"Cina seringkali mendeportasi para pembelot Korut. Padahal jika dipulangkan, mereka terancam hukuman berat bahkan hukuman mati"
Seorang
pengungsi Korea Utara (Korut) yang menetap di Korea Selatan (Korsel) pada 2007,
kembali ke Korut menggunakan kapal nelayan yang dicuri di tengah-tengah krisis
militer di semenanjung Korea. Pengungsi berumur 28 tahun yang
diidentifikasi bernama Lee itu mencuri kapal di pulau Yeonpyeong yang terletak
di sebelah perbatasan maritim yang disengketakan dengan Korut, demikian kata seorang
juru bicara Kementerian Pertahanan Korsel kepada AFP.
Balon berisi selebaran untuk provokasi warga Korut |
''Lee, yang bekerja sebagai anggota awak
di kapal yang sama, menggunakan kapal itu untuk menyeberangi perbatasan pada
Rabu malam,'' kata juru bicara itu. Pihak Korsel mendeteksi perjalanannya pada
radar, dan menghubungi pemilik kapal yang memberikan nomor ponsel Lee. Para
pejabat kemudian memanggil Lee dan mendesaknya untuk kembali. ''Tetapi, dia
menolak,'' kata juru bicara itu.
Yeonpyeong yang terletak sekitar 1,5
kilometer (0,9 mil) selatan perbatasan adalah pulau yang dihujani tembakan oleh
Korut pada November 2010, dalam satu serangan yang menewaskan empat warga Korsel.
Pyongyang (ibu kota Korut) bulan lalu memperingatkan penduduk pulau yang
dilengkapi peralatan berat militer itu, untuk meninggalkan pulau sebagai
antisipasi meletusnya perang.
Lee hanya satu dari sejumlah kecil warga
Korut yang--entah dengan alasan apa--kembali ke negerinya, di tengah banyaknya warga Korut yang bertaruh nyawa untuk lari dari negerinya yang berpaham komunis. Sejak perang Korea meletus pada 1950-1953, sudah sekitar 25.000 warga Korut yang melarikan diri untuk
menetap di Korsel. Sebagian besar menyeberang melalui Cina (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/04/05/mkqb8i-pembelot-korut-curi-kapal-untuk-pulang-kampung).
Sementara itu, sebagai negara yang lautnya berbatasan dengan Korut, Cina seringkali dipusingkan oleh aksi pembelotan warga Korut. Pada 9 Maret lalu, Cina menangkap dua aktivis perempuan Korsel di Kota Yanji, Provinsi Jilin, China, karena membantu delapan warga Korut membelot. “Satu dari dua warga Korsel itu dibebaskan kemarin," demikian ujar sumber dari Cina, seperti dikutip Korea Herald, Kamis (21/3/2013).
Laporan
penangkapan para aktivis itu dimumkan seorang misionaris Korsel, Kim Seung-eun.
Dua aktivis beserta delapan pengungsi Korut itu dibekuk aparat keamanan Cina
dan diadili. Sementara delapan warga Korut dikirim ke penjara Tumen. Mereka terancam dideportasi ke
negaranya," ujar Kim. Sejauh ini, ribuan pembelot Korut diduga bersembunyi
di Cina, dengan harapan bisa pergi ke beberapa negara Asia Tenggara dulu sebelum
bermukim di Korsel.
Para pembelot ini biasanya melarikan diri dengan berjalan kaki ke Cina,
bersembunyi dan kemudian melakukan perjalanan ke negara ketiga untuk mencari
pemukiman di Korsel. Mereka melarikan diri dari negaranya dengan alasan mendapat
penyiksaan. Cina sendiri memandang mereka bak imigran gelap yang harus
dideportasi alias dikembalikan ke negerinya. Padahal menurut para aktivis Korsel,
para pembelot itu terancam hukuman berat bahkan mungkin hukuman mati jika
dipulangkan (http://international.okezone.com/read/2013/03/21/413/779442/china-bebaskan-aktivis-yang-membantu-pembelot-korutdanhttp://www.republika.co.id/berita/internasional/global/12/02/24/lzwgmu-pembelot-korut-dipulangkan-cina-korsel-berang).
Pada
18 Februari lalu, para pembelot Korut yang sudah bermukim di Korsel, menyebarkan sekitar 200 ribu selebaran
anti-Korut melalui balon udara, di wilayah perbatasan Korut-Korsel. Pada selebaran
tersebut disertakan uang sebesar 1 dolar AS. Aksi ini dilakukan berkaitan
dengan uji coba nuklir Korut yang dilakukan pekan lalu. Demikian diberitakan AFP, Senin (18/2/2013).
Pada balon dituliskan pesan seperti,"hentikan provokasi dengan uji coba nuklir dan rudal" dan "Rakyat Korut bangkitlah!" serta "Dinasti Kim akan hancur tidak lama lagi." Pihak Pemerintah Korsel sempat mengkhawatirkan aksi tersebut akan memprovokasi serangan dari Korut. Kekhawatiran tersebut beralasan karena sebelumnya Korut pernah mengancam akan melakukan serangan militer karena adanya penyebaran selebaran anti-Korut. Warga Korut bahkan sampai dipindahkan agar tidak tersentuh/terprovokasi selebaran tersebut (http://international.okezone.com/read/2013/02/18/413/763203/pembelot-korut-sebarkan-selebaran-anti-korut).
Pada balon dituliskan pesan seperti,"hentikan provokasi dengan uji coba nuklir dan rudal" dan "Rakyat Korut bangkitlah!" serta "Dinasti Kim akan hancur tidak lama lagi." Pihak Pemerintah Korsel sempat mengkhawatirkan aksi tersebut akan memprovokasi serangan dari Korut. Kekhawatiran tersebut beralasan karena sebelumnya Korut pernah mengancam akan melakukan serangan militer karena adanya penyebaran selebaran anti-Korut. Warga Korut bahkan sampai dipindahkan agar tidak tersentuh/terprovokasi selebaran tersebut (http://international.okezone.com/read/2013/02/18/413/763203/pembelot-korut-sebarkan-selebaran-anti-korut).
Pembelotan tak hanya dilakukan warga
biasa. Meski tergolong langka, anggota militer Korut pun ada yang melakukannya.
Oktober 2012 lalu, seorang tentara Korut berhasil berhasil menerobos penjagaan
dan berlari di Zona Demiliterisasi (DMZ) kedua negara Korea itu yang panjangnya
500 meter. Namun diberitakan, sebelumnyadia terpaksa membunuh dua kawannya dulu,
salah satunya adalah atasannya di angkatan bersenjata Korsel.
Tentara di Korsel langsung menerima tentara pembelot tersebut dan menjaganya di tempat aman. "Tentara Korut itu mengatakan, saat dia bertugas jaga dia membunuh pemimpin pletonnya dan kawannya sesama tentara sebelum membelot," ujar pihak militer Korsel di Seoul. Pembelotan melalui DMZ yang dijaga ketat jarang terjadi. Biasanya para pembelot kabur melalui hutan atau laut, menuju Cina atau negara-negara Asia Tenggara. "Tentara Korut terakhir yang membelot melalui DMZ terjadi pada Maret 2010," ujar pernyataan Korsel.
Pembelotan biasanya terjadi karena warga tidak tahan hidup di Korut yang menganut sistem komunisme otoriter yang mengekang kebebasan warga. Pemerintah Korut memburu setiap pembelot dan menghukum mati mereka yang tertangkap (http://dunia.news.viva.co.id/news/read/357342-membelot-ke-korsel--tentara-korut-harus-bunuh-dua-kawan).
Tentara di Korsel langsung menerima tentara pembelot tersebut dan menjaganya di tempat aman. "Tentara Korut itu mengatakan, saat dia bertugas jaga dia membunuh pemimpin pletonnya dan kawannya sesama tentara sebelum membelot," ujar pihak militer Korsel di Seoul. Pembelotan melalui DMZ yang dijaga ketat jarang terjadi. Biasanya para pembelot kabur melalui hutan atau laut, menuju Cina atau negara-negara Asia Tenggara. "Tentara Korut terakhir yang membelot melalui DMZ terjadi pada Maret 2010," ujar pernyataan Korsel.
Pembelotan biasanya terjadi karena warga tidak tahan hidup di Korut yang menganut sistem komunisme otoriter yang mengekang kebebasan warga. Pemerintah Korut memburu setiap pembelot dan menghukum mati mereka yang tertangkap (http://dunia.news.viva.co.id/news/read/357342-membelot-ke-korsel--tentara-korut-harus-bunuh-dua-kawan).
Sejak kematian Kim Jong-il, ayah dari Kim
Jong-un, Presiden Korut sekarang, Pyongyang semakin memperketat kontrol
perbatasan. Patroli intensif dilakukan sepanjang perbatasan Korut guna mencegah
pembelotan. Awal 2012 lalu, setelah Kim Jong-il meninggal pada 17 Desember 2011,
tiga warganya yang menyeberangi perbatasan menuju Cina telah ditembak mati.
“Para penjaga membawa mayat-mayat mereka
yang tergeletak di es," kata seorang pegiat hak asasi manusia di Seoul, Do
Hee-youn kepada AFP yang mengutip
sumber di perbatasan distrik Changbai, China. Do yang seringkali membantu warga
Korut yang ingin membelot, menyebutkan, penembakkan itu dianggap sebagai
tindakan keamanan yang diperketat selama suksesi kekuasaan. "Saya takut
keadaan akan menjadi jauh lebih sulit bagi warga Korut untuk membelot,"
katanya.
Pemerintah Korut dikabarkan telah menyebarkan isu kepada warga perbatasan mengenai kematian tiga pembelot tersebut. "Mereka mencoba untuk membiarkan orang tahu bahwa mereka yang mencoba melarikan diri akan ditembak mati," kata Do, mengutip sumber di Korut yang berkomunikasi melalui telepon selular yang diselundupkan dari China (http://www.beritasatu.com/dunia/24215-pembelot-korea-utara-ditembak-di-perbatasan.html).
Pemerintah Korut dikabarkan telah menyebarkan isu kepada warga perbatasan mengenai kematian tiga pembelot tersebut. "Mereka mencoba untuk membiarkan orang tahu bahwa mereka yang mencoba melarikan diri akan ditembak mati," kata Do, mengutip sumber di Korut yang berkomunikasi melalui telepon selular yang diselundupkan dari China (http://www.beritasatu.com/dunia/24215-pembelot-korea-utara-ditembak-di-perbatasan.html).
Menghadapi banyaknya warga mereka yang
membelot, pihak Korut melakukan berbagai cara agar para pembelot itu kembali.
Salah satunya dengan menyebarluaskan wawancara dengan keluarga para pembelot. Misalnya
pada 2011 lalu, Korut menyebarluaskan wawancara dengan keluarga dari empat
warganya yang perahunya tak sengaja terbawa hanyut melintasi perbatasan Laut
Kuning bersama 30 orang lainnya, namun empat dari 30 itu akhirnya memutuskan membelot.
Para
anggota keluarga ini dalam wawancara tersebut (seolah-olah) memohon supaya orang-orang yang mereka cintai bisa
kembali, seraya mengatakan bahwa saudara-saudaranya itu telah dicuci otaknya
oleh Korsel. Mark Willacy dari Radio Australia yang menyusun laporan ini
menyebutkan, tragedi yang sebenarnya adalah pihak keluarga yang
diwawancarai ini bukan hanya tak akan bertemu dengan keluarga mereka lagi, namun
kemungkingan bakal dimasukkan ke dalam penjara karena sanak saudara mereka dianggap
telah melakukan dosa terbesar pengkhianatan.
Pyongyang menuntut Seoul membawa empat
calon pembelot ini ke satu pertemuan dengan keluarga mereka di perbatasan,
supaya mereka bisa mengonfirmasi secara pribadi apa benar mereka ingin tinggal
di Korsel. Tapi Korsel menyatakan tidak akan lakukan hal itu (http://www.asiacalling.org/in/berita/north-korea/1898-north-korean-video-urges-defectors-return).
Newspeg:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar