“Roch Basoeki
Mangoenpoerojo: kinerja demikian terasa aneh bagi orang Jakarta/nasional yang
suka melihat pejabat arogan, main panggil, perintah, marah”
Jokowi terus menginspirasi. Bupati Mamberamo
Tengah, Provinsi Papua, Ricky Ham Pagawak, mengatakan dirinya bersama Wakil
Bupati Yonas Kenelak, akan bekerja seperti Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo.
Pagawak menyatakan, hal itu harus dilakukan bersama wakil bupatinya mengingat faktor
geografis Mamberamo Tengah memiliki cukup banyak tantangan.
Blusukaan!! |
“Kami tidak mau kerja terlalu pasif. Kalau di
Papua tidak ada Jokowi-nya, saya dan bapak wakil sepakat tidak boleh kerja
duduk di kantor, kami akan selalu turun lapangan," katanya (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/03/27/mk9d28-pejabat-ini-siap-tiru-gaya-jokowi).
Efek
Joko Widodo (Jokowi) memang begitu fenomenal. Cara kerja “blusukan”-nya banyak
mencengangkan, menginspirasi, sekaligus membikin merah banyak telinga pejabat
lain. Sebab, selain karena merasa sudah melakukan hal yang sama, juga karena memang
ada juga pejabat yang “manja”.
Blusukan, satu kata yang berasal dari bahasa Jawa, memang bukan metode baru para pejabat.
Dulu saat Orde Lama, Presiden Soekarno mengenalkan istilah Turba,
menekankan pejabat untuk "turun ke bawah" membantu kehidupan masyarakat
desa, paling tidak merasakan denyut nadi kehidupan rakyat desa yang
biasanya sangat keras dan sulit (http://www.shnews.co/kolom/periskop/detile-90-blusukan-turba-sidak.html).
Namun intensitas blusukan Jokowi yang sering,
tampaknya telah mengidentikkan dirinya dengan fenomena “pejabat blusukan”
tersebut. Ekspos media yang besar-besaran termasuk media asing, serta figur
Jokowi sendiri yang berhasil mengesankan masyarakat luas, tentunya juga memiliki andil besar.
Mengenai
ekspos media asing, saat Jakarta dikepung banjir Januari lalu, popularitas
Jokowi kian berkibar. BBC sampai mengeluarkan satu artikel berjudul “Flooding
Tests 'Jakarta's Obama'” (lihat: http://www.bbc.co.uk/news/world-asia-21137613). Dalam artikel itu, BBC banyak memuji Jokowi. Jokowi disebut sebagai tokoh populer dan mendapat
dukungan dari kalangan bawah maupun kalangan menengah Jakarta. Warga Jakarta
optimistis Jokowi bisa menyelesaikan masalah banjir di
Jakarta. Jokowi juga dikenal sebagai politikus yang
bersih dan pekerja keras (http://www.merdeka.com/jakarta/5-sebutan-untuk-jokowi-dari-media-asing/obama-dari-jakarta.html).
Sebelum
istilah blusukan Jokowi ini terkenal, Dede Yusuf, Wagub Jabar, mengaku
sudah melakukannya sejak lama. Menurutnya, mengunjungi pelosok-pelosok kampung
ini bukan masalah meniru Jokowi. Gaya
Jokowi kata Dede, sudah dia lakukan sejak dulu. "Sudah saya lakukan lima
tahun," kata Dede. Dan setelah pengumuman quick count menyatakan dia kalah
dalam pemilu Jabar I, kebiasaan blusukan itu akan kembali dijalani hingga sisa
waktunya sebagai Wagub Jabar habis (http://news.detik.com/read/2012/11/28/153535/2104010/10/tak-tiru-jokowi-dede-yusuf-mengaku-sudah-5-tahun-lakukan-blusukandanhttp://www.republika.co.id/berita/nasional/jawa-barat-nasional/13/02/28/mixgiv-dede-yusuf-masih-tunggu-hasil-kpu).
Ketika Presiden SBY masuk ke pemukiman-pemukiman kumuh dan kampung-kampung nelayan, media pun menganggap SBY meniru Jokowi, meskipun para kader partai Demokrat menampik “tuduhan” tersebut. "Pak SBY sebenarnya dari dulu sudah sering blusukan. Sejak periode pertama kepemimpinannya. Media aja yang nggak liput," kata Wasekjen Partai Demokrat, Saan Mustopa (http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/13/01/04/mg3ld2-demokrat-lebih-dulu-sby-blusukan-daripada-jokowi).
Namun apa pun
reaksinya, toh virus blusukan Jokowi ini kadung menyebar citranya bahkan hingga
negeri jiran. Seorang kolumnis Malaysia, Syed Nadzri Syed Harun, dalam tulisan
yang berjudul, “Wanted Badly: A Malaysian Jokowi”,
mengatakan, Jokowi lebih menekankan kerja nyata ketimbang sibuk dengan
urusan politik. "Jokowi bahkan mau masuk ke gorong-gorong
dan mengunjungi daerah kumuh serta berbicara dengan rakyat miskin tentang akses
kesehatan dan pendidikan," tulis Nadzri (http://www.merdeka.com/peristiwa/malaysia-krisis-figur-rindukan-sosok-seperti-jokowi.html).
Menanggapi
fenomena blusukan Jokowi, Roch Basoeki Mangoenpoerojo, Purnawirawan
TNI dan Anggota Presidium Barisan Nasional, menulis: Blusukan adalah kinerja yang
fokus di lapangan dengan dukungan administrasi yang baik. Naik turun bus reyot,
memandangi tumpukan sampah di kali, masuk riol, menyapa rakyat yang
terpinggirkan, malah melantik wali kota di tengah gubuk kumuh.
Roch juga menulis: Jokowi dianggap
tebar pesona seperti SBY. Ketika ingin tahu kekuatan rakyat, saya juga blusukan
puluhan tahun di lokasi transmigrasi dan permukiman kumuh. Tuhan ada di situ,
kata Bung Karno. Kinerja blusukan juga dilakukan oleh banyak kepala daerah.
Wali kota Surabaya, misalnya. Kinerja demikian terasa aneh bagi orang
Jakarta/nasional yang suka melihat pejabat arogan, main panggil, perintah,
marah. Bentuk kepemimpinan versi Jawa: nimbali, dawuhi, dukani (http://nasional.kompas.com/read/2013/01/10/02030841/Manajemen.Blusukan).
Terlepas
dari munculnya banyak sinisme terhadap cara kerja Jokowi yang dianggap
pencitraan, Jokowi sendiri menyatakan akan terus bertahan dengan gaya kerjanya
yang suka blusukan ke berbagai wilayah di Jakarta. Bahkan Jokowi akan melakukan
hal itu sepanjang periode pertama masa baktinya sebagai Gubernur DKI yang baru dijabat sejak akhir Oktober 2012. "Oh
kalau saya sih lima tahun mau blusukan terus. Mau ke kampung terus pokoknya selama
lima tahun, ke bawah, ya banyak di lapangan lah," kata Jokowi. Hal ini dikatakannya pada awal-awal
masa jabatan barunya sebagai Gubernur DKI Jakarta (http://news.detik.com/read/2012/11/20/004224/2095185/10/jokowi-saya-mau-blusukan-terus-menerus-selama-5-tahun).**
Newspeg:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar