“Berbagai
kasus artis yang tertipu oleh para ‘guru spiritual’-nya, dapat menjadi momentum
bagi masyarakat untuk lepas dan menjauhi praktik perdukunan”
Sikap
jeli dan cerdas dari umat, sangat penting dalam menentukan tokoh panutan.
Jangan sampai orang yang tidak melalui proses belajar, atau hanya
belajar instan, sudah dianggap sebagai guru spiritual. Apalagi kalau sampai
tukang jahit hanya karena “memiliki
ilmu”, lalu dipilih sebagai guru spiritual.
ROL |
Direktur
Pusat Kajian Hadis Jakarta Dr Ahmad Lutfi Fathullah mengatakan, hal paling
mendasar dalam memilih seorang guru ataupun penasihat spiritual adalah, perhatikan
akidah dan praktik keagamaannya sehari-hari, apakah sesuai Alquran dan hadis. Atau adakah ajaran-ajarannya yang mengajak kepada
kemusyrikan dan kekufuran. Jika terbukti menyimpang, segera tinggalkan.
Secara
kasat mata, tutur dosen ilmu hadis di sejumlah perguruan tinggi Islam itu,
perhatikan dengan seksama tipologi keluarga “sang guru”, saleh atau tidaknya.
Demikian pula, bisa mengecek rumahnya, apakah terdapat minuman keras ataupun
benda-benda yang tidak sesuai syariat agama. Tak kalah penting tentunya,
cermati salat lima waktunya. Guru yang patut diikuti ialah yang memiliki
kapasitas keilmuan dan praktik yang seimbang.
Sementara, Direktur Pusat Pendidikan Quran Rumah Tajwid, Depok, Jawa Barat, Ustaz Hartanto Saryono Lc, mengatakan, tak semua orang bergamis, berpeci, tampak saleh, lalu layak dianggap sebagai pembimbing spiritual. Ada kalanya, tambah Hartanto, paranormal melakukan salat dan rajin puasa, tapi tata cara ibadahnya tidak sesuai Rasulullah SAW. Menurut Hartanto, kebanyakan paranormal berbau mistis karena pengaruh jin. Sumber “keilmuan” mereka pun tak jelas,s eperti ritual pertapaan atau semedi di lokasi tertentu (http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/13/04/19/mlhtxg-ini-tips-memilih-guru-spiritual).
Menurut
Direktur Lembaga Pengkajian dan Penerapan Tauhid Unida, Bogor, Dr Amir
Mahrudin, faktor yang menyebabkan manusia percaya paranormal karena keringnya
nilai-nilai ketuhanan. Dalam kondisi itu, tingkat keimanan mereka rendah
sehingga mudah tertipu ulah paranormal. Tuhan tak lagi tampak bagi mereka.
Ketua
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor ini mengatakan, tuntunan
paranormal itu banyak yang berseberangan dengan Islam, seperti menganggap
cincin, keris, atau benda-benda lain memiliki khasiat. Mereka menggunakan
perantara jin untuk melancarkan aksinya. Tindakan ini bisa masuk kategori
syirik. Padahal sesuai ajaran Islam, lanjut Amir, percaya pada dukun adalah
perbuatan syirik, dan tobatnya akan tertolak selama 40 hari. Dan seperti
tertuang di surah Luqman: Semua dosa
akan diampuni Allah, kecuali perbuatan syirik. Amir menyarankan agar umat memperkuat
benteng iman, takwa, dan amal salehnya. Selain itu, perbanyak tahajud, shalat
dhuha, dan membaca Alquran. “Insyallah jika dilakukan dengan ikhlas, rida Allah
akan kita raih,” katanya (http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/13/04/19/mlhukl-waspadai-muslihat-dukun-dan-paranormal).
Beberapa
hari ini, masyarakat diramaikan oleh kisah mengenai artis Adi Bing Slamet, yang
melalui media, membongkar tingkah menyimpang seseorang yang disebutnya sebagai
Eyang Subur. Dalam pernyataannya di depan wartawan, Adi mengungkapkan mengenai
sang Eyang yang telah merugikan tidak hanya secara moral namun juga material,
dan menganggapnya telah melakukan praktik santet dan guna-guna. Dia lantas juga
menyebut sejumlah artis ibu kota yang menjadi korban Eyang Subur.
Menanggapi fenomena itu, Ketua Umum
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj, mengatakan, ilmu dukun
dan sihir itu memang ada sejak dulu, karena tertera dalam Alquran dan Hadist.
"Namun, belajar ilmu sihir itu diharamkan," katanya saat dihubungi
oleh Republika di
Jakarta, Kamis (18/4). Said lalu mengimbau umat Islam agar lebih berhati-hati
dan bersabar ketika menginginkan sesuatu. Ia juga mengharapkan para ulama bisa
lebih dekat dengan umatnya (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/04/18/mlfz74-said-aqil-kebanyakan-paranormal-zaman-sekarang-itu-bohong).
Majelis
Ulama Indonesia (MUI) menyatakan, berbagai kasus artis yang tertipu oleh para “guru
spiritual”-nya, dapat menjadi momentum bagi masyarakat untuk lepas dan menjauhi
praktik perdukunan. Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam, mengatakan, kasus
Adi Bing Slamet dan Eyang Subur, memperlihatkan bahwa mengambil jalan pintas
untuk mencapai sesuatu, terlebih menggunakan cara di luar syariat, akan
berakhir tidak baik. Asrorun juga menganggap, kasus ini merupakan momentum bagi
pemerintah untuk segera merevisi KUHP terkait praktek ilmu hitan dan perdukunan
(http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/04/16/mlckqs-mui-kasus-eyang-subur-momentum-lepas-dari-perdukunan).
Ihwal
KUHP tersebut, Kuasa hukum Eyang Subur, Ramdan Alamsyah, menganalis bahwa mencuatnya
kasus ini berbarengan dengan penggodokan Rancangan Undang Undang KUHP mengenai Santet.
"Kasus Eyang Subur adalah bagian dari konspirasi politis," kata
Ramdan, Kamis, (11/4). Menurut Ramdan, semua yang dilakukan Adi dan
korban lainnya hanya sebatas ucapan, tanpa bukti nyata, untuk membentuk opini publik.
Ramdan juga merasa heran, kenapa Adi malah mendatangi DPR dan bukannya melapor
ke polisi (http://www.tempo.co/read/news/2013/04/12/219472889/Eyang-Subur-Konspirasi-dan-Pasal-Santet).
Atas aduan Adi tersebut, para anggota
Komisi III mengusulkan agar Eyang Subur dipanggil ke DPR, guna dimintai
keterangan sekaligus mengonfrontasinya. Namun hal itu belum diputuskan oleh
pimpinan sidang, karena DPR akan memasuki masa reses.
Alih-alih
Adi yang melapor ke polisi, akhirnya malah Eyang Subur yang akan melaporkan Adi
Bing Slamet ke Bareskrim Mabes Polri, atas tuduhan pelanggaran Hak Asasi
Manusia (HAM). Lelaki uzur penasihat spiritual sejumlah seleb itu tidak
terima dituding mantan penyanyi cilik itu telah menyebarkan aliran sesat,
mengguna-gunai orang, dan sejumlah tudingan miring lainnya. Ramdhan juga menyatakan
pihaknya akan akan melaporkan dugaan pelanggaran HAM ke Komisi Nasional (Komnas)
HAM (http://www.gatra.com/hukum-1/28582-eyang-subur-laporkan-adi-bs-atas-pelanggaran-ham.html).
Newspeg:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar