6/11/2013

Rumah Sakit Indonesia-Gaza Dibangun di Tengah Dentuman Bom



Dengan kekuatan sedekah masyarakat Indonesia, satu rumah sakit (RS) akan segera berdiri di Palestina, tepatnya di distrik Bait Lahiya, Gaza Utara. Medical Emergency Rescue-Committee (MER-C), pemrakarsa RS ini, bersikukuh tidak mau menerima sumbangan dana dari negara lain. Saat pembangunan tahap pertama, yakni pembangunan fisik RS, dana digalang antara lain dari gerakan Rp 20 ribu per orang. Sedangkan untuk pengadaan alat kesehatan dan interiornya, kini MER-C sedang menggalang gerakan Rp 50 ribu per orang. Diharapkan RS Indonesia (RSI) ini, yang didesain sebagai RS Traumatologi dan Rehabilitasi, akan rampung akhir 2013.

Dibangun di atas tanag wakaf (ROL)
MER-C juga meluncurkan Proposal Alat Kesehatan Ruangan RSI yang ditujukan bagi perusahaan dan instansi di Indonesia yang ingin berpartisipasi. Presidium MER-C, dr Joserizal Jurnalis SpOt, mengatakan, saat diluncurkan program Rp 20 ribu per orang, respon masyarakat Indonesia sangat besar. “Dukungan dan donasi datang dari berbagai kalangan masyarakat dari Sabang sampai Merauke,'' jelas Joserizal. Dengan donasi tersebut pembangunan fisik RSI bisa terus berlangsung hingga saat ini.

Progres pembangunan RSI sudah mulai dalam tahap dua, yakni bagian arsitektur dan mechanical electrical. Pekerjaan tahap ini dilakukan oleh 33 relawan Indonesia.  Ikhtiar selanjutnya adalah pengadaan alat kesehatan dan interior rumah sakit. Berdasarkan perhitungan Tim Relawan Alkes RSI, dana yang dibutuhkan untuk melengkapi RSI mencapai Rp 65 miliar. Untuk itu MER-C meluncurkan gerakan rakyat  Rp 50 ribu per orang. "MER-C menutup bantuan asing karena kami ingin RSI sebagai simbol persaudaraan Indonesia dan Palestina; benar-benar murni dari rakyat Indonesia,'' jelas Joserizal (http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/13/05/26/mnelwc-merc-luncurkan-gerakan-rp-50-ribu-untuk-alkes-rsi).

Ketua MER-C Cabang Gaza, Abdillah Onim, mengatakan, proses pembangunan RSI di Gaza bermula sejak penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Presidum MER-C dengan Kementerian Kesehatan Gaza pada 2009 lalu. "Proyek yang semula seperti mimpi menjadi kenyataan. Awal mula ide ini diluncurkan, banyak kalangan, baik dari dalam negeri maupun dunia internasional, bahkan pihak pemerintah Palestina pun meragukan realisasinya. Namun berkat rahmat dan kasih sayang Allah, akhirnya proyek ini bisa diwujudkan," kata Abdillah.

Menurut Abdillah, kondisi Gaza benar-benar porak-poranda, hancur berkeping-keping. "Jangankan material untuk bangunan, bahan makanan pokok untuk sehari-hari saja sangat langka akibat blokade ilegal Israel terhadap Gaza," ungkap warga Indonesia yang menikah dengan Muslimah Gaza ini. Namun berkat kerja keras semua pihak, terkumpullah dana untuk pembangunan RS spesialis korban perang ini. Dananya kata Abdillah berasal dari segala kalangan, mulai para pelajar TK hingga  universitas, pedagang, guru, karyawan, bahkan rakyat kecil dengan kemampuan pas-pasan (
http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/11/06/30/lnkaj8-akhirnya-rumah-sakit-indonesia-di-gaza-mulai-dibangun).

Dari kejauhan, RSI Gaza yang berbentuk segi delapan seperti Qubbah Sakhra di Masjid Al-Aqsha ini, sudah nampak berdiri tegak diantara bangunan-bangunan lainnya di Bayt Lahiya, Gaza Utara. Letaknya yang berada di dekat perbatasan Gaza dan tanah jajahan Israel membuat bangunan ini seperti sebuah benteng kokoh yang melawan arogansi dan kebiadaban Israel terhadap bangsa Palestina. Tanahnya sendiri merupakan wakaf dari Pemerintah Palestina seluas 16.261 meter persegi. Sebanyak 6 relawan Indonesia (MER-C) sudah bertugas di Gaza selama lebih dari satu tahun untuk mengawal proses pembangunannya (http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/12/02/04/lyvmxu-mantap-rumah-sakit-indonesia-di-gaza-berbentuk-qubbah-sakhra).

Warga Asli Membantu
Selain melibatkan relawan Indonesia, warga Gaza juga banyak yang ikut membantu pembangunan RSI. Sebut saja Ahmad Al-Kahlul, seorang pemuda Gaza. Di sela kesibukan kerja di bawah terik matahari, ia menghampiri M Fauzi, teknisi dan relawan MER-C yang mengawasi pembangunan RSI, lalu berkata, "Syukran lak, ya akhuya. Syukran sya'ab Indonesia (terima kasih, wahai saudaraku. Terima kasih rakyat Indonesia)," kata Ahmad. Dikatakan Fauzi, hampir setiap hari komentar serupa terlontar dari warga Gaza, baik dari para pekerja, warga sekitar, hingga para pejabat pemerintahan yang menyempatkan diri berkunjung ke lokasi.

Sudah dapat dipastikan RSI akan menjadi RS utama di Gaza Utara. Saat ini Gaza hanya memiliki dua RS utama, RS Asy-Syifa yang terletak di Kota Gaza yang menjadi rujukan untuk wilayah Gaza bagian utara dan tengah; dan RS Eropa yang terletak di daerah Khan Younis, yang menjadi rujukan untuk wilayah Gaza bagian selatan. "Dengan adanya RSI, mereka berharap kasus-kasus tidak tertolongnya pasien akibat jauhnya jarak yang ditempuh dari Gaza utara ke RS Asy-Syifa dapat diminimalisir," kata Fauzi.

Gaza Utara yang meliputi Distrik Jabaliya, Bait Lahiya, dan Bait Hanoun merupakan wilayah yang paling sering mendapat serangan Israel. Dan di wilayah inilah banyak para syuhada yang gugur dalam mempertahankan Kota Gaza dari masuknya pasukan Zionis Israel (IDF) dari jalur darat (http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/11/09/06/lr3abb-warga-gaza-terima-kasih-indonesia-atas-pembangunan-rsi).

Berdasarkan jadwal, seharusnya pembangunan tahap I RSI Gaza selesai pada Februari 2012. Tim Mer-C di Jalur Gaza melaporkan, sejumlah kendala membuat jadwal mundur. ''Hal ini terhitung sangat normal, karena membangun di daerah konflik memang tidak mudah,'' ujar Tim MER-C,  seperti dikutip dari situsnya. Sejak awal, pembangunan RSI memang banyak menghadapi kendala, mulai dari susahnya para relawan masuk ke Gaza untuk mengawal pembangunan, susahnya mendapatkan material yang disebabkan material harus diadakan melalui terowongan, ditambah lagi kondisi keamanan di Gaza yang tak pernah lepas dari serangan-serangan Israel. Maka, sungguh tak terbayang sebelumnya pekerjaan yang semula hanya mimpi ini telah mencapai progres yang begitu jauh (http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/12/02/04/lyvmxu-mantap-rumah-sakit-indonesia-di-gaza-berbentuk-qubbah-sakhra).

Israel Memantau
Pada Ramadan 2011 misalnya, Israel melancarkan sejumlah serangan ke Jalur Gaza. Beberapa serangan bahkan terjadi di dekat lokasi pembangunan RSI, dan juga dekat posko MER-C. Pesawat-pesawat tanpa awak dan jet-jet tempur Israel  berterbangan di langit Gaza. Sirine ambulans pun meraung-raung silih berganti untuk mengevakuasi korban. Satu ledakan bahkan diinformasikan terjadi sekitar 30 meter dari lokasi pembangunan RSI. "Untunglah pada saat kejadian aktivitas pembangunan RSI sedang libur karena memang hari Jum'at," kata Abdillah Onim (http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/11/08/20/lq86wk-akibat-serangan-israel-rsi-di-gaza-nyaris-jadi-korban).

Sementara itu pada pembangunan tahap II yang dimulai Juli 2012, pembangunan RSI mengalami kesulitan memperoleh besi. Di Palestina, besi merupakan hal yang sangat susah dicari. Di luar dugaan, ternyata besi akhirnya didapat dari Israel, musuh Palestina. "Ketika kita kesulitan mencari besi. Lewat lobi kontraktor, akhirnya besi didatangkan dari Turki melalui Israel," jelas Kepala Divisi Konstruksi RSI Gaza, Ir. Faried Thalib. Dengan demikian, tahap pembangunan RS bisa berlanjut . "Justru penyelesaian basement itu terjadi ketika perang delapan hari Israel-Hamas," kata Farid menjelaskan.

Faried mengatakan, sebagian orang Yahudi tidak memedulikan kondisi perang. Asal bisa mendapatkan uang, mengapa tidak; walaupun dengan memberikan bantuan kepada musuh (http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/13/04/29/mlyr5u-material-pembangunan-rs-indonesia-di-gaza-diperoleh-lewat-israel). Sepertinya sifat seperti ini dimana-mana juga hampir sama.

Pembangunan RSI bukannya tidak mendapat “perhatian” pemerintah Zionis Israel. Joserizal Jurnalis mengatakan, setiap hari pesawat tak berawak Israel lewat di atas proyek. Israel, kata Joserizal, mengetahui proyek itu sepenuhnya untuk urusan kemanusiaan sehingga mereka tidak mengganggu meski lokasinya dekat dengan perbatasan Israel. Joserizal awalnya optimistis RSI Gaza sudah akan bisa menerima pasien pertamanya pada sekitar awal 2013, yang ditangani tenaga-tenaga kesehatan Palestina sendiri (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/12/07/05/m6o8im-pesawat-israel-pantau-rs-indonesia-di-gaza). Namun apa daya, konflik di lokasi rupanya demikian berat, sehingga target kembali mulur menjadi akhir 2013.**

1 komentar: