Dua
belas tahun setelah tergulingnya rezim Taliban, Afganistan mencatat rekor produksi opium.
Jika tidak ada hambatan, hasil panen tahun ini akan menempatkan Afganistan
sebagai produsen 90 persen opium dunia. Dengan adanya permintaan yang tinggi di
“pasar” dunia, harga opium selalu menggiurkan. Penurunan produksi justru telah
membuat harganya meroket sehingga pernah menyentuh rekor 300 dolar AS per
kilogram.
Opium dan anak Afganistan |
Meskipun
sekarang telah turun menjadi 100 dolar AS, harga ini masih tergolong tinggi sehingga banyak petani yang mengubah
lahannya untuk pertanian opium. "Budidaya
opium sudah tiga tahun sukses dan produksi semakin meningkat," ujar Kepala
PBB Untuk Kejahatan dan Obat Terlarang (UNODC), Jean-Luc Lemahieu, di Afganistan, seperti dilansir The Guardian. Hanya 14 dari 34
provinsi di Afganistan yang bebas opium. Jumlah itu turun dari 20 provinsi pada
2010.
Upaya
pemberantasan opium tanpa dukungan fasilitas kesehatan dan pendidikan dinilai
akan mendorong kelompok pemberontak Taliban dan lainnya menolerir tanaman
memabukkan tersebut. Produksi opium pun akan terus meningkat (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/04/16/mlarmt-afganistan-jadi-produsen-opium-terbesar-di-dunia).
Opium
(candu) adalah bahan dasar pembuat narkotika. Dia hanya bisa dibudidayakan di
pegunungan kawasan subtropis. Cara produksi awalnya adalah, buah opium(Papaver
somniferum L. atau P. paeoniflorum) yang dilukai dengan pisau sadap akan
mengeluarkan getah kental berwarna putih. Setelah kering dan berubah warna
menjadi cokelat, getah ini dipungut dan dipasarkan sebagai opium mentah.
Opium mentah sudah bisa diproses
sederhana hingga menjadi candu siap konsumsi. Kalau getah ini diekstrak lagi,
akan menghasilkan morfin. Morfin yang diekstrak lebih lanjut akan menghasilkan
heroin. Limbah ekstraksi ini kalau diolah lagi akan menjadi narkotik murah
seperti "sabu". Tanaman ini berasal
dari Eropa Tenggara, dan menyebar sampai Afganistan hingga "segitiga
emas" perbatasan Myanmar, Thailand, dan Laos (http://id.wikipedia.org/wiki/Opium).
Tanaman ini juga jamak diproduksi di sejumlah negara Amerika Latin seperti
Bolivia, Peru, dan Kolumbia.
Produksi opium di Afghanistan telah menopang
kebutuhan perang di sana selama 12 tahun. PBB, Senin (15/4) melaporkan, masa
depan yang tidak pasti di Afghanistan pasca-ditariknya pasukan asing dari
negara itu pada 2014 mendatang, menjadi salah satu pemicu peningkatan penanaman
opium. "Desa-desa yang tingkat keamanannya buruk dan tidak mendapat
bantuan pertanian, agaknya akan menanam candu pada 2013, dibandingkan desa yang
tingkat keamanannya bagus dan menerima bantuan," sebut laporan dari UNODC, seperti dinukil dari Reuters.
Keindahan di balik derita dunia |
Berdasarkan laporan UNODC dan Kementerian
Anti Narkoba Afganistan, 12 provinsi diperkirakan akan menunjukkan peningkatan
tanaman candu tahun ini. Daerah tersebut termasuk wilayah selatan di provinsi
Kandahar dan Helmand, yang dikuasai gerilyawan Taliban.UNODC pada 2011
memperkirakan, perdagangan candu memberi penghasilan bagi Taliban sebesar 700
juta dolar AS, naik 200 juta dolar dari dasawarsa sebelumnya, sedangkan para
penyelundup memperoleh miliaran lebih (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/04/15/mlayvs-afghanistan-tingkatkan-penanaman-pohon-pembuat-heroin).
Seperti
dikutip dari Wikipedia (sedikit
diolah, Red), Taliban adalah adalah gerakan nasionalis Islam Sunni pendukung Pashtun yang secara efektif
menguasai hampir seluruh wilayah Afghanistan sejak 1996 sampai 2001. Kelompok
Taliban dibentuk pada 1994, yang (ironisnya pada awalnya) mendapat dukungan
dari Amerika Serikat (AS) dan Pakistan. Dewan Keamanan PBB mengecam tindakan
kelompok ini karena kejahatannya terhadap warga negara Iran dan Afghanistan
(yang dianggap) melanggar HAM. Kelompok ini (awalnya) mendapat pengakuan
diplomatik hanya dari tiga negara: Uni Emirat Arab, Pakistan, dan Arab Saudi,
serta pemerintah Republik Chechnya Ichkeria yang tidak diakui dunia (http://id.wikipedia.org/wiki/Taliban).
Namun
tentu saja pengatasnamaan Islam atas gerakan ini tidak diamini umat Islam
sendiri. Apalagi diketahui perjuangan mereka dibantu dengan perdagangan opium
dunia yang telah menghancurkan generasi muda di banyak negara. Ahmad Sahal
menulis, Taliban adalah rezim fundamentalis yang tabiatnya tidak ada presedennya dalam
tradisi Islam. Mereka menjalankan mesin pemerintahannya dengan pemasukan pajak
dari penjualan opium dan heroin.
Ahmed Rashid dalam bukunya Taliban (2000)
menyebutkan, seorang pejabat tinggi Taliban berkata: membudidayakan dan
berdagang opium adalah halal sejauh konsumen dan pemakainya adalah orang kafir
di Barat dan bukan orang muslim di Afghan sendiri (http://islamlib.com/?site=1&aid=230&cat=content&title=kolom).
Tampaknya,
ini adalah lingkaran setan yang tak akan habis-habisnya hingga kiamat tiba,
karena muncul pula dugaan lembaga intelijen AS, CIA, turut mendanai penanaman
opium di Afganistan. Jean-Luc Lemahieu, perwakilan UNODC di Afghanistan,
mengatakan, rata-rata perdagangan opium CIA memberi keuntungan pada Afghanistan
hingga 60 miliar dolar AS antara tahun 2001 dan 2010, dan berubah menjadi
keuntungan untuk CIA di luar negeri hingga 600 miliar dolar AS dengan laba
tahun ini (2011) merupakan rekor tertinggi antara 130-175 miliar dolar AS.
Para
ahli mengatakan, keterlibatan CIA dalam perdagangan narkoba ini dimulai dari
hulu hingga hilir. Selain dari sisi penyediaan benih bagi para petani opium,
mereka juga menyokong distribusinya
hingga perlindungan serta pengiriman ke
luar negeri menggunakan pesawat kargo NATO.
Selama
kekuasaan Taliban, seperti dikutip dari situs Arrahmah, Mohammad Omar hafidzahullah—seorang mullah/ulama besar, menyatakan, memproduksi opium bukanlah hal
islami. Fatwa sang mullah itu telah membuat upaya pemberantas produksi heroin di Afghanistan
bisa berjalan. Budidaya tanaman opium berkurang sebesar 91 persen dari
perkiraan tahun sebelumnya yang mencapai 82.172 hektare. Larangan
tersebut sangat efektif sehingga Provinsi Helmand yang saat itu menyumbang
lebih dari setengah dari daerah ini, tercatat tidak memproduksi opium selama
2001 (http://www.arrahmah.com/read/2011/10/12/15715-produksi-opium-di-afghanistan-yang-didanai-cia-meningkat-61.html).
Opium
semula merupakan bahan baku untuk keperluan dunia medis. Sayangnya bahan
ini kemudian disalahgunakan dengan dijadikan bahan pembuat narkoba. Seperti
dimuat dalam BNN.go.id, getah buah
opium mengandung kira-kira 20 alkaloid, sejenis morfin. Morfin dapat bekerja langsung pada sistem saraf pusat untuk
menghilangkan sakit. Pada umumnya morfin diberikan pada seseorang yang untuk menghilangkan rasa sakit ketika
tubuhnya dibedah. Morfin juga dijadikan obat pengurang rasa sakit pada terapi penyakit kanker.
Pada 3400 SM, tanaman poppy penghasil opium (candu) dikembangkan di Mesopotamia. Bangsa Sumeria menyebutnya Hul Gil—tanaman kegembiraan, yang kemudian menularkan pengaruh dan efek tanaman tersebut pada bangsa Assyrians. Seni mengumpulkan dan meramu opium ini berlanjut dan menyebar dari Assyrians ke Babylonia sampai ke tangan bangsa Mesir.
Pada 3400 SM, tanaman poppy penghasil opium (candu) dikembangkan di Mesopotamia. Bangsa Sumeria menyebutnya Hul Gil—tanaman kegembiraan, yang kemudian menularkan pengaruh dan efek tanaman tersebut pada bangsa Assyrians. Seni mengumpulkan dan meramu opium ini berlanjut dan menyebar dari Assyrians ke Babylonia sampai ke tangan bangsa Mesir.
Efek samping kecanduan opium antara lain adalah penurunan kesadaran, euforia,
rasa kantuk, lesu, dan penglihatan kabur. Opium juga mengurangi rasa lapar,
merangsang batuk, dan menyebabkan konstipasi. Opium menimbulkan ketergantungan
tinggi dibandingkan zat-zat lainnya, pasien opium dilaporkan menderita insomnia
dan mimpi buruk. Pelambatan dan kekacauan saat berbicara, kerusakan penglihatan
saat malam hari, kerusakan pada liver dan ginjal, serta meningkatkan resiko terkena
virus HIV dan penyakit infeksi lainnya.
Seperti
dikutip dari Bnn.go.id, beberapa
turunan opium seringkali disalahgunakan: dijual di pasar dengan
sembunyi-sembunyi dan menimbulkan kecanduan yang membahayakan tubuh. Mereka
adalah : candu, morfin, putaw alias heroin, demerol, hingga metadon (http://m.vemale.com/kesehatan/4856-opium--boleh-kenal-tak-boleh-sayang.html).
Pemerintah Afghanistan sebenarnya sempat berhasil
memberantas ladang opium hingga menjadi hanya sekitar 9.600 hektare, namun kembali
dipatahkan dengan adanya pembukaan lading-ladang opium baru. Pemerintah dan
organisasi internasional telah mengeluarkan miliaran dollar untuk mengajak para
petani opium beralih ke gandum, delima, atau kapas.
Seperti dimuat dalam Indo WSJ, koalisi militer yang dipimpin AS tidak (mau) campur
tangan dalam urusan budidaya opium. Alasannya, menyerang petani opium
ditakutkan dapat meningkatkan dukungan bagi Taliban. “Keamanan dan stabilitas
sudah lama mendominasi agenda. Namun korupsi dan kontra narkotika sering
dilupakan,” kata Lemahieu dari UNODC.
Berdasarkan survei tersebut, tahun ini
total pendapatan bersih yang diterima petani mencapai 700 juta dolar AS (Rp 6,7
triliun). Sementara itu, jumlah total bisnis obat-obatan terlarang Afghanistan
tetap lebih besar. Afghanistan berkontribusi lebih dari 90 persen dalam
perdagangan opium dunia, dengan keuntungan sekitar 65 miliar dolar AS (http://indo.wsj.com/posts/2012/11/21/ladang-opium-afghanistan-meluas-18/).
Sejak rezim Taliban terguling pada 2001, Afganistan terkunci dalam lingkaran setan. Uang hasil penjualan
obat bius menjadi bahan bakar bagi perlawanan Taliban. Korupsi pegawai
pemerintahan di bawah Presiden Hamid Karzai memperlemah kontrol pemerintah
terhadap sebagian besar wilayah yang pada gilirannya memungkinkan lebih banyak
opium diproduksi.
Perwakilan UNODC di Afghanistan Christina
Gynna Oguz mengatakan, seringkali pedagang obat bius mampu memberi dukungan
kepada petani lebih banyak dibanding pemerintah. Pemberontak memberi pinjaman
lunak dengan jaminan opium yang bakal dipanen. Mereka juga menyediakan bibit
tanaman poppy dan pupuk. Pemberontak bahkan mengali sumur-sumur agar poppy bisa
ditanam di daerah kering.
Afghanistan sejak lama menyerukan lebih
banyak bantuan untuk membasmi produksi opium. Namun kalangan diplomat dan
pengamat mengatakan, Presiden Hamid Karzai gagal menangani para pejabat yang
korup di pemerintahannya. Menteri Penanggulangan Narkotika Afghanistan
Khodaidad pernah mengatakan, kampanye tanam pohon secara bertahap menunjukkan
hasil dalam membantu para petani beralih ke jenis tanaman lain. Namun, upaya
ini tak banyak berhasil di kawasan dimana Taliban kuat dan tanaman poppy banyak
tumbuh (http://www.dw.de/afghanistan-kewalahan-berantas-ladang-opium/a-3111939).
Newspeg:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar