Ratusan ribu
rakyat Prancis berkumpul di pusat kota Paris, minggu (24/3/13), untuk memrotes aturan yang melegalisasi
pernikahan sejenis dan adopsi anak oleh pasangan homoseksual (gay dan lesbi). Mereka
bergabung di jalan utama hingga Arc deTriomphe.
Protes menentang perkawinan sejenis |
Sempat terjadi bentrokan dengan aparat polisi yang menembakkan gas air mata dan mendesak demonstran ke Champs Elysees. BBC melaporkan, Senat Prancis akan membahas aturan terkait pernikahan sejenis bulan depan. Aturan tersebut sudah lolos di majelis rendah di parlemen (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/03/25/mk75be-rakyat-prancis-tolak-pernikahan-sesama-jenis).
Menteri Dalam
Negeri Prancis, Manuel Valls, mengatakan, sebagian besar pendemo berasal dari
kelompok sayap kanan. Sayap kanan adalah kalangan yang berasal dari komunitas
agamais dan agamawan (khususnya Katolik) dan konservatif di Prancis, yang menentang
pernikahan sejenis.
Demonstrasi
antara kubu pendukung dan penentang aturan pernikahan sejenis ini telah terjadi sejak 2012. Rakyat Perancis terbelah
sikapnya atas aturan ini. Januari lalu, ratusan ribu rakyat Perancis
turun ke jalan mendukung Rancangan Undang-Undang (RUU) yang mengesahkan
pernikahan sejenis dan adopsi anak oleh pasangan sejenis ini. Sebagian besar demonstran adalah aktivis kiri,
sosialis, aktivis hak azasi manusia, dan pejuang kesetaraan.
Polisi
memperkirakan jumlah demonstran mencapai 125 ribu orang. Namun, angka itu lebih
kecil dibanding mobilisasi penentang RUU tersebut pada akhir Desember 2012 lalu
yang mencapai 340 ribu orang.
Pemerintah
Prancis, sesuai dengan janji kampanye Presiden Prancis, Francois Hollande, akan
melegalkan pernikahan sesama jenis dengan menggodok RUU tersebut. Dengan
begitu, kata “ibu” dan “bapak” akan dihapus dalam semua dokumen resmi. Sebagai
gantinya, Prancis akan menggunakan kata “orang tua” dalam setiap perayaan
pernikahan heteroseksual maupun homoseksual. Jika disetujui menjadi UU,
nantinya Prancis bakal menerapkan kesetaraan hak adopsi bagi kaum homoseksual
dan heteroseksual (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/12/09/26/may8fp-legalkan-pernikahan-sejenis-prancis-hapus-kata-ibu-dan-bapak).
Francois Hollande, berasal dari Partai Sosialis yang mendukung
RUU ini. Semasa kampanyenya sebagai presiden, Hollande memang banyak menjanjikan kesetaraan, termasuk pernikahan sejenis (http://www.berdikarionline.com/dunia-bergerak/20130128/pro-kontra-pernikahan-sejenis-di-perancis.html).
Dalam survei
sebelumnya, mayoritas rakyat Prancis mendukung pernikahan sejenis. Namun,
jumlah pendukung itu menurun dalam beberapa pekan terakhir. Jajak pendapat umum
paling baru menunjukkan, dukungan bagi perkawinan sejenis turun menjadi sekitar
50 persen. Berarti ada 50 persen juga warga yang mendukung isu tersebut (http://www.voaindonesia.com/content/warga-perancis-protes-rencana-legalisasi-perkawinan-sejenis/1583123.html).
Sebelumnya, jajak pendapat dari Ifop menyebutkan, dukungan
terhadap pernikahan sejenis di Prancis turun dari semula mencapai 65 persen lalu
menjadi 61 persen. Sekitar 78 ribu warga sudah menandatangani petisi
anti-pernikahan sejenis. Petisi itu disponsori 41 politisi konservatif,
intelektual, pemuka agama Katolik, Protestan, Orthodoks, Evangelis, dan
Muslim (http://property.okezone.com/read/2012/10/23/414/707866/prancis-belum-izinkan-program-bayi-tabung-untuk-gay).
Apa alasan mereka yang mendukung pernikahan sejenis dan adopsi anak oleh gay dan lesbi ini? Menurut
mereka, legalisasi perkawinan sejenis akan memberi perlindungan hukum kepada
pasangan homoseks, serta memajukan kesetaraan dan demokrasi. “Ini kemajuan,
bukan hanya untuk beberapa orang, tetapi untuk keseluruhan rakyat Perancis,” kata
Hollande.
Di
website pribadinya Hollande menulis,
“Kebebasan adalah memberikan hak kepada setiap pasangan, tanpa melihat
orientasi (seksual), untuk bersatu dalam cinta dan hidup bersama.” Ia juga
menegaskan, kesetaraan bagi semua orang, termasuk bagi pasangan sejenis,
bermakna kesempatan yang sama di tengah-tengah masyarakat tanpa diskriminasi (http://www.berdikarionline.com/dunia-bergerak/20130128/pro-kontra-pernikahan-sejenis-di-perancis.html).
Demi mendukung sang boss, Najat Vallaud Belkacem, Menteri Pemberdayaan Perempuan merangkap juru bicara pemerintah Prancis, mendapat hujatan karena menyatakan dukungan terhadap perkawinan sejenis saat berbicara di SMU Loiret, Perancis Utara, demikian dilansir Le Figaro.
Belkacem saat itu menyebutkan, perkawinan sejenis adalah keadilan, kebebasan, persamaan serta indikasi kemajuan. “Saya terpaksa memberikan jawaban ini ketika ditanya para siswa,” dalihnya saat dikritik Partai Demokrat-Kristen Perancis. Sebelumnya, Menteri Pendidikan Perancis, Vincent Peillon, memberi peringatan kepada pengurus sekolah Katolik untuk tidak mendukung siswanya membenci perkawinan sesama jenis (http://www.ourvoice.or.id/2013/01/menteri-pemberdayaan-perempuan-prancis-dihujat-karena-dukung-perkawinan-sesama-jenis/).
Demi mendukung sang boss, Najat Vallaud Belkacem, Menteri Pemberdayaan Perempuan merangkap juru bicara pemerintah Prancis, mendapat hujatan karena menyatakan dukungan terhadap perkawinan sejenis saat berbicara di SMU Loiret, Perancis Utara, demikian dilansir Le Figaro.
Belkacem saat itu menyebutkan, perkawinan sejenis adalah keadilan, kebebasan, persamaan serta indikasi kemajuan. “Saya terpaksa memberikan jawaban ini ketika ditanya para siswa,” dalihnya saat dikritik Partai Demokrat-Kristen Perancis. Sebelumnya, Menteri Pendidikan Perancis, Vincent Peillon, memberi peringatan kepada pengurus sekolah Katolik untuk tidak mendukung siswanya membenci perkawinan sesama jenis (http://www.ourvoice.or.id/2013/01/menteri-pemberdayaan-perempuan-prancis-dihujat-karena-dukung-perkawinan-sesama-jenis/).
Para pemimpin
Barat (yang mendukung pernikahan sejenis) juga mewacanakan isu ini sebagai alasan "faktor
genetik". Pernikahan sejenis kata mereka, berakar pada genetik dan secara
tidak sengaja mereka akan cenderung (suka) pada sesama jenis. Barat ingin
menyampaikan bahwa itu adalah sebuah peristiwa alamiah dan orientasi seksual ini tidak
bisa diperdebatkan. Eropa dan Amerika Serikat berupaya menjadikan
fenomena ini sebagai sebuah kebiasaan sosial yang diterima oleh
masyarakat dan bukan hal tabu.
Perdana Menteri
Inggris, David Cameron, kepada Daily Mail, pernah mengatakan, "Saya
benar-benar memutuskan bahwa pemerintahan koalisi ini akan mengikuti tradisi
dengan melegalkan pernikahan sejenis.” (http://indonesian.irib.ir/kultur/-/asset_publisher/Kd7k/content/id/5286883\).
Sementara itu para penentangnya menyatakan, konsep
“pernikahan untuk semua” akan menghancurkan keluarga tradisional. Pemimpin
gereja Katolik Perancis, Kardinal André Vingt-Trois, mengatakan,
bahwa setiap visi kemanusiaan yang tidak bisa memahami perbedaan gender akan
mengguncang fondasi masyarakat. Dia juga menggambarkan bahwa pernikahan gay sebagai kebohongan. (http://www.berdikarionline.com/dunia-bergerak/20130128/pro-kontra-pernikahan-sejenis-di-perancis.htmldanhttp://indonesian.irib.ir/kultur/-/asset_publisher/Kd7k/content/id/5286883).
Prihatin
terhadap begitu permisifnya pemerintah Prancis dan Inggris terhadap masalah gay
dan lesbi ini, Gereja Ortodoks Rusia,
melalui Departemen Hubungan
Eksternal Gereja, menyampaikan pernyataan khusus. Isi pernyataan tersebut a.l.: legalisasi “pernikahan” sejenis di Perancis dan
Inggris adalah sebuah revolusi "pemahaman masyarakat Eropa akan
pernikahan” yang pada akhirnya akan menyebabkan runtuhnya masyarakat itu (http://menarapenjaga.blogspot.com/2013/03/kritik-gereja-ortodoks-rusia-terhadap.html).
Saat ini, negara-negara Eropa yang telah melegalisasi perkawinan sejenis
adalah Belanda, Belgia, Spanyol,
Norwegia, Swedia, Islandia,
Portugal, dan Denmark. Sedangkan di benua Amerika adalah Argentina dan Kanada, serta Washington
DC beserta sembilan negara bagian
lainnya di AS. Di Afrika tercatat Afrika
Selatan (lihat: http://m.voa-islam.com/news/liberalism/2013/02/13/23223/parlemen-perancis-mengesahkan-perkawinan-sejenis/
dan http://www.berdikarionline.com/dunia-bergerak/20130128/pro-kontra-pernikahan-sejenis-di-perancis.html).
News peg:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar