“Perempuan
lebih rentan terhadap bahaya nikotin karena mereka memiliki sistem metabolisme
pembersihan lebih lambat dibandingkan pria”
Komunitas
Wanita Indonesia Tanpa Tembakau (WITT) Jawa Barat, menyatakan prihatin dengan
pertumbuhan jumlah wanita perokok di Indonesia yang relatif cukup tinggi. "Jumlah
perokok terus mengalami peningkatan, tidak hanya pria tetapi juga wanita dan
remaja putri. Jumlahnya cukup memprihatinkan," kata Ketua WITT Jawa Barat,
Laila Agung Sutrisno, Kamis (25/4).
3.bp.blogspot.com |
WITT
merupakan salah satu organisasi sosial yang peduli terhadap kesehatan dan
lingkungan, terutama terhadap dampak kebiasaan merokok dan tembakau. Untuk
mengoptimalkan kampanye tanpa tembakau, WITT Jawa Barat membentuk duta remaja
anti -rokok dengan melibatkan para remaja dan pelajar (http://www.republika.co.id/berita/nasional/jawa-barat-nasional/13/04/25/mlt9yu-pertumbuhan-jumlah-wanita-perokok-dinilai-memprihatinkan).
Sebagai gambaran, Kementerian Kesehatan memiliki
catatan, jumlah perempuan perokok pada 1995 hanya 1,7 persen, pada 2007
meningkat menjadi 5,06 persen. Praseno H, dokter spesialis paru dari Rumah
Sakit Persahabatan, Jakarta, mengatakan, kadar nikotin dan tar yang rendah
malah memicu perokok untuk merokok lebih banyak guna mendapatkan kadar nikotin
lebih besar dan kenikmatan lebih (http://kesehatan.kompas.com/read/2010/05/31/06253475/Makin.Banyak.Perempuan.Merokok).
Menurut satu penelitian, peningkatan status ekonomi dan politik pada kaum
wanita mendorong kenaikan jumlah wanita perokok yang mengakibatkan mereka
berisiko terserang penyakit dan meninggal dini pada beberapa dasawarsa ke
depan.
Satu analisis di 74 negara menemukan, kaum
pria dibanding wanita lima kali lebih mungkin merokok di negara-negara dengan
pemberdayaan perempuan lebih rendah seperti di Cina, Indonesia, Pakistan, Arab
Saudi, dan Uganda. Sementara di negara-negara dengan pemberdayaan perempuan relatif
tinggi seperti Australia, Kanada, Norwegia, Swedia, dan Amerika Serikat (AS), kesenjangan
itu kecil dan jumlah perokok wanita hampir sebanyak pria.
Contohnya, di Cina, 61 persen pria
dilaporkan menjadi perokok, dibandingkan dengan wanita yang hanya 4,2 persen.
Sementara di negara maju, hampir sama. Ukuran “pemberdayaan perempuan” dilihat
dari Program Pembangunan PBB dengan menggunakan data seperti keterwakilan wanita
di parlemen, hak memberikan suara, dan membandingkan pendapatan pria dan
wanita.
Douglas Bettcher, Direktur Inisiatif
Bebas Tembakau pada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, penemuan itu
menunjukkan perlunya pihak berwenang bertindak cepat menekan laju merokok pada
kaum wanita, terutama di negara miskin. “Epidemi tambakau masih dalam tahap
awal di banyak negara, tetapi diperkirakan memburuk,” katanya dalam pernyataan
bersama studi itu yang dipublikasikan WHO
Bulletin.
“Kebijakan pengendalian tembakau yang
kuat seperti larangan iklan tembakau diperlukan untuk mencegah industri
tembakau menyasar kaum wanita,” katanya. Tembakau membunuh hingga setengah
penggunanya dan digambarkan WHO sebagai “salah satu ancaman kesehatan publik
terbesar yang dihadapi dunia”. Sejumlah ahli mengatakan, kematian yang terkait tembakau
mencapai lebih dari lima juta orang per tahun, dan dapat meningkat hingga
melampaui delapan juta orang pada 2030 jika tidak ada aksi untuk mengendalikan
merokok.
Sara Hitchman dari Universitas Waterloo,
Ontario, Kanada, mengatakan, pihak berwenang perlu melihat cara-cara industri
tembakau memanfaatkan perubahaan sosial untuk menyasar kaum wanita, seperti
memasarkan rokok kepada wanita sebagai simpol emansipasi. “Penelitian lebih
lanjut terhadap pola penyerapan rokok dapat membantu pemerintah mengambil
lebih banyak langkah efektif dan mengurangi laju merokok pada kaum wanita pada
masa depan,” kata Hitcman (http://www.harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2184:makin-banyak-wanita-merokok&catid=48:limpapeh&Itemid=200).
Para ahli bahkan menyebutkan, tingkat
kejadian kanker paru-paru pada wanita melonjak drastis beberapa dekade
terakhir. Hal ini kata mereka akibat gencarnya iklan produsen tembakau yang
mendorong wanita untuk merokok agar tetap langsing.
Jumlah kasus kanker paru-paru meningkat lebih cepat dibandingkan pria dan kemungkinan akan menyusul angka kanker paru pria dalam beberapa dekade ke depan. Peneliti dari Kings College, London, memprediksi, dalam 30 tahun ke depan jumlah wanita dengan kanker paru-paru akan lebih banyak. Naik dari 26.000 menjadi 95.000 pada 2040. Sementara jumlah pria dengan penyakit mematikan tersebut hanya akan naik 8 persen, dari 39.000 menjadi 42.000 orang.
Jumlah kasus kanker paru-paru meningkat lebih cepat dibandingkan pria dan kemungkinan akan menyusul angka kanker paru pria dalam beberapa dekade ke depan. Peneliti dari Kings College, London, memprediksi, dalam 30 tahun ke depan jumlah wanita dengan kanker paru-paru akan lebih banyak. Naik dari 26.000 menjadi 95.000 pada 2040. Sementara jumlah pria dengan penyakit mematikan tersebut hanya akan naik 8 persen, dari 39.000 menjadi 42.000 orang.
Jadi, di saat tingkat kanker paru pada
pria mulai stabil, namun pada wanita meningkat sangat cepat. Kanker paru-paru
adalah bentuk ketiga paling umum penyakit pada wanita setelah kanker payudara
dan usus, tetapi juga salah satu yang paling mematikan. Kurang dari 10 persen
pasien mungkin bisa hidup lebih dari lima tahun, terutama karena penyakit ini
biasanya lambat terdiagnosis. Kanker paru-paru umumnya terjadi di usia 50-an.
Kebiasaan merokok pada wanita (khususnya
di Inggris) mulai terdeteksi pada 1960-an, seiring gencarkan iklan rokok yang memperlihatkan
wanita yang merokok sebagai glamor dan inspiratif. Amanda Sandford, dari Action on Smoking and Health mengatakan,
banyak produsen menggunakan gambar model cantik, merokok, dan ramping. "Merokok
dikaitkan dengan menjadi langsing dan menarik. Bahkan beberapa merek
menggunakan nama slim,
"katanya (http://m.life.viva.co.id/news/read/367638-studi--kanker-paru-di-kalangan-wanita-melonjak).
Satu
studi yang dilaporkan dalam New
England Journal of Medicine menyebutkan, risiko kematian perokok perempuan saat ini lebih tinggi
dibandingkan perokok perempuan yang hidup di tahun 1960an, karena perempuan saat
ini memulai kebiasaan merokok lebih cepat dan lebih banyak setiap harinya dibanding
generasi sebelumnya.
Namun
studi yang mengambil data lebih dari 2
juta perempuan di AS berusia 55 tahun atau lebih, mencakup periode 1959-2010
menunjukkan, bahwa jika berhenti merokok pada usia berapa pun, secara dramatis
akan mengurangi angka kematian dari semua penyakit utama yang disebabkan oleh
merokok. (http://www.tempo.co/read/news/2013/01/25/060456767/Resiko-Kematian-Wanita-Perokok-25-Kali-Lebih-Tinggi).
Perempuan perokok akan mengalami dampak
jangka pendek seperti gigi kuning, bau mulut dan kerutan dini. Penelitian telah
menunjukkan, perempuan lebih rentan terhadap bahaya nikotin karena mereka
memiliki sistem metabolisme pembersihan lebih lambat dibandingkan pria. Karenanya
perempuan 12 kali lebih rentan terhadap kematian akibat kanker paru-paru
dibandingkan non-perokok dan memiliki peningkatan risiko kanker lain seperti
kanker laring, faring, mulut, ginjal, esofagus, pankreas, ginjal, dan kandung
kemih. Mereka juga 10 kali lebih rentan terhadap kematian akibat bronkitis dan
emfisema.
Pada jangka menengah, perokok perempuan akan
mengalami keputihan yang tidak biasa, perdarahan, dan peningkatan frekuensi
amenore sekunder yakni: tidak adanya menstruasi dan ketidakteraturan
menstruasi. Perempuan berisiko lebih mengembangkan penyakit kardiovaskuler
seperti serangan jantung dan stroke selama penggunaan estrogen. Wanita yang
merokok 72% lebih mungkin untuk menderita infertilitas dibandingkan
non-perokok.
Nikotin menyebabkan aliran darah ke area alat
kelamin terhambat, sehingga dapat mempengaruhi gairah dan kepekaan saat
berhubungan intim. Merokok juga menyebabkan penurunan kesuburan. Wanita hamil
yang merokok dapat menghadapi masalah-masalah seperti kelahiran prematur,
ketuban pecah dini, plasenta previa, keguguran, hingga kematian neonatal.
Meskipun
beberapa wanita menyadari masalah ini, mereka terus saja merokok. Beberapa
alasan populer yang dijadikan pembenaran para perempuan untuk merokok adalah, merokok
memungkinkan mereka untuk bersantai dan mengekang perasaan atau potensi agresi,
dan kadang-kadang bahkan depresi. Stres bisa sering terjadi di tempat kerja dan
di rumah, dan merokok adalah salah satu cara perempuan meredakan diri dari
sensasi stres. Banyak wanita juga merokok untuk menurunkan berat badan. Metode
ini efektif, namun dampak negatifnya lebih besar daripada manfaatnya (http://www.artikelpria.com/2013/01/29/mengapa-wanita-merokok-dan-apa-akibat-merokok-untuk-wanita.html).**
Newspeg:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar