Toto Sering Kunjungi Dada Rosada, Adhli: Biar Bandung Tetap Kondusif

“KPK mendalami dugaan keterlibatan Dada dan kemungkinan uang yang diberikan kepada Hakim Setyabudi itu diambil dari kas Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung”

Pimpinan Ormas Gasibu Pajajaran, Toto Hutagalung, yang dikenal dekat dengan Walikota Bandung, Dada Rosada, akhirnya “menyerahkan diri” ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (8/4/13). Toto adalah salah satu tersangka kasus dugaan suap perkara dana Bansos, terhadap hakim Setyabudi Tejocahyono. Setyabudi sendiri sudah ditangkap KPK pada 23 Maret 2013.

Tak berkutik tanpa pelihara ormas

Keberadaan Toto sempat misterius. Kedatangannya ke kantor KPK dengan didampingi tiga kuasa hukumnya dan dua polisi ini, adalah setelah KPK melakukan pemanggilan untuk kedua kalinya. Johnson Siregar, salah satu kuasa hukum Toto, mengatakan, kedatangan Toto ke KPK merupakan inisiatif sendiri. Ia membantah kliennya mangkir pada panggilan pertama. "Ya tidak selalu mangkir sebenarnya ya, karena kan ini baru panggilan kedua," kelitnya (http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/13/04/08/mkxe9d-toto-hutagalung-akhirnya-diperiksa-kpk).

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, dalam sejumlah kesempatan mengimbau Toto agar menyerahkan diri. Jika terus buron, menurut Bambang, Toto akan rugi sendiri. Pada Jumat (5/4/2013) malam, KPK menggeledah dan menyegel apartemen Toto di lantai 10 kamar E nomor 36, The Suites Metro, Jalan Soekarno-Hatta, Bandung. KPK juga mengaku sudah mendatangi keluarga Toto agar pihak keluarga membujuk Toto untuk menyerahkan diri.

Kasus ini juga menyeret nama Wali Kota Bandung, Dada Rosada. KPK mendalami dugaan keterlibatan Dada dan kemungkinan uang yang diberikan kepada Hakim Setyabudi itu diambil dari kas Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung. Terkait penyidikan kasus ini, KPK telah menggeledah ruang kerja Dada dan menyita sejumlah dokumen yang dianggap dapat menjadi barang bukti. (http://m.merdeka.com/peristiwa/toto-penyuap-hakim-sering-temui-dada-rosada.html).

Dada sendiri telah dicegah bepergian ke luar negeri selama 6 bulan, lantaran KPK menganggap Dada mengetahui proses penyuapan Hakim PN Bandung (http://news.detik.com/read/2013/04/08/133816/2214259/10/toto-hutagalung-akui-kurir-suap-hakim-pn-bandung-anak-buahnya?9922022). Dada malah telah dengan polos datang ke kantor KPK pada Selasa (4/4/2013), padahal KPK merasa belum mengirim surat panggilan.

"Tadi sudah dijelaskan kepada yang bersangkutan (Dada) bahwa penyidik tidak memangggilnya, lalu disampaikan ke tim pengawas internal untuk diselidiki kenapa ada surat panggilan palsu," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi. Menurut Johan, bukan kali ini saja ditemukan surat panggilan palsu yang mengatasnamakan KPK, namun belum pernah ada pelaku pembuatan surat palsu yang tertangkap dan dipidana (http://nasional.kompas.com/read/2013/04/04/12573015/KPK.Telusuri.Surat.Palsu.Dada.Rosada?utm_source=WP&utm_medium=Ktpidx&utm_campaign)

Pada Jumat (23/3), pukul 14.15 WIB, KPK menangkap hakim Setyabudi di kantornya, Pengadilan Negeri (PN) Bandung di Jalan LRE Martadinata, sesaat setelah menerima uang senilai Rp 150 juta, dari seseorang bernama Asep Triana. Uang tersebut dibungkus menggunakan kertas Koran. Dalam penggerebekan itu, KPK menyita uang tersebut, berikut Toyota Avanza bernomor polisi D 1605 IF milik Asep yang diparkir di seberang PN Bandung. Di dalam mobil itu juga ditemukan uang sejumlah Rp 350 juta.

Dikatakan Johnson, Asep Triana adalah karyawan Toto, namun dia mengaku tidak tahu apa perusahaannya. Namun diketahui bahwa Toto merupakan pimpinan CV Jodam, yaitu pengelola parkir di pasar Andir Bandung, dan ketua organisasi masyarakat (ormas) Gasibu Padjajaran. Pada hari itu juga KPK menangkap Herry Nurhayat, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung, dan juga bendahara Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah kota Bandung, Pupung. Dalam kasus ini KPK kemudian menetapkan empat orang tersangka yakni ST (Setyabudi Tejocahyono), HN (Herry Nurhayat), AT (Asep Triana), dan TH (Toto Hutagalung). (http://id.berita.yahoo.com/pengacara-bantah-dada-rosada-sembunyikan-toto-hutagalung-064615297.html).

Saat memenuhi panggilan KPK, kepada pengacaranya Toto Hutagalung mengaku memiliki hubungan dengan Wali Kota Bandung, Dada Rosada. Menurut Johnson, Toto merupakan anak buah Dada Rosada. Johnson belum mau mengungkapkan ihwal keterkaitan Dada Rosada dalam kasus suap hakim PN Bandung ini. Johnson juga membantah bahwa dalam buronnya Toto, ada andil Dada Rosada. Namun ia berjanji kliennya akan kooperatif membantu KPK membongkar kasus ini, termasuk dugaan adanya keterlibatan Dada Rosada. Menurut Johnson, Toto dipanggil sebagai saksi, meski statusnya kini sebagai tersangka. (http://www.tribunnews.com/2013/04/08/toto-hutagalung-mengaku-anak-buah-dada-rosada).

Ihwal kedekatan Toto dengan Dada, ajudan Dada Rosada, Adhli El Efwan, mengaku mengenal Toto Hutagalung. Sebab kata dia, Toto sering menghadap Walikota Bandung sebagai Ketua Gasibu Pajajaran, Bandung, satu lembaga yang mengaku sebagai organisasi massa (ormas). "Kan banyak ormas tuh, (seperti) AMS, semua menghadap ke beliau," ujarnya usai menjalani pemeriksaan di KPK sebagai saksi, Selasa (2/4).

Menurut Adhli pertemuan ormas dengan Dada biasa dilakukan untuk menjaga Kota Bandung tetap kondusif. "Untuk kondusifitas kota Bandung juga. Semua ormas harus sama-sama menjaga kondusifitas Kota Bandung. Ya kan ormas BBC kan banyak sering membantu penghijauan," ujarnya (http://m.merdeka.com/peristiwa/toto-penyuap-hakim-sering-temui-dada-rosada.html).

Mengenai keberadaan ormas-ormas “peliharaan” Pemkot Bandung, masyarakat Bandung sudah mafhum. Seseorang dengan identitas nama Punggawa, saat mengomentari kasus premanisme terkait insiden LP Cebongan mengatakan: Fenomena seperti ini tidak hanya terjadi di Jogja tetapi juga di kota-kota besar lainnya di Indonesia (contoh: belum lama ini di Bandung seorang pimpinan ormas preman Gasibu Pajajaran yang bernama Toto Hutagalung disangka oleh KPK sebagai mediator suap/markus dari oknum Pemkot Bandung kepada hakim PN Bandung). Oleh karena itu Premanisme akan tumbuh subur selama aparat penegak hukum bisa mereka beli terlebih apabila aparat penegak hukum itu sebagai pelaku kegiatan premanisme pula (http://webgw24.mobile.bf1.yahoo.com/s/operaweb/legobpengine/news/preman-yogya-dari-satgas-partai-kini-masuk-kalangan-040500734.html?.b=nasional%2F&.cf3=Kriminal&.cf4=3&.cf5=Merdeka.com&.cf6=%2Fnasional%2F&.h=Nasional&.ts=1364541406&.intl=ID&.lang=id&.ysid=wHeDvhel85eanIyn0OsxRSyP).

Kriminolog Universitas Indonesia (UI), Adrianus Meliala, menilai, sudah menjadi rahasia umum bahwa  kelompok preman terorganisasi ini “dipelihara” aparat keamanan. Itu sebabnya mereka berani dan terkadang  besar kepala. ”Namun memelihara preman terorganisir itu seperti memelihara anak macan. Sekarang yang memelihara itu harus menanggung sendiri akibatnya,” katanya (http://namakuddn.wordpress.com/2012/03/07/preman-yang-terorganisir-di-pelihara-aparat/).**

Newspeg:

http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/13/04/08/mkxe9d-toto-hutagalung-akhirnya-diperiksa-kpk