"KPK layangkan surat kepada Presiden SBY ihwal izin pengolahan hutan"
Enam orang aktivis yang peduli
terhadap keselamatan orangutan, dengan menggunakan topeng dan kostum orangutan
menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis
(14/3/13). Mereka meminta Presiden SBY agar melindungi keselamatan orangutan di
pulau Kalimantan dari ancaman ekspansi perusahaan perkebunan kelapa sawit asal
Singapura yang merusak kawasan hutan yang menjadi habitat orangutan.
"Selamatkan Orangutan" |
Kabar mengenai unjuk rasa para
aktivis lingkungan yang dicuplik dari Republika Online ini,
boleh jadi akan menjadi agenda rutin para aktivis tersebut, selama sawit masih menjadi andalan pendapatan RI. Terlebih lagi ketika sektor nonmigas ini telah memberi penghidupan untuk banyak kepala. Maka, selama itu pula ancaman kepunahan orangutan tidak akan pernah surut.
Apalagi pemerintah juga merasa tidak tinggal diam. Situs
resmi Sekretariat Kabinet RI (http://www.setkab.go.id/berita-6591-sangat-tinggi-komitmen-presiden-sby-lindungi-hutan.html) mengabarkan, di sela
Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-18 di Doha, Qatar Desember
2012 lalu, Doddy Sukadri dari Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), menyampaikan bahwa komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sangat
tinggi dalam upaya melindungi hutan yang ada di wilayah NKRI. Komitmen Presiden
SBY tersebut diarusutamakan ke dalam strategi pembangunan nasional yang
bertajuk Sustainable Growth with Equity yang didukung oleh empat pilar
yaitu pro-job, pro-poor, pro-growth dan pro-environtment.
Namun
beberapa bulan berselang, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai harus
melayangkan surat kepada SBY. Surat tersebut bersisi temuan KPK mengenai perizinan
lahan hutan. "Temuan kami
ada sekitar 150 juta hektar lahan di Indonesia luasnya. Dari 150 juta hektar
itu baru 11 persen yang sudah clean and clear, artinya peruntukannya sesuai dengan
aturan yang ada," ungkap Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, 27 Februari 2013
(lihat: http://www.orangutanprotection.com/indexina.php?menu=show_news2.php&id=1215&lang=ina).
Center
for Orangutan Protection (COP), bahkan sejak lama mempertanyakan realisasi
komitmen SBY untuk melindungi orangutan yang dinyatakan saat Konferensi UNFCC
di Bali 10 November 2007 silam. Tapi menurut perwakilan COP, Daniek Hendarto, saat berunjuk rasa di lokasi
sama akhir 2011 lalu, realisasi di lapangan tidak
ada. Daniek mengatakan, memang sudah ada rancangan di atas
kertas mengenai perlindungan terhadap orangutan seperti rehabilitasi, pelepasan
ke habitat asli, dll, tapi sayangnya semua itu hanya di atas kertas (http://www.tribunnews.com/2011/11/15/komitmen-sby-lindungi-orangutan-hanya-di-atas-kertas).
Kekhawatiran
para aktivis lingkungan ini menjadi semakin beralasan karena impor minyak sawit
mentah (crude palm oil/CPO) masih
menjadi salah satu andalan pemasukan negara dari sektor nonmigas. Situs www.mongabay.co.id melansir, tahun 2012
permintaan komoditi sawit Indonesia justru mengalami peningkatan seiring aktivitas
perdagangan internasional yang makin marak atas komoditi ini. Setiap tahun,
Indonesia menghasilkan tak kurang dari 27 juta metrik ton kelapa sawit yang
diekspor ke India,Cina, dan Uni Eropa.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit
Indonesia (GAPKI) bahkan merencanakan menambah jumlah ekspor CPO ke seluruh
dunia hingga 18 juta ton, naik 2,2 persen dibanding 2011 yang sebesar 17.6 juta
ton. Dengan kondisi ini, Indonesia merupakan eksportir komoditi sawit terbesar
ke seluruh dunia. Jauh di atas Malaysia yang berada di posisi kedua dengan
angka sekitar 7-8 juta metrik ton (http://www.mongabay.co.id/2012/09/11/fenomena-sawit-musnahkan-hutan-tropis-ekspansi-modal-asing-melimpah/).
Tahun 2012, nilai ekspor CPO Indonesia menembus angka 21,3 miliar dolar AS, justru di saat banyak negara lain mengalami kelesuan
perekonomian (lihat: http://www.beritasatu.com/industri-perdagangan/101096-industri-minyak-sawit-masih-menjanjikan.html). Tak heran kalau pemerintah seperti tutup mata saja terhadap kampanye
negatif kelapa sawit Indonesia yang dilakukan negara-negara maju dengan
mengangkat isu lingkungan.
Menurut Menteri Pertanian Suswono, kampanye itu
dilakukan lebih karena persaingan dagang bukan semata-mata lingkungan. Dikatakannya,
saat ini penggunaan lahan untuk pengembangan kelapa sawit di Indonesia hanya
sekitar enam persen dari luas hutan di tanah air yang mencapai 137 juta hektare.
Selain itu, Suswono berdalih bahwa perkebunan kelapa sawit memberikan kontribusi sekitar
45-46 persen terhadap pengurangan emisi karbon (http://www.antaranews.com/berita/256506/green-product-sawit-ri-ke-eropa--d).
Di
samping itu, minat investasi di sektor perkebunan kelapa sawit juga meningkat,
selain ada juga isu pemutusan investasi dengan alasan lingkungan seperti
yang dilakukan Norwegia, demikian www.mongabay.co.id.
Selain Jepang, negara tetangga yang paling keras memprotes saat kotanya sumpek
oleh “ekspor gratis” asap akibat kebakaran hutan di Indonesia, ternyata juga
getol mengintip peluang investasi sawit di Indonesia.
Akhir
2012, perusahaan investasi milik Pemerintah Singapura, Government of
Singapore Investmen Corporation (GIC), bekerjasama dengan sebuah perusahaan
ekuitas di Indonesia telah membeli saham minoritas pada PT Triutra Agro
Persada, produsen minyak kelapa sawit terbesar nomor delapan di Indonesia.
Menurut sumber kantor berita Reuters, transaksi ini disepakati dengan
harga 200 juta dolar AS atau sekitar Rp 1,9 triliun (http://www.mongabay.co.id/2013/03/12/dana-pensiun-norwegia-tarik-kembali-investasi-kelapa-sawit-tak-ramah-lingkungan-di-asia-tenggara/).
Laporan Greenpeace berjudul How the Palm Oil Industry is Cooking the Climate
(lihat: http://www.mongabay.co.id/2012/09/11/fenomena-sawit-musnahkan-hutan-tropis-ekspansi-modal-asing-melimpah/)
menyatakan, Indonesia sudan kehilangan 74 juta hektar hutan sejak 50 tahun
terakhir untuk keperluan industri kehutanan, minyak kelapa sawit adalah salah
satunya. Angka kehilangan hutan Indonesia hingga 2010, adalah sekitar 1.8 juta
hektar per tahun. **
(penyusun tulisan: ruri andayani)
News
peg:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar