"Jongkie
D Sugiarto: kalau bicara produksi massal, nanti harus ada tempat charging, harus ada sarana prasarana”
Meski
mobil listrik Tucuxi terkapar di jalan, namun aktivitas penelitian sekaligus perakitan
mobil listrik oleh lembaga-lembaga dan juga perorangan di Indonesia, terus
berdenyut. Konsul Jendral Amerika
Serikat (AS) di Surabaya, Joaquin F. Monserrate, mengatakan, Indonesia
berpeluang besar mengembangkan mobil listrik sebagai terobosan produk dalam
negeri.
Ahmadi |
Joaquin
mengakui bahwa negaranya yang sudah
terkenal dengan kemajuan teknologi masih belum bisa mengembangkan mobil tenaga listrik 100 persen, namun bukan berarti
Indonesia tidak bisa. Permasalahannya sebut Joaquin, kepercayaan masyarakat Indonesia
terhadap produk dalam negeri masih minim.
Yang perlu diingat kata dia, bahwa semua teknologi perlu penelitian lebih lanjut dan mendalam agar bisa menemukan
terobosan yang lebih baik dibanding produk negara-negara maju.
Namun kata Joaquin, sebaiknya produksi dan pemasarannya diserahkan sepenuhnya kepada perusahaan dalam negeri (swasta). Pemerintah jangan ikut campur. Inilah kata Joaquin yang dialami produsen –produsen mobil terkenal di luar negeri. Dia yakin, lama-lama perusahaan akan mendapatkan pangsa pasar (http://www.republika.co.id/berita/otomotif/mobil/13/04/24/mlrkpe-indonesia-berpeluang-besar-kembangkan-mobil-listrik).
Namun kata Joaquin, sebaiknya produksi dan pemasarannya diserahkan sepenuhnya kepada perusahaan dalam negeri (swasta). Pemerintah jangan ikut campur. Inilah kata Joaquin yang dialami produsen –produsen mobil terkenal di luar negeri. Dia yakin, lama-lama perusahaan akan mendapatkan pangsa pasar (http://www.republika.co.id/berita/otomotif/mobil/13/04/24/mlrkpe-indonesia-berpeluang-besar-kembangkan-mobil-listrik).
Namun
alih-alih diserahkan sepenuhnya kepada swasta, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) pada pertengahan 2012 malah menunjuk Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) sebagai koordinator pengembangan mobil listrik. "Kita
akan memetakan dulu potensi yang ada, sebelum melakukan pengintegrasian, baik
fasilitas maupun pasukannya," ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,
Mohammad Nuh, saat berkunjung ke PTDI, Juli 2012 (http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/berita/532).
Entah bagaimana kelanjutan misi ini sekarang.
Ihwal
kemampuan Indonesia mengembangkan mobil listrik ini, misalnya saat kegiatan forum
Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) awal 2013 lalu di Nusa Dua Bali, 30
unit mobil listrik dioperasikan untuk melayani transportasi di sekitar Nusa
Dua. Ini merupakan rencana panitia APEC yang melarang mobil bensin beredar di
sekitar lokasi APEC, kecuali mendapatkan izin.
Ke-30
mobil tersebut berupa 20 unit bus listrik dan 10 unit mobil listrik setipe
Alphard. Untuk pembuatannya, Menteri
BUMN, Dahlan Iskan, memercayakannya kepada Dasep Ahmadi, pencipta mobil listrik
“Ahmadi”. Tak sebatas mobilnya, Mei mendatang, pabrik baterai pendukung mobil
listrik buatan Dasep itu akan siap memproduksi 20 unit baterai per hari. PT
Nipress Tbk menyiapkan pabrik senilai Rp 15 miliar untuk memproduksi baterai
litium bagi mobil listrik (http://www.tempo.co/read/news/2013/01/22/090456184/30-Mobil-Listrik-Produk-Indonesia-Tampil-di-APEC).
Melihat
tren yang ada di sektor industri automotif internasional, seharusnya
perkembangan mobil listrik bisa besar. Pasalnya, saat ini dunia internasional
sudah mulai fokus pada program kendaraan ramah lingkungan, dengan emisi rendah
bahkan nol emisi. "Peluang mobil listrik masuk ke pasar penjualan global
sangat besar. Saat ini isu internasional mengenai mobil nol emisi yang ramah
lingkungan sudah semakin santer. Itulah peluang mobil listrik," Jelas pakar
mobil listrik, Dasep Ahmadi, di seminar Mobil Hijau, di Jakarta, Februari 2013
lalu.
Dasep
menambahkan, potensi lain yang membuat mobil listrik nasional bisa bermain
secara global adalah belum banyaknya produsen yang fokus bermain di segmen
mobil listrik. Mobil listrik ciptaan Dasep yang dinamai dengan nama belakangnya
“Ahmadi”, pemberitaannya sempat mencuat beberapa waktu lalu. Meneg BUMN, Dahlan
Iskan, sempat menjajal beberapa kali mobil listrik jenis city car warna hijau tersebut (http://autos.okezone.com/read/2013/02/27/52/768342/redirect).
Rencananya,
mobil tersebut akan mulai dipasarkan pada pertengahan 2013. Tahap pertama,
Dasep menargetkan akan menjual 1000 unit dengan bermacam tipe seperti Lux dan
Grand. Menanggapi rencana ini, pengamat menilai, ketidaktersediaan
infrastruktur akan menjadi penyebab tidak lakunya mobil hemat energi dan tanpa
polusi ini.
"Menjual
mobil tidak seperti menjual kacang goreng. Saya belum yakin sampai sekarang,”
ujar pengamat kebijakan publik, Agus
Pambagio. Ketidakyakinan Agus bukan tanpa alasan. Dia melihat, fasilitas pengisian
listriknya saja belum dibangun. Selain
itu, dia mempertanyakan sertifikat kelaikan mobil tersebut misalnya dalam hal
keamanan penumpang. "Kalau mau produksi tengah tahun, keselamatan dan
keamanannya saya pertanyakan," katanya (http://www.merdeka.com/uang/penjualan-mobil-listrik-ahmadi-diprediksi-tidak-akan-laku.html).
Ketua I Gabungan Industri Kendaraan
Bermotor Indonesia (Gaikindo), Jongkie D Sugiarto, menyatakan, hambatan
mengembangkan mobil listrik menjadi produk massal tidak hanya jadi masalah di
Indonesia saja. Di seluruh dunia saat ini, banyak pabrikan belum berani
memproduksi mobil listrik secara masal. Bisa saja terwujud, lanjut Jongkie, asal
ada pasarnya Dan Jongkie merasa pasar itu belum terbentuk di Indonesia. "Kalau bicara produksi
massal, nanti harus ada tempat charging,
harus ada sarana prasarana," tuturnya seraya menyebutkan bahwa mobil
listrik paling canggih di dunia saat ini (dengan kapasitas baterainya) baru bisa
menempuh 150 kilometer sekali jalan.
Menanggapi ambisi Dahlan Iskan, Jongkie hanya
menyebutkan bahwa produsen mobil Jepang, Korea Selatan, maupun Eropa yang sudah
menguasai teknologi lebih baik, saat ini masih menangguhkan kelanjutan proyek
mobil listrik. "Merek mobil yang sudah membuat mobil listrik belum bisa
melanjutkan ke tahap produksi massal karena baterai dan akinya butuh daya
listrik tinggi, makanya pengembangan mobil listrik dunia saat ini tersusul
proyek hibrid," paparnya (http://www.merdeka.com/uang/pasar-mobil-listrik-belum-ada-di-indonesia.html).
Salah satu contoh produsen yang sudah
memproduksi masal mobil listrik adalah Fiat. Meski mengungkapkan permasalahannya
berbeda, Bos Fiat, Sergio Marchionne, mengatakan bahwa Fiat akan merugi 10.000
dolar untuk setiap mobil listrik Fiat 500e yang terjual. Alasannya, dalam Kongres Asosiasi Insinyur
Otomotif Dunia di Detroit, AS, kata Sergio, mobil listrik tidak akan cukup
untuk memenuhi keinginan pemerintah AS akan standar efisiensi bahan bakar.
Pemerintah AS menetapkan standar ekonomi bahan bakar 35,5 mil per galon pada
2016, dan 54,5 mpg pada 2025 (http://www.republika.co.id/berita/otomotif/mobil/13/04/21/mlm290-jual-mobil-listrik-fiat-merugi).
Sementara tren mobil litrik yang telah
terjadi di pasar dunia adalah, meskipun tren penjualan mobil plug-in listrik dan hibrida meningkat,
namun tidak akan meledak. Jika ingin meledak, harga mobil listrik harus turun. Penjualan
model plug-in Chevrolet Volt dan
Nissan Leaf, misalnya, terus meningkat 37.361 unit pada Oktober. Tapi ini hanya
0,3 persen dari penjualan total industri, kutip Inautonews.
Menurut Penelitian Kendaraan Bermotor
Listrik, harga mobil-mobil ini masih terlampau mahal. Rata-rata model listrik
senilai 10.000 dolar AS, sementara hibrida (perpaduan listrik dan bensin)
16.000 dolar AS. “Masih ada perbedaan
antara realitas biaya mobil listrik dan penghematan biaya yang diinginkan
konsumen,” kata Direktur Senior LSM ramah lingkungan Power, Neal Oddes. Harga
mobil listrik kata Neal, akan turun ketika produsen baterai menemukan solusi menurunkan
harga kemasan baterai. Baterai merupakan komponen termahal pada mobil listrik (http://www.kabar24.com/index.php/mobil-listrik-mau-laku-syaratnya-harus-murah/).**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar