6/15/2013

Snowden dan Pemerintah AS Saling Mengkriminalisasi



Pada 10 Juni 2013, tersiar kabar bahwa harian The Guardian—dengan mengutip dari sejumlah dokumen rahasia yang tidak disebutkan asal muasalnya—melaporkan ada empat nama negara yang disebutkan dalam dokumen tersebut sebagai negara-negara yang  secara ketat diawasai intelijen Amerika Serikat (AS). Negara-negara tersebut adalah Iran, Yordania, Pakistan, dan Mesir. The Guardian hanya menyebut bahwa dukumen-dokumen itu menunjukkan alat rekaman data dan analisis intelijen. Alat tersebut disebut sebagai informan tanpa batas yang mengumpulkan data dari jaringan komputer dan telepon.

Media Cina dukung Snowden (ROL)
"Alat ini memungkinkan pengguna untuk memilih negara pada peta dan melihat volume metadata dan memilih rincian koleksi tentang negara tersebut," ujar laporan tersebut seperti dilansir Al Arabiya. Dalam laporan itu, Iran merupakan negara utama yang datanya dikumpulkan intelijen. Setidaknya ada 14 miliar laporan selama 30 hari periode yang berakhir Maret 2013. Negara kedua yang diawasi adalah Pakistan dengan 13,5 miliar laporan, diikuti Yordania dengan 12,7 miliar laporan.

Mesir dan India adalah dua negara terakhir yang mendapat pengawasan. Laporan tersebut muncul di tengah tuduhan Kongres bahwa  intelijen memata-matai warga AS. Maret lalu, lembaga intelijen AS membantah memiliki alat yang bisa melacak dan mengumpulkan data warga AS (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/06/10/mo5u17-empat-negara-yang-paling-diawasi-as). Informasi ini mengemuka sebelum diketahui bahwa program rahasia AS bernama PRISM besutan National Security Agency (NSA), bocor ke media. PRISM adalah program spionase AS lewat lembaga NSA, untuk memata-matai warganya sendiri, bahkan dunia.

Identitas pembocornya sendiri, Edward J.Snowden, baru disiarkan The Guardian dan Washington Post pada hari Minggu (9/6). The Guardian dan Washington Post adalah dua media yang dipilih Snowden, seorang mantan karyawan CIA (lembaga pusat intelijen AS), untuk mengabarkan pada dunia ihwal program spionase AS tersebut. Snowden terakhir diketahui berada di Hongkong. Namun ketika berita ini tersebar, dia dikabarkan sudah meninggalkan Hongkong.  Keberadaannya hingga tulisan ini diturunkan masih belum diketahui.

AS pun gerah. Dunia gempar.  Apalagi dokumen rahasia PRISM itu mengungkap keterlibatan sejumlah perusahaan teknologi informasi  (Microsoft, Yahoo, Google, Facebook, PalTalk, AOL, Skype, YouTube, dan Apple), yang diduga memberi jalan pada PRISM untuk dapat mengakses aktivitas warga dunia lewat server-server milik perusahaan-perusahaan tersebut. Kadung malu, Presiden AS, Barrack Obama, berdalih bahwa program tersebut dilakukan untuk mengantisipasi aksi terorisme (selengkapnya lihat: http://selasarselusur.blogspot.com/2013/06/kasus-snowden-kecoboran-keamanan.html).

AS Mata-matai Cinda dan Hongkong
Snowden sendiri mengatakan bahwa negara (dan kota) yang dimata-matai AS dalam program tersebut adalah (juga) Cina dan Hongkong. Dia mengatakan hal tersebut saat masih bersembunyi di Hongkong, kepada  media setempat. Dia menyebutkan, pemerintah AS telah meretas komputer Hongkong dan Cina selama bertahun-tahun. Snowden berada di Hongkong sejak 20 Mei 2013 lalu untuk mencari perlindungan. Langkah tersebut dipertanyakan banyak orang yang percaya kota tersebut tidak bisa melindunginya. Apalagi Hong Kong memiliki perjanjian ekstradisi dengan AS, meskipun sebenarnya tak berlaku untuk kasus politik atau kemanusiaan (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/06/13/mobnz9-as-retas-komputer-cina-dan-hongkong-bertahuntahun).

Inilah mungkin sebabnya pihak AS mencoba mengkriminalisasi Snowden. Direktur Biro Investigasi Federal AS, Robert Mueller, mengatakan, Snowden merupakan target investigasi kriminal. Perbuatannya mengungkapkan dokumen tersebut telah membahayakan keamanan negara. Sementara itu Kementerian Luar Negeri Cina masih bersikap hati-hati. Juru bicara kementerian, Hua Chunying, Kamis (13/6). “Kami tidak memiliki informasi relevan untuk disampaikan. Tapi Cina juga merupakan korban serangan siber (oleh AS),” ujar Chunying.

Sementara itu surat kabar pendukung Partai Komunis Cina, The Global Times, meminta agar pemimpin Cina menggali informasi dari Snowden alih-alih mengirimkannya pulang ke AS. Dalam editorialnya, Jumat (14/6), harian yang terbit dua bahasa ini (Cina dan Inggris), menilai Snowden dapat memberikan data intelijen kepada Cina. Informasi itu bisa membantu negara Tiongkok ini untuk memahami dunia siber dan meningkatkan posisi tawarnya kepada Washington.
“Snowden mengambil inisiatif untuk memublikasikan serangan siber Pemerintah AS kepada Hongkong dan Cina. Persoalan ini menjadi bagian kepentingan Cina,” tulis The Global Times. “Pemerintah Cina harus membiarkannya buka suara.” Pertimbangan Beijing, menurut editorial tersebut, seharusnya tidak hanya memikirkan hubungan kedua negara, tapi juga bagaimana pendapat publik di dalam negeri yang sepertinya tidak senang Snowden diekstradisi. “Kita menyadari bagaimana agresifnya AS di dunia siber. Kita juga menyadari bagaimanan sembilan perusahaan internet besar dunia telah membantu AS dalam intelijen,” tulis koran nasionalis ini.

Masalah serangan siber telah menjadi isu hangat bagi kedua negara. Dalam pertemuan antara Barack Obama dan Presiden Cina, Xi Jinping, pekan lalu, persoalan ini turut menjadi pembahasan. Bahkan, Obama menyindir langsung serangan siber Cina kepada AS dan meminta segera menindak persoalan ini segera. Washington Post dalam laporannnya pernah mengabarkan serangan siber Cina telah mengakses puluhan sistem persenjataan milik AS. Cina telah membantah dan balik menuding AS (http://www.republika.co.id/berita/koran/news-update/13/06/14/moe4wn-dukungan-media-cina-untuk-snowden).

"Orang-orang yang berpikir saya melakukan kesalahan memiliki Hongkong sebagai lokasi, telah salah paham terhadap niat saya. Saya di sini bukan untuk bersembunyi dari keadilan, saya di sini untuk mengungkapkan kriminalitas," katanya seperti dikutip South China Morning Post, Kamis (13/6). Snowden mengatakan, berdasarkan dokumen yang belum diverifikasi, NSA telah meretas komputer di Hongkong dan Cina sejak 2009. Tidak ada satupun dokumen yang mengungkapkan sistem militer Cina. Salah satu target peretasan tersebut adalah universitas Cina dan pejabat publik serta pebisnis dan mahasiswa. Dokumen juga menunjukkan aktivitas peretasan melawan pemerintah Cina. 

Snowden percaya lebih dari 61 ribu operasi peretasan NSA global dengan ratusan target di Hongkong dan Cina. "Kami meretas jaringan tulang punggung (backbone) seperti rute raksasa internet yang memberikan kami akses komunikasi ke ratusan ribu komputer tanpa harus meretas satu per satu," ujar Snowden yang mengatakan sengaja merilis informasi untuk menunjukkan kemunafikan pemerintah AS ketika mengklaim mereka tidak menarget infrastruktur sipil (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/06/13/mobnz9-as-retas-komputer-cina-dan-hongkong-bertahuntahun).

Facebook dan Microsoft Ngaku
Sementara itu, Facebook dan Microsoft dilaporkan (mengaku) telah membuat kesepakatan dengan Pemerintah AS untuk merilis informasi terbatas mengenai jumlah permintaan data yang diawasi intelijen. Pada Jumat (14/6), Facebook menjadi perusahaan pertama yang merilis angka permintaan pengumpulan data rahasia pemerintah negeri Paman Sam itu. Mereka memposting di dalam blognya bahwa perusahaan telah menerima permintaan antara 9-10 ribu data pengguna pada semester kedua 2012. Permintaan itu juga meliputi 18-19 ribu data pengguna. Facebook diketahui memiliki 1,1 miliar pengguna di seluruh dunia.

Menurut sumber yang dekat dengan Facebook, kesepakatan dengan Departemen Kehakiman tersebut melarang Facebook mengatakan berapa banyak perintah rahasia yang dikeluarkan di bawah Undang-Undang Pengawasan Intelijen Asing. Hingga kini, semua informasi tentang permintaan di bawah aturan itu, termasuk keberadaannya, dianggap rahasia.

Sedangkan Microsoft mengaku menerima permintaan dari semua jenis informasi mengenai 31 ribu akun pengguna di semester kedua 2012. Dalam sebuah laporan yang dikeluarkan Microsoft, mereka menerima permintaan mengenai kriminalitas yang melibatkan 24.565 akun di keseluruhan pada 2012. Sementara Google mengatakan sedang bernegosiasi dengan pemerintah AS untuk bisa menerbitkan informasi permintaan data.

Facebook, Google, dan Microsof secara terbuka mendesak pemerintah AS memberi izin perusahaan mengungkap jumlah dan ruang lingkup permintaan pengumpulan data rahasia, setelah dokumen bocor ke Washington Post dan The Guardian. Pemerintah AS sebelumnya dituding memiliki akses langsung ke komputer perusahaan sebagai bagian dari program NSA (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/06/15/mofc6x-facebook-dan-microsoft-ungkap-permintaan-data-pemerintah-as).

Siapa Edward Snowden?
Menurut sumber yang dilansir Reuters, Snowden mengaku kepada bosnya mengambil kelas komputer di Universitas Johns Hopkins di Baltimore, AS. Dia juga mendapat sertifikat dari kampus Universitas Maryland di Tokyo. Pada 2013, dia mengejar gelar master di bidang keamanan komputer dari Universitas Liverpool di Inggris. Namun seorang juru bicara John Hopkins mengatakan, dia tidak bisa menemukan catatan kehadiran Snowden. Tampaknya Snowden mengambil kursus korespondensi sehingga tidak tercatat. 

Seorang pejabat Maryland mengonfirmasi, Snowden menghadiri setidaknya satu kelas musim panas. Seorang juru bicara Liverpool mengatakan, Snowden terdaftar mengambil gelar master online di bidang keamanan komputer pada 2011 tetapi tidak menyelesaikannya (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/06/14/modjis-perjalanan-edward-snowden-sebelum-jadi-pembocor-rahasia-cia). Sebelum melakukan aksi pembocoran dokumen tersebut, Snowden adalah asisten teknisi komputer kontrak di Booz Allen Hamilton, perusahaan rekanan NSA. Ia berhenti dan meninggalkan rumahnya di Hawai, Mei lalu (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/06/13/mobwyr-snowden-saya-tidak-bersembunyi-atau-berkelit-dari-hukum).

Snowden lahir pada 1983 di North Carolina, AS. Dia dibesarkan di pinggiran kota Maryland dekat markas NSA. Dia meninggalkan SMA di kelas 10. Pada usia 18 tahun, dia bekerja sebagai webmaster di Ryuhana Press yang mempromosikan seniman anime Jepang. Snowden mulai memposting komentar di forum Ars Technica pada 29 Desember 2001. Di forum tentang keserakahan korporasi dan pengawasan warga di Ars Technica itu, dia mengeluhkan biaya hidup tinggi dan repotnya komuter di Washington. “Kita semua berada di kapal gila ini bersama. Semoga beruntung, kamerad," ujarnya di forum tersebut (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/06/14/modjis-perjalanan-edward-snowden-sebelum-jadi-pembocor-rahasia-cia).

Yang menarik adalah, di forum tersebut Snowden yang saat itu masih bekerja di CIA, menjadi komentator online dengan menggunakan identitas samaran. Delapan tahun Snowden bekerja untuk badan intelijen AS (CIA) dan kontraktor NSA. Menurut sumber, Snowden dipekerjakan agen rahasia di Washington dari 2005 sampai pertengahan 2006. Kemudian oleh CIA dari 2006 sampai 2009. Lalu Dell Inc 2009-2013 ketika bekerja di AS dan Jepang sebagai kontraktor NSA. 

Dia juga menjadi komentator produktif pada forum teknologi dengan 750 pesan menggunakan nama “The Tru Hooha” dari akhir 2001-2012. Sebagian besar posting tidak bersifat politis. Dia mengaku memiliki senjata seperti James Bond. Pada 4 Februari 2010 ketika Snowden bekerja untuk Dell, dia mengomentari diskusi tentang sebuah perusahaan teknologi besar yang diduga memberikan akses bagi pemerintah AS untuk server komputernya (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/06/14/modgv0-pembocor-rahasia-intelijen-as-pernah-menyamar-jadi-komentator-anonim).**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar