6/13/2013

Dalam Menjaga Kebersihan Surabaya Adalah Panutan



“Poin utama sukses Surabaya mendapat piala Adipura, adalah berkat lingkungan dan udara yang bersih serta partisipasi aktif warga Surabaya”

Inilah semangat kota besar di ujung Timur pulau Jawa, Surabaya. Meskipun baru saja dinyatakan memenangi penghargaan Adipura Kencana 2013 kategori kota metropolitan, sekaligus juga penghargaan Wahana Tata Nugraha Kota (WTN), kota ini sudah sibuk mempersiapkan diri untuk mempertahankan penghargaan itu pada 2014. Hal yang sedang dipersiapkan itu adalah pembenahan sistem drainase kota dengan membangun Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL).  Dengan IPAL ini, limbah rumah tangga akan disaring dulu hingga dinyatakan bersih, sebelum masuk sistem drainase kota.

Warga Surabaya tidak ragu dapat Adipura (ROL)
Wali Kota Surabaya, Tri Risma Harini, mengatakan, selain untuk mempertahankan prestasi tersebut, pembangunan IPAL ini juga untuk kesehatan warga. Dikatakan Tri, mempertahankan piala Adipura dan WTN itu sangat sulit, karena ada tambahan kriteria setiap tahunnya. “Perlu ada pengembangan baru di satu sektor sebagai bentuk inovasi,” ujarnya.

Pembaruan tersebut seperti gerakan masyarakat kerja bakti, inovasi pengelolaan TPS (tempat pembuangan sampah) terpadu, dan perombakan bekas TPA (tempat pembuangan akhir) sebagai taman kota. Ke depan, dia mempersiapkan penggunaan listrik tenaga surya dan taman vertikal. "Sekarang ini, Dinas PU tengah menggarap IPAL," ujarnya  saat menyambut kedatangan piala-piala tersebut bersama ratusan warga surabaya di Taman Surya Surabaya, Kamis (13/6/13). (http://www.republika.co.id/berita/nasional/jawa-timur/13/06/13/mobul2-pertahankan-adipura-pemkot-surabaya-siapkan-ipal-kota).

Pada Maret lalu, Kementerian Lingkungan Hidup (Kemen-LH), menyatakan akan memperketat penilaian penghargaan Adipura.  “Kriteria penilaiannya kita perketat. Indikatornya bertambah, tidak hanya masalah sampah, tapi juga air, udara, dan ruang terbuka hijau," ujar Menteri Lingkungan Hidup, Balthsar Kambuaya. Dalam pengelolaan sampah, kata Balltsar, indikator utama penilaiannya adalah bagaimana suatu daerah mengelola sampahnya (manajemen persampahan), dimana harus ada bank sampah, serta pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA). "Pembuangan sampah dengan menggunakan sistem open dumping (penimbunan terbuka) sudah tidak perbolehkan, dan ini juga yang harus diperbaiki setiap daerah," ujarnya (http://metro.sindonews.com/read/2013/03/11/31/725935/kriteria-penilaian-adipura-diperketat).

Saat masih dalam tahap penilaian, pihak Kemen-LH yang diwakili Ujang Solihin Sidik menyatakan, dalam menjaga kebersihan Surabaya adalah panutan. "Bukan hanya untuk kota besar, tapi juga kota sedang dan kecil," katanya (http://regional.kompas.com/read/2013/04/27/17502796/Surabaya.Berpeluang.Raih.Adipura.Kencana). Sementara itu Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Surabaya, Musdiq Ali Suhudi, mengatakan, poin utama sukses Surabaya mendapat piala Adipura, adalah berkat lingkungan dan udara yang bersih serta partisipasi aktif warga Surabaya.

“Poin yang sangat tinggi itu karena kebersihan kota tidak hanya di kota, tetapi juga di kampung-kampung meski belum sempurna. Namun dibandingkan dengan kota lainnya, Surabaya adalah yang terbaik. Dan yang terpenting adalah konsistensi kita untuk memelihara kondisi yang sudah baik ini, karena yang susah kan konsistensinya," kata Musdiq (http://www.tribunnews.com/2013/06/12/walikota-surabaya-diarak-bawa-piala-adipura-kencana-2013).

Adipura adalah program penghargaan yang diselenggarakan Kementerian Lingkungan Hidup (Kemen-LH) bagi kota-kota di Indonesia yang berhasil menjaga kebersihan serta mengelola lingkungan perkotaannya. Program Adipura dilaksanakan setiap tahun sejak 1986. Dalam lima tahun pertama, program Adipura difokuskan untuk mendorong kota-kota di Indonesia menjadi "Kota Bersih dan Teduh".

Program ini sempat terhenti pada 1998, dan baru dicanangkan kembali pada 5 Juni 2002. Peserta program Adipura dibagi ke dalam 4 kategori berdasarkan jumlah penduduk, yaitu kategori kota metropolitan (lebih dari 1 juta jiwa), kota besar (500.001 - 1.000.000 jiwa), kota sedang (100.001 - 500.000 jiwa), dan kota kecil (sampai dengan 100.000 jiwa). (http://id.wikipedia.org/wiki/Adipura).

Sedangkan Penghargaan Wahana Tata Nugraha diberikan pemerintah kepada kota-kota yang mampu menata transportasi publiknya dengan baik. Penilaian dilakukan atas kategori kota metropolitan, kota besar, kota sedang, dan kota kecil. Aspek penataan transportasi yang berkelanjutan, berbasis pada kepentingan publik, serta ramah lingkungan, mendapat pertimbangan terbesar dalam penilaiannya (http://id.wikipedia.org/wiki/Penghargaan_Wahana_Tata_Nugraha).

Akan tetapi, Surabaya yang berhasil meraih Adipura ketujuhkalinya saja masih dihantui masalah sampah perkotaan, meskipun tak seruwet Bandung misalnya. Sebut saja masalah tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo. Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya, Wisnu Sakti Buana, mengungkapkan, tumpukan sampah di sana tingginya sudah mencapai lima meter. “Kalau tidak ada zero waste treatment, tumpukan sampah di Benowo itu akan menjadi bom waktu untuk Kota Surabaya, “ ungkapnya, Rabu (8/6/13).

Dia memprediksi, jika Pemkot Surabaya tidak segera bertindak, TPA Benowo hanya akan bertahan tiga tahun lagi. Sedikitnya 1.200 ton sampah setiap hari masuk ke TPA Benowo yang memiliki luas sekitar 30 hektar. Selain itu, pihaknya juga kata Wisnu masih berupaya membentuk peraturan daerah (perda) tentang sampah. Aturan yang ada mengenai pelarangan membuang sampah sembarangan, ujar dia,  belum ditaati masyarakat. “Partisipasi masyarakat terkait pengurangan sampah masih perlu ditingkatkan lagi. Masih banyak yang buang sampah sembarangan terutama di jalan, “ ujarnya. (http://www.republika.co.id/berita/regional/nusantara/11/06/08/lmgkts-raih-piala-adipura-warga-surabaya-masih-suka-buang-sampah-sembarangan).

Adipura Hal Biasa
Direktur Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah Surabaya, Prigi Arisandi, mengatakan, dia mengakui Surabaya bersih dibanding kota lain dan bisa menata kota serta membuat warga berpartisipasi membersihkan dan menjaga kebersihan kota. Namun menurutnya, Adipura Kencana untuk Surabaya merupakan hal yang biasa. "Penilaiannya subyektif, bisa bagus, bisa tidak."

Saat ini yang diharapkan adalah, Pemkot Surabaya berani membuat peraturan daerah (perda) mengenai larangan pemakaian kantong plastik dan penataan ruang kota. Selain itu, banjir masih menjadi masalah kota ini. "Rumah yang baru harus punya resapan air. Sebab selama ini yang menyebabkan banjir adalah air yang meluap dari rumah-rumah warga yang tidak memiliki resapan air," ujarnya.

Prigi juga menilai proyek IPAL hanya akan membuang-buang dana. Proyek ini kata dia tidak akan efektif mengelola air limbah selama bantaran sungai dipenuhi bangunan warga dan gedung mal. Pada 2011, kata Prigi, Ecoton mengusulkan kepada Pemprov Jatim agar pengelolaan bantaran sungai melibatkan badan perwakilan desa (BPD) atau pemerintah kecamatan. "Jika itu dilakukan, akan sangat efektif mengelola sungai," ujar Prigi (http://koran.tempo.co/konten/2013/06/13/312621/Surabaya-Rencanakan-Penghijauan-Vertikal).**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar