Untuk
kesekian kalinya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), akan menerima gelar
kehormatan. Kali ini yang akan memberikan adalah Rajaratnam School of
International Studies (RSIS), Nanyang Technological University (NTU), Singapura.
Nama gelarnya adalah Honoris Doctoral (Doctor of Letters). Karena itu, Senin
(22/4) pagi, SBY dan rombongan tampak sudah berada di Bandara Halim
Perdanakusuma untuk bertolak ke Singapura.
Tidak gratis (?) |
“Saya
juga dijadwalkan menerima gelar dari Nanyang Technological University yang sudah
lama dijadwalkan dan baru kali ini bisa dihadiri,” katanya sesaat sebelum berangkat.
NTU merupakan salah satu perguruan tinggi terkemuka di dunia. NTU masuk Top 50
dalam QS World University Rankings pada tahun 2012, dan Top 100 dalam Times
Higher education World University Rankings (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/04/22/mlmyky-sby-akan-digelari-honoris-doctoral-dari-nanyang).
Gelar
Honoris Doctoral terdengar agak berbeda dibanding istilah yang selama ini
dikenal seperti gelar Doktor Honoris Causa, meskipun tampaknya maknanya tidak
berbeda. Gelar kehormatan akademis ini biasanya diberikan oleh suatu perguruan
tinggi/universitas yang memenuhi syarat, kepada seseorang tanpa orang tersebut
perlu mengikuti dan lulus dari pendidikan yang sesuai untuk mendapatkan gelar
kesarjanaannya tersebut. Gelar Honoris Causa (misalnya) dapat diberikan bila
seseorang telah dianggap berjasa dan atau berkarya luar biasa bagi ilmu
pengetahuan dan umat manusia (https://id.wikipedia.org/wiki/Honoris_Causa).
Dalam
hal gelar kehormatan dari NTU ini, staf khusus presiden bidang hubungan
internasional, Teuku Faizasyah, mengatakan, penganugerahan tersebut merupakan
pengakuan dari dunia akademis di Singapura atas kemajuan Indonesia di berbagai
bidang di bawah kepemimpinan Presiden SBY. “Selain itu, penganugerahan
gelar tersebut juga dikaitkan dengan kontribusi Presiden SBY tidak hanya bagi
penguatan hubungan dan kerjasama Indonesia – Singapura tetapi juga bagi
perdamaian, stabilitas dan kemajuan di kawasan dan di dunia
internasional," ungkap Faizasyah. (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/04/22/mlmyky-sby-akan-digelari-honoris-doctoral-dari-nanyang).
Pada
2009, SBY juga pernah akan siberi gelar Dr HC alias Doctor Honoris Causa oleh Institut Teknologi
Bandung (ITB). Namun rencana ini ditolak para alumninya. Presiden SBY seperti
dilansir Persda Network, dianggap
belum pantas mendapatkan gelar itu, apalagi pemberian dilakukan menjelang
pelaksanaan Pemilu 2009. Alumnus ITB, Fadjroel Rahman, menuturkan, "Kalau
yang dapat gelar itu Taufik Ismail dan Taufik Abdullah, tentu semua bisa
memakluminya. Tapi kalau buat SBY, tunggu dulu," kata Fadjroel ketika itu
(https://www.facebook.com/notes/ikatan-alumni-institut-teknologi-bandung-itb/gelar-doktor-hc-sby-dipertanyakan/52343866862).
SBY
juga pernah diganjar gelar Honoris Causa Doctor of Philosophy in Leadership of
Peace oleh Universitas Utara Malaysia. Jika dilihat nama gelarnya, tampaknya
ini berkaitan dengan anggapan univeritas tersebut bahwa SBY merupakan pemimpin
yang berperan dalam perdamaian dunia (lihat: http://www.tempo.co/read/news/2012/12/18/078448849/SBY-Akan-Dapat-Gelar-Doktor-Kehormatan-di-Malaysia).
Jika
mengacu pada Peraturan Pemerintah RI No 43/1980, gelar
Doktor Kehormatan (Doctor Honoris Causa) adalah gelar kehormatan yang diberikan
oleh suatu Perguruan Tinggi kepada seseorang yang dianggap telah berjasa dan
atau berkarya luar biasa bagi ilmu pengetahuan dan umat manusia (file:///C:/DOCUME~1/RUSWID~1/LOCALS~1/Temp/PP_NO_43_1980.HTM).
Namun tampaknya poin: “dianggap telah berjasa dan atau berkarya ‘luar biasa’
bagi ilmu pengetahuan dan umat manusia”, merupakan syarat yang terlalu berat bagi banyak tokoh yang ingin memperoleh gelar ini, meskipun menjadi sangat
jelas mana yang layak mana yang tidak.
Belum lama ini SBY juga memperoleh gelar
kehormatan dari Ratu Inggris Elizabeth II. Karena yang memberikannya adalah
institusi kerajaan, maka nama gelarnya adalah Knight Grand Cross in the Order
of Bath, alias Kstaria Agung. Dengan semikian, SBY resmi bisa dipanggil
dengansebutan Sir. Penghargaan ini katanya memiliki kelas tertinggi dari Order
of the Bath,dan membuat SBY sejajar dengan penerima penghargaan yang sama
terhadap Presiden AS Ronald Reagan, Presiden Perancis Jacques Chirac, dan
Presiden Turki Abdullah Gul.
Tak cuma mendapatkan gelar kehormatan di
Inggris saja, Presiden juga pernah mendapatkan penghargaan sejenis seperti dari
Brunei Darussalam dan Ekuador. Beberapa gelar kehormatan dari masyarakat lokal
juga pernah diberikan kepada Presiden SBY, di antaranya masyarakat Melayu
Jambi, masyarakat Batak, dan Minang (http://id.berita.yahoo.com/7-gelar-kehormatan-untuk-presiden-sby-014406294.html).
Kata “Bath” berasal dari upacara mandi
yang terinspirasi dari kegiatan pembaptisan untuk menyucikan diri sang
kesatria. Namun, kini ritual mandi tidak lagi dilaksanakan. Dahulu, gelar
ini diberikan kepada tentara atau masyarakat sipil yang memiliki prestasi
menonjol. Saat acara penobatan digelar, SBY dijamu dengan sangat mewah dan disandingkan
dengan orang-orang penting dalam pemerintahan Inggris. (lihat: http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/12/11/09/md7m41-analisis-dibalik-pemberian-gelar-kesatria-agung).
Namun itu tampaknya tidak gratis.
Di media beredar desas-desus bahwa SBY
telah membarter ladang gas Indonesia dengan gelar tersebut, karena pemberian gelar tersebut oleh Kerajaan Inggris juga dianggap tidak jelas maknanya. Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik, segera membantah isu tersebut.
"Presiden dapat gelar itu urusan lain, bukan barter. Tidak ada hubungan
antara gelar yang diberikan pada Bapak Presiden dengan gas Tangguh," kata
Jero Wacik pada Juni 2012. Sebelumnya, pemerintah Indonesia memang memberikan
kontrak gas di Tangguh kepada British Petroleum (BP). (lihat: http://ekbis.sindonews.com/read/2012/11/06/34/685899/jero-bantah-sby-barter-gas-tangguh-dengan-gelar).
Sehari setelah upacara penobatan gelar Sir, dengan mengambil lokasi di kantor Perdana Menteri Inggris di Downing Street, London, dalam konteks pertemuan bilateral Presiden SBY
dan sang Perdana Menteri David Cameron, pemerintah Indonesia resmi menyampaikan persetujuan atas proposal
pengembangan kilang LNG Tangguh.
CEO BP Group, Bob Dudley, dan Presiden BP di Asia Pasifik, William Lin, hadir untuk menyaksikan kerjasama pengembangan kilang LNG Tangguh ini, yang
diperkirakan menelan lebih dari 12 miliar dolar AS ini. Mengenai kerjasama ini, pengamat migas Kurtubi menganggap perjanjian ini memiliki cacat, karena dilakukan dengan cara penunjukkan
langsung alias tidak melalui tender internasional, padahal kilang
LNG Tangguh sebanyak 60 persen dikuasai negara (http://m.bisnisaceh.com/politik/inggris-beri-gelar-sby-sir-dan-indonesia-beri-inggris-gas-seharga-12-miliar-dolar/index.php).
Namun untung saja saat ritual pemberian gelar, SBY tak sampai harus berlutut dan ditepuk-tepuk pundaknya
menggunakan pedang oleh Ratu Elizabeth, sebagai bagian dari “ritual” pemberian
gelar (lihat: http://www.beritasatu.com/nasional/80296-sby-didesak-jangan-berlutut-di-depan-ratu-inggris.html).**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar