“Mehadrin, perusahaan yang mengekspor produk pertaniannya ke Eropa, diketahui beroperasi di permukiman-permukiman
ilegal Israel dan merampas tanah dan sumber air milik warga Palestina”
Uni Eropa yang biasanya lebih berpihak
kepada Israel, untuk kali ini bersikap keras pada negara zionis ini. Mereka
memberikan label penanda untuk membedakan produk-produk yang diimpor dari
pemukiman Yahudi di Palestina. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel,
Yegal Balmor, menilai, Eropa telah melakukan tindakan diskriminatif.
Naturei Karta, bermuka dua? |
Harian
Maaref seperti dikutip situs Infopalestina menyebutkan,
undang-undang internasional tidak mengakui legalitas pemukiman yahudi yang
dibangun di wilayah Tepi Barat dan Alquds di Palestina. Sementara Israel
menganggapnya sebagai wilayah mereka. ''Karena itu, produk dan bahan komoditas
yang dihasilkan oleh permukimanYahudi itu tidak perlu mendapatkan keistimewaan
pajak yang diberikan oleh Uni Eropa,'' tulis laporan Maaref (http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/13/04/28/mlxxjx-produk-ekspornya-ditandai-israel-kecam-eropa).
Uni Eropa, seperti dilansir oleh Hidayatullah.com, diketahui telah membatasi
produk-produk yang berasal dari permukiman Israel pada Maret 2013 yang membuat
para pejabat Israel frustasi. Sebelumnya, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni
Eropa, Catherine Ashton, mengeluarkan pernyataan mendorong anggota Uni Eropa
pada tanggal 22 Februari 2013 untuk memberlakukan pembatasan produk dari
permukiman Yahudi yang dibangun di wilayah Palestina yang dijajah. Seorang
pejabat Israel yang tidak disebutkan namanya, mengritik tincakan Uni Eropa ini
sebagai “dukungan negatif” terhadap kebijakan Tel Aviv (http://kabarbaru.com/2013/04/28/zionis-israel-kritik-keras-usaha-eropa-tandai-produk-israel-hidyatullah-com-mengabarkan-kebenaran/).
Bagaimana
Israel tidak frustrasi. Nilai ekspor negeri zionis tersebut ke Eropa—mulai buah-buahan,
sayuran, kosmetik, tekstil, dan mainan—mencapai
Rp 2,8 triliun (298 juta dolar AS) per tahun. Sementara produk yang diimpor
dari Palestina hanya sekitar Rp 187 miliar (15 juta euro).
Selasa,
30 Oktober 2012, sebanyak 22 organisasi sipil Eropa meluncurkan sebuah laporan
berjudul Trading Away Peace: How
Europe Helps Sustain Illegal Israeli Settlement. Laporan itu
mengungkap bahwa negara-negara di Eropa mengimpor 15 kali lebih banyak
barang-barang dari permukiman Israel ketimbang dari permukiman Palestina, padahal
Uni Eropa telah menandatangani kesepakatan perdagangan yang sama dengan Israel
dan Palestina. Perjanjian ini termasuk menolak ekspor produk yang berasal dari
wilayah sengketa permukiman.
Sayangnya
kepabeanan negara-negara Eropa tampaknya mengabaikan aturan asal produk, sehingga pengecekan apakah barang ekspor mereka
berasal dari wilayah sengketa atau tidak, terlewatkan. Hanya Inggris dan
Denmark yang memasang label pada produk asal permukiman illegal tersebut.
Kondisi
ini menurut para aktivis di benua biru, menunjukkan ketidakjelasan sikap Uni
Eropa terhadap pendudukan Israel di Palestina. Situs berita mingguan Spiegel menuliskan, aktivis di Uni
Eropa menyebut pemerintahan Uni Eropa sebenarnya menganggap Israel sebagai
negara yang ilegal dalam hukum internasional. Pembentukannya menjadi halangan
untuk perdamaian di kawasan Timur Tengah. Namun dengan ketidakjelasan sikap
seperti ini, para aktivis menilai Uni Eropa menjilat ludah sendiri.
Selama ini, produk asal Israel sangat kompetitif. Penyebabnya, Israel memberikan subsidi besar dan pengurangan pajak untuk petani dan produsen yang mau membangun di wilayah sengketa. Bahkan, pemerintah Israel mau membayarkan denda jika terjadi kesulitan keuangan. Sementara menurut laporan PBB September 2012, perekonomian Palestina di kawasan Tepi Barat memburuk. Rakyat Palestina kehilangan 40 persen akses lahan, 82 persen air tanah, dan dua pertiga tanah penggembalaan hewan ternak. Penyebabnya, tak laian adalah pelebaran permukiman oleh Israel (http://www.tempo.co/read/news/2012/10/31/115438830).
Kondisi
perekonomian yang memburuk di pihak Palestina, telah mendorong sekitar 16
organisasi sipil dan kelompok petani di Palestina menyampaikan desakan pada
masyarakat internasional agar mengambil tindakan terhadap perusahaan-perusahaan
pertanian Israel. Mereka menyatakan, dengan menjual produk pertanian asal
Israel, supermarket-supermarket di Eropa secara tidak langsung telah
berkontribusi melanggar hukum
internasional dan hak asasi manusia. Nelayan-nelayan di Gaza juga melakukan
aksi protes terhadap tindakan militer Israel yang sering menangkapi para
nelayan Gaza.
Kampanye seruan boikot terhadap produk
Israel juga dilakukan serempak oleh lebih dari 40 organisasi pro-Palestina di
kota-kota Eropa, seperti Swiss, Inggris, dan Prancis. Para aktivis meminta
pemerintah dan pengusaha supermarket memutus hubungan dagang dengan
perusahaan-perusahaan ekportir produk Israel. Salah satu target aksi protes di
Eropa adalah Mehadrin, perusahaan eksportir produk-produk Israel seperti buah
sitrus, kurma, dan produk pertanian lainnya. Mehadrin diketahui beroperasi di
permukiman-permukiman ilegal Israel, merampas tanah dan sumber air milik warga
Palestina, serta mengeksploitasi tenaga kerja dari kalangan warga Palestina
dengan upah sangat rendah.
“Perusahaan-perusahaan
Israel seperti Mehadrin dan Hadaklaim mendapatkan keuntungan dari blokade
Israel di Gaza. Mereka memanen dan mengekspor hasil pertanian yang mereka tanam
di tanah milik warga Palestina yang mereka usir dengan paksa,” ujar Dr. Taha
Rifae, direktur Persatuan Serikat Pekerja Pertanian. (http://knrp.or.id/2013/02/aktivis-di-gaza-dan-eropa-serempak-kampanye-boikot-produk-israel/).
Retorika
sejumlah pejabat Uni Eropa pada dasarnya mendukung pemboikotan produk Israel. Seorang
diplomat Yunani sebagaimana dilaporkan Yediot
Aharonot, mengatakan, Uni Eropa sedang mempertimbangkan bokiot impor barang
dari Israel. Dia menyebutkan, negaranya telah menyatakan kepada Perdana Menteri
Israel, Benyamin Netanyahu, bahwa “Pendudukan Israel adalah ilegal”. Norwegia
melalui menteri luar negeri-nya, Johan Gahr Store, juga mengatakan bahwa negaranya
telah menyatakan produk Israel sebagai barang ilegal menurut undang-undang
internasional. Seruan boikot juga dikumandangkan di Inggris dan dunia Eropa
dalam beberapa tahun terakhir (http://www.mirajnews.com/id/eropa/123-uni-eropa-pertimbangkan-boikot-produk-israel.html).
Dukungan
pemboikotan Israel, tak hanya seputar produk negara zionis. Beberapa waktu lalu
kita ingat bagaimana pesepakbola tersohor, Christiano Ronaldo, menunjukkan
sikapnya menentang aksi pendudukan Israel dengan tidak mau bertukar usai laga
antara Portugal dengan Israel di lanjutan kualifikasi Piala Dunia akhir pekan
lalu di Tel Aviv. Ketika rekan-rekannya berangkulan dengan pemain timnas Israel
untuk saling bertukar kaos, Ronaldo hanya bersalaman sambil terus berjalan
melewati pemain tuan rumah (http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/13/03/25/mk6wax-video-cristiano-ronaldo-boikot-pemain-israel).
Pada
2012 lalu, di Inggris diterbitkan buku yang menuliskan Israel sebagai “Occupied Palestine”.
Kata “Occupied Palestine” ini tertulis pada peta kawasan Timur Tengah yang
disertakan dalam buku teks “Skills in English Writing Level 1”. Buku pengajaran bahasa Inggris ini tergolong populer dan utama
di Inggris. Diterbitkan oleh Garnet, penerbit yang juga cukup populer di sana (http://www.presstv.ir/detail/2013/01/01/281301/map/).
Boikot
juga datang dari sesama etnis Yahudi. Kelompok etnis Yahudi yang dikenal dengan
Neturei Karta bahkan terang-terangan menentang aksi pendudukan Palestina oleh
Israel. Bagi mereka, Yahudi memang ditakdirkan bersiaspora di dunia tanpa harus
memiliki negara. Karenanya, kelompok
yang berpusat di Amerika Serikat (AS) ini dikenal sebagai duri dalam daging bagi
gerakan Zionisme Internasional. Mereka menyatakan bahwa Zionisme berbeda dengan
Yudaisme.
“Kaum
Zionis telah memperkosa Yudaisme dan menungganginya untuk ambisi politik.
Yudaisme tidak mengenal Talmud dan negara Israel,” seru Rabi Yisroil Dovid
Weiss, juru bicara Neturei Karta AS. Kelompok Yahudi Ortodoks menuding, Talmud
adalah kitab iblis yang telah “mencemari kesucian” Taurat yang diturunkan Tuhan kepada Musa. “Hapuskan
Israel dari muka bumi!” demikian teriak mereka, mengamini seruan Presiden Iran Mahmud
Ahmadinejad yang pernah meneriakkan hal yang sama (http://id.wikipedia.org/wiki/Deklarasi_Balfour_1917).
Namun sekedar informasi, tidak semua kalangan Islam yakin dengan visi dan misi kelompok ini. Jomah M Al Najjar dari Palestinian Welfare House, saat berkunjung ke Jakarta, mengatakan, “Jews is Jews.” Menurutnya, kelompok Neturei Karta
ini bermuka dua. Di depan umat Islam mereka seakan pro Palestina, tapi di depan Zionis mereka juga melakukan intelijensi karena pada kenyataannya mereka sama-sama Yahudi (http://www.arrahmah.com/read/2012/04/09/19296-neturei-karta-konspirasi-zionis-membangun-citra-baik-yahudi.html).
Newspeg:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar