menurut Fuad, para penggoreng dana wajib pajak ini kebanyakan  bekerja di bagian teknis yang memang bertemu langsung dengan wajib pajak. "Kondisi itu juga terjadi karena godaan dari wajib pajak, tapi kami juga mengejar siapa yang memberikan uang ke Gayus dan DW," tambah Fuad ((http://www.investor.co.id/home/dirjen-pajak-bantah-korupsi-sistemik-dalam-djp/31551).

Sementara itu, selain dikritik habis oleh anggota dewan mengenai masih gagalnya reformasi birokrasi di DJP ini, Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Eko Prasojo, justru mengakui bahwa efektivitas reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan belum maksimal dan belum mampu mengurangi perilaku penyimpangan aparat pemerintah. “Tapi reformasi birokrasi bukan pembasmi segala macam penyakit dan persoalan,” ujar Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia ini.

Namun diakui juga bahwa terbongkarnya kasus korupsi di DJP dianggap tak lepas dari penerapan whistleblowing system (system peniup peluit) di lingkungan Kementerian Keuangan.  Anggota Komisi IX DPR, Arief Budimanta, mengatakan bahwa tertangkapnya Pargono membuktikan mekanisme whistle blower—ada pegawai lain yang bersedia memberikan informasi terjadinya penyelewengan—berhasil. Namun kata dia, perlu ada perbaikan antara lain dengan mengatur hubungan antara wajib pajak dan petugas pajak agar tidak membuka peluang terjadinya penyelewengan (korupsi dan kolusi, Red). (http://cetak.shnews.co/web/read/2013-04-12/10547/tujuan.remunerasi.pegawai.pajak.gagal).

Sistem whistleblowing diluncurkan Menteri Keuangan, Agus Martowardojo, pada Oktober 2011. Sistem yang diberi nama WISE ini berbasis internet, yang diharapkan akan memudahkan masyarakat, pegawai, maupun pejabat pemerintahan, melaporkan perbuatan-perbuatan yang berindikasi pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Keuangan (http://www.tempo.co/read/news/2011/10/05/087360074/Kementerian-Keuangan-Luncurkan-Whistleblowing-System).

Pihak DJP sendiri melansir, sejak gerakan reformasi birokrasi dicanangkan Kementerian Keuangan pada 2002, jumlah pegawai yang terkena sanksi disiplin meningkat signifikan. Pada 2007, jumlah pegawai yang terkena sanksi disiplin sebanyak 196 orang. Angka itu berlipat ganda pada tahun 2008 menjadi 406 orang. Pada 2009 dan 2010 berturut-turut Ditjen Pajak memberikan sanksi disiplin kepada 516 dan 657 pegawai. Sedangkan sepanjang 2012 ini, sudah ada 39 pegawai yang dijatuhkan sanksi (http://www.pajak.go.id/content/jalaludin-rahmat-whistleblowing-system-sebagai-pencegah-korupsi).


Newspeg:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar