“Hacker Indonesia, Jim Geovedi, membangun reputasi dunia setelah berhasil meretas satelit”
Tindak kejahatan dunia maya (cyber crime) kian mengkhawatirkan. Para hacker alias
peretas, kini mulai berani menyerang institusi negara dengan teknik yang kian
canggih. Di negara-negara maju, cyber
crime menjadi
ancaman yang sangat serius. Pasalnya mereka mulai menyerang ke fasilitas
nuklir, layanan perbankan, hingga kedaulatan suatu negara.
ROL |
Wakil Ketua ID SIKTI II Federasi Teknologi
Informasi Indonesia (FTII), Muhammad Salahuddin, mengatakan, cyber crime di Indonesia juga tak
kalah mengkhawatirkan. Menurutnya, Indonesia diserang 200 ribu cyber crime setiap hari. "Kita bahkan pernah mendapatkan satu juta
serangan dalam sehari,” kata Muhammad dalam acara Cyber Defence Contest di Jakarta, Kamis (25/4).
Kompetisi cyber
nasional yang digelar FTII ini, ditujukan untuk mencari bibit-bibit SDM (sumber daya manusia) yang
mumpuni dan bisa mendukung Kementerian Pertahanan RI dalam menjaga ketahanan
dan kedaulatan bangsa, khususnya dalam hal dunia cyber.
Lebih lanjut Muhammad mengatakan, cara mengantisipasi serangan
tersebut tidak bisa hanya ditangani segelintir pihak. Melainkan juga harus
dihadapi serius oleh seluruh komponen masyarakat. (http://www.republika.co.id/berita/trendtek/telekomunikasi/13/04/25/mlsznh-indonesia-diserang-200-ribu-cyber-crime-per-hari).
Kejahatan di dunia maya (cyber crime) sebenarnya
tidak melulu melibatkan peretas (hacker). Salah satu definisi cyber crime adalah: tindak kriminal yang
dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer sebagai alat kejahatan utama. Cyber crime merupakan kejahatan yang
memanfaatkan perkembangan teknologi komputer khususnya internet (http://roniamardi.wordpress.com/definisi-cybercrime/).
Termasuk ke dalam cyber crime antara
lain adalah penipuan lelang secara online, pemalsuan cek, penipuan kartu
kredit/carding, confidence fraud, penipuan identitas, pornografi anak, dll (http://id.wikipedia.org/wiki/Kejahatan_dunia_maya).
Sejarah penyerangan di dunia cyber terjadi pada
1988 yang lebih dikenal dengan istilah cyber
attack. Ketika itu ada seorang mahasiswa yang berhasil menciptakan sebuah worm atau virus yang menyerang program komputer
dan mematikan sekitar 10% dari seluruh jumlah komputer di dunia yang terhubung
ke internet. Pada tahun 1994, seorang bocah sekolah musik, Richard Pryce (16),
atau yang lebih dikenal sebagai “the hacker” alias “Datastream Cowboy”, ditahan
lantaran masuk secara ilegal ke dalam ratusan sistem komputer rahasia termasuk
pusat data dari Griffits Air Force, NASA, dan badan penelitian atom Korea (Korean
Atomic Research Institute).
Dalam interogasinya oleh FBI, Pryce mengaku
belajar hacking (meretas) dan cracking (secara harfiah artinya “mematahkan”)
dari seseorang yang dikenalnya lewat internet yang kemudian dijadikannya sebagai mentor. Mentor ini berjuluk “Kuji”. Hebatnya, hingga kini sang mentor tidak pernah diketahui
keberadaan dan identitasnya. Di Indonesia, “prestasi” dalam bidang cyber crime oleh para hacker, cracker dan carder lokal juga
patut diacungi jempol (ke atas atau ke bawah?), walau di dunia nyata Indonesia dianggap
sebagai salah satu negara terbelakang (sumber: http://roniamardi.wordpress.com/definisi-cybercrime/).
Meski begitu, aksi hacker Indonesia pernah
dicibir hacker Israel. Ini terjadi saat sejumlah kelompok peretas dunia berencana
melakukan serangan cyber besar-besaran
terhadap Israel pada 7 April lalu, seperti dilaporan Hacker Post dan sejumlah situs
lain. Kelompok tersebut yang menamakan
diri sebagai Anonymous, mengancam
akan menghilangkan Israel dari internet. Serangan terpadu tersebut merupakan lanjutan
#opisrael (http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/13/03/14/mjn4zu-siapsiap-peretas-sedunia-bergabung-serang-israel).
Indonesia juga mengirim “delegasi” untuk
dukung #opisrael ini. Namun walaupun berhasil melumpuhkan sejumlah situs, hacker Israel
mencibir aksi hacker Indonesia. Dalam satu akun Twitter milik hacker Israel,
@IsraelElite, terjadi sebuah percakapan pendek antara pemilik akun dengan pengguna Twitter lain, tertanggal 8 April 2013. Dalam obrolan itu, pemilik akun
Israel Elite ini menyorot aksi hacker
Indonesia: "Indonesian kids have nothing better to do :)" (http://www.merdeka.com/teknologi/hacker-israel-cibir-aksi-peretas-indonesia.html).
Situs-situs pemerintah Indonesia dengan
domain "go.id" juga rentan serangan hacking
dengan modus mengganti laman muka situs (deface).
Tahun 2012, tercatat 459 kasus serangan deface
terhadap domain tersebut. Menurut Staf Ahli Menteri Bidang Teknologi Kementerian
Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Kalamullah Ramli, penyebabnya karena pemerintah
kurang mempersiapkan aspek keamanan digital ketika "go online".
Beberapa bulan lalu kata Kalamullah, kelompok yang menamakan diri Anonymous
Indonesia menyerang sejumah situs milik Pemerintah RI. "Mereka ingin
menunjukkan solidaritas pada hacker
muda yang ditangkap karena melakukan deface
pada situs presiden," jelasnya. Sejauh ini sebagian besar kasus-kasus deface ditengarai hanya dilandasi
keisengan. "Banyak yang baru belajar, lalu ingin nge-test," jelasnya. Namun
Kalamullah tetap menyarankan penanggung jawab teknologi informasi (TI) agar tidak sesumbar soal
keamanan sistem supaya tak mengundang serangan (http://tekno.kompas.com/read/2013/03/14/10095691/Mengapa.Situs.Pemerintah.RI.Kerap.Diretas).
Pada 9
Januari 2013, situs resmi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yaitu presidensby.info, diretas hacker yang menyebut diri jemberhacker team. Saat itu, situs
menampilkan latar belakang hitam dengan tulisan warna hijau "Hacked by
MJL007" dan logo “jemberhacker”. Pelakunya diketahui sebagai pegawai
warung internet berinisial WYA. Berdasarkan keterangan Kapolres Jember, AKBP
Jayadi, ia telah ditangkap. WYA dilaporkan sebagai lulusan sekolah menengah
kejuruan (SMK) yang bekerja sebagai operator dan teknisi komputer di salah satu
warnet di Jalan Letjen Suprapto, Jember, Jawa Timur (http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2013/01/130130_retas_hacker.shtml).
Mengenai upaya pemerintah meredam aksi hacker, Prof Howard
A Schmidt, mantan kepala keamanan cyber Gedung Putih Amerika Serikat (AS) mengatakan, saat ini pemerintah AS telah
mempunyai sistem terpadu untuk mencegahnya. Dari pengalaman itu, Howard mengatakan, bahwa dalam memerangi cyber crime, pemerintah dengan wewenang yang dimilikinya harus melibatkan semua elemen, seperti institusi swasta dan
masyarakat. "Diperlukan kerangka kerja
yang baik dalam memerangi cyber crime,
seperti strategi identifikasi, mengedukasi pengguna Internet, dan tata cara
pencegahan kejahatan," ujar Howard. Dan ini kata dia, memang butuh waktu panjang.
Sementara
kendala Indonesia menurut Kalamullah Ramli, karena banyak pengguna
Internet di Indonesia yang belum mengetahui bahaya cyber
crime. "Saat ini saya mulai berpikir untuk membuat kurikulum
mengenai tindak cyber crime untuk SD dan SMP. Ini penting dilakukan untuk menciptakan masyarakat
yang sadar akan penggunaan Internet yang aman," tutup Ramli (http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/397214-ini-trik-cegah--i-cyber-crime--i--dari-eks-bos-keamanan-gedung-putih).
Berkaca pada kasus WYA, di negara-negara maju
seperti AS, banyak hacker “baik” yang justru diangkat sebagai tenaga ahli di
bidang TI. Salah satu contohnya adalah Adrian Lamo. Lamo didakwa telah
melakukan peretasan di banyak perusahaan terkenal seperti The New York Times, Microsot, Yahoo! dan MCI WorldCom. Setelah
menjalani masa hukumannya, kabarnya sekarang dia diangkat sebagai analis
sekuritas di bidang TI dan mendedikasikan ilmunya untuk sebuah perusahaan di
daerah Sacramento. Bahkan tidak sedikit mantan hacker kini menjadi orang top.
Salah satunya adalah pendiri Apple, Steve Wozniak.
Herdian Ferdianto, founder PT Simetri
sekaligus pengamat TI di Indonesia, mengatakan, sebenarnya dari dulu sampai
sekarang sudah banyak hacker yang diangkat jadi tenaga ahli atau security specialist. "Sayangnya,
tidak banyak berita yang mengabarkan mereka," jelas Ferdi (http://www.merdeka.com/teknologi/perlukah-pemerintah-berdayakan-hacker-hacker-di-indonesia.html).
Salah
seorang hacker Indonesia, Jim Geovedi, bahkan telah membangun reputasi dunia.
Dia terkenal karena berhasil meretas satelit. Pada masa ketika nyaris semua
informasi dan manusia terkoneksi, Jim bisa setiap saat keluar masuk ke sana:
melongok percakapan surat elektronik atau sekedar mengintip perselingkuhan anda
di dunia maya.
Dia juga bisa
saja mencuri data-data penting: lalu lintas transaksi bank, laporan keuangan
perusahaan atau bahkan mengamati sistem pertahanan negara. “Kalau mau saya bisa
mengontrol internet di seluruh Indonesia,“ kata Jim dalam percakapan dengan Deutsche
Welle (http://www.dw.de/jim-geovedi-hacker-indonesia-yang-bisa-meretas-satelit/a-16564273).
Sayangnya, Jim seperti kebanyakan orang pintar Indonesia, lebih “memilih” hilir
mudik di luar negeri. Mungkin karena Indonesia tidak memiliki cukup arena dan dana untuk
memberdayakan mereka secara layak.**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar