4/24/2013

Ketika Kata Membentur Kaca, Jahit Mulut Jadi Pilihan



Rencana pemerintah untuk kembali menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) menuai protes keras dari berbagai elemen masyarakat, terutama mahasiswa. Tiga mahasiswa yang menolak kenaikan harga BBM hingga kini masih bertahan dengan melakukan aksi mogok makan dan jahit mulut.

Aksi dilakukan di kawasan Jalan Pangeran Diponegoro, Jakarta pusat, Selasa (23/4) (http://www.republika.co.id/berita/video/berita/13/04/24/mlqt0o-tolak-kenaikan-bbm-tiga-mahasiswa-jahit-mulut). Alih-alih tak akan menaikkan harga BBM, kini pemerintah malah sedang sibuk mengkaji penerapan dua harga.

ROL
Pemerintah tampaknya memang sudah tak mau menanggung beban subsidi BBM tahun ini. Kenaikan harga BBM sepertinya tinggal menunggu waktu. Wacana menerapkan dua harga masih sedang digodok. Opsi  tersebut adalah: Rp 4.500 per liter untuk angkutan umum dan sepeda motor, sedangkan mobil pribadi baik premium maupun solar, Rp 6.500 per liter. Dengan sistem ini, pemerintah mengklaim mampu menghemat anggaran sebesar Rp 20,9 triliun (http://www.merdeka.com/uang/hatta-rencana-dua-harga-bbm-masih-sesuai-jadwal.html).

Dengan kondisi kesejahteraan masyarakat yang masih parah seperti Indonesia, sementara di sisi lain korupsi merajalela, siapa tak kesal dengan rencana kenaikan demi kenaikan tarif di Indonesia. Setelah elpiji 12 kilogram tarifnya naik, lalu PLN (perusahaan listrik negara) juga berniat menaikan tarif, sekarang masyarakat dibebani bakal naiknya harga BBM, yang tentunya akan merembet ke naiknya harga-harga barang produksi. Tapi, mengapa harus berunjuk rasa dengan menjahit mulut?

Keheranan seorang blogger lewat akun deyacahyadp.blogspot.com ini mungkin bisa mewakili perasaan sebagian besar kita menganai aksi jahit mulut ini. Ketika menanggapi aksi jahit mulut menentang pengembangan hutan tanaman indutri di Riau, blogger ini mengatakan bahwa solidaritas mereka mengagumkan.

Tapi, "Kok mau-mau nya sih sampai aksi nekat jahit mulut?" Memangnya, kata si blogger, dengan melakukan aksi jahit mulut bisa membuat pemerintah peduli dan bakal melaksanakan protes kalian? Apakah dengan kaya gitu bikin kalian bahagia? Apakah dengan kaya gitu bikin keluarga kalian bahagia? (http://deyacahyadp.blogspot.com/2011/12/jahit-mulut-what-nekat-things-ever-on.html). Akun Twitter @officialYubin, juga menyatakan keheranannya, “ Kenapa harus menyakiti diri sendiri gitu? Unjuk rasa mah unjuk rasa aja. Knp pake jahit mulut segala? Mahasiswa bodoh.” (https://twitter.com/officialYubin/statuses/324823641441325056).

Tia Subekti, seorang blogger, berpendapat, aksi jahit mulut merupakan tindakan ekstrim karena menganggap tuntutannya sudah sangat penting dan tidak bisa hanya dilakukan dengan unjuk rasa biasa-biasa. Mereka sudah enggan berteriak-teriak untuk mengungkapkan keinginannya, kalau apa yang mereka teriakkan tidak didengar. Sementara dengan menjahit mulut dan diam, sudah sangat bisa menarik perhatian pemerintah (lewat pemberitaan media). (http://politik.kompasiana.com/2013/03/12/aksi-jahit-mulut-sebagai-media-komunikasi-536423.html).

Blogger lainnya mengatakan, seyogyanya seorang pendemo akan bicara dengan lantang apa yang menjadi kehendaknya berdasarkan bukti-bukti dan kenyataan yang dialami pendemo dengan tujuan, apa yang menjadi tuntutan mereka dipenuhi. Tetapi dengan aksi jahit mulut ini, seakan mereka terkesan “enggan bicara”, yah mungkin mereka berharap dengan aksi yang “ekstrim” tersebut akan menarik perhatian oleh kalangan tertentu, khususnya mereka yang bersangkutan dan mempunyai wewenang dalam menindak lanjutinya.

Jikapun tuntutan ditindaklanjuti setelah menimbulkan korban, kata blogger ini, bisa disimpulkan bahwa para pendemo dengan aksi jahit mulut tersebut hanya berharap belas kasihan dari pihak tertentu untuk menyetujui dan melaksanakan apa yang mereka tuntutkan, bukan dikarenakan murni karena kepandaian diplomasi para pendemo (http://lifestyle.kompasiana.com/urban/2011/12/22/aksi-jahit-mulut-berharap-belas-kasihan-424460.html).

Aksi jahit mulut sejak beberapa tahun terakhir agaknya menjadi pilihan pengunjuk rasa karena  dialog selalu berakhir dengan kekuatan argumentasi basa-basi. Karenanya para pengunjuk rasa  melawan sekaligus membuktikan--termasuk kepada dirinya sendiri--bahwa bukan hanya pikiran dan akal mereka, jasad mereka secara fisik juga ikut berdemo, dan ikut menunjukkan beban derita atas persoalan yang dialami.

Jadi, jahit mulut hanya simbolisasi atas sikap tidak peduli, bahkan abai terhadap penderitaaan dan persoalan mereka. Mereka memilih jahit mulut sebagai pilihan akhir setelah kata-kata seperti membentur kaca.  Sejarah demo negeri ini mencatat sejumlah aksi lainnya, seperti aksi cap jempol berdarah, lalu membawa kerbau di tengah-tengah demo, dan sebagainya. Kadang, meski tanpa orasi, bahasa simbol seperti itu mengena, dan membuat sasaran demo akhirnya memberi respon. Apalagi jika para pendemo sudah sampai harus dibawa  ke rumah sakit.

Merespon demo, seironis apapun, hemat kami tidak akan memosisikan pihak yang didemo menjadi kalah, atau dikalahkan. Sebaliknya, mendiamkan demo yang paling tidak bersuara, sejatinya justru menggambarkan kekalahan itu. Setidaknya kekalahan akal sehat (http://jambi.tribunnews.com/2012/10/03/jahit-mulut).

Jenis-jenis demo yang dilakukan mahasiswa dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis, yakni unjuk rasa dengan cara persuasif atau damai yang disebut petisi atau slogan; unjuk rasa nonkooperatif dengan membuat suasana kacau (chaos), disebut embargo atau boikot; unjuk rasa yang bersifat intervensi tanpa kekerasan, disebut mogok, atau membuat peraturan, atau lembaga tandingan (dikutip dan diedit dari: http://www.pustakasekolah.com/pengertian-demonstrasi-cara-berunjuk-rasa.html).

Aksi jahit mulut, pastinya termasuk yang ketiga. Jika dilihat dari sisi ini, mungkin unjuk rasa jahit mulut, meskipun dilakukannya oleh individu-individu yang jumlahnya tak masal, justru lebih terkesan tidak egois, karena tidak membuat susah banyak orang. Lain jika mengambil bentuk yang kedua, yang menimbulkan kekacauan dan aksi-aksi anarkis yang merusak. Namun begitu, menjahit mulut bagaimana pun di mata banyak masyarakat tetap terseksan pilihan yang kurang bijak. **

Newspeg:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar