3/26/2013

Eropa Terancam Kehilangan Konsep Ayah, Ibu, Suami, dan Istri



Ratusan ribu rakyat Prancis berkumpul di pusat kota Paris, minggu (24/3/13),  untuk memrotes aturan yang melegalisasi pernikahan sejenis dan adopsi anak oleh pasangan homoseksual (gay dan lesbi). Mereka bergabung di jalan utama hingga Arc deTriomphe

Protes menentang perkawinan sejenis

Sempat terjadi bentrokan dengan aparat polisi yang menembakkan gas air mata dan mendesak demonstran ke Champs Elysees. BBC melaporkan, Senat Prancis akan membahas aturan terkait pernikahan sejenis bulan depan. Aturan tersebut sudah lolos di majelis rendah di parlemen (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/03/25/mk75be-rakyat-prancis-tolak-pernikahan-sesama-jenis).

Menteri Dalam Negeri Prancis, Manuel Valls, mengatakan, sebagian besar pendemo berasal dari kelompok sayap kanan. Sayap kanan adalah kalangan yang berasal dari komunitas agamais dan agamawan (khususnya Katolik) dan konservatif di Prancis, yang menentang pernikahan sejenis.

Demonstrasi antara kubu pendukung dan penentang aturan pernikahan sejenis ini telah terjadi sejak 2012. Rakyat Perancis terbelah sikapnya atas aturan ini. Januari lalu, ratusan ribu rakyat Perancis turun ke jalan mendukung Rancangan Undang-Undang (RUU) yang mengesahkan pernikahan sejenis dan adopsi anak oleh pasangan sejenis ini. Sebagian besar demonstran adalah aktivis kiri, sosialis, aktivis hak azasi manusia, dan pejuang kesetaraan. 

Polisi memperkirakan jumlah demonstran mencapai 125 ribu orang. Namun, angka itu lebih kecil dibanding mobilisasi penentang RUU tersebut pada akhir Desember 2012 lalu yang mencapai 340 ribu orang. 

Pemerintah Prancis, sesuai dengan janji kampanye Presiden Prancis, Francois Hollande, akan melegalkan pernikahan sesama jenis dengan menggodok RUU tersebut. Dengan begitu, kata “ibu” dan “bapak” akan dihapus dalam semua dokumen resmi. Sebagai gantinya, Prancis akan menggunakan kata “orang tua” dalam setiap perayaan pernikahan heteroseksual maupun homoseksual. Jika disetujui menjadi UU, nantinya Prancis bakal menerapkan kesetaraan hak adopsi bagi kaum homoseksual dan heteroseksual (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/12/09/26/may8fp-legalkan-pernikahan-sejenis-prancis-hapus-kata-ibu-dan-bapak).

Francois Hollande, berasal dari Partai Sosialis yang mendukung RUU ini. Semasa kampanyenya sebagai presiden, Hollande memang banyak menjanjikan kesetaraan, termasuk pernikahan sejenis (http://www.berdikarionline.com/dunia-bergerak/20130128/pro-kontra-pernikahan-sejenis-di-perancis.html).

Dalam survei sebelumnya, mayoritas rakyat Prancis mendukung pernikahan sejenis. Namun, jumlah pendukung itu menurun dalam beberapa pekan terakhir. Jajak pendapat umum paling baru menunjukkan, dukungan bagi perkawinan sejenis turun menjadi sekitar 50 persen. Berarti ada 50 persen juga warga yang mendukung isu tersebut (http://www.voaindonesia.com/content/warga-perancis-protes-rencana-legalisasi-perkawinan-sejenis/1583123.html).

Sebelumnya, jajak pendapat dari Ifop menyebutkan, dukungan terhadap pernikahan sejenis di Prancis turun dari semula mencapai 65 persen lalu menjadi 61 persen. Sekitar 78 ribu warga sudah menandatangani petisi anti-pernikahan sejenis. Petisi itu disponsori 41 politisi konservatif, intelektual, pemuka agama Katolik, Protestan, Orthodoks, Evangelis, dan Muslim (http://property.okezone.com/read/2012/10/23/414/707866/prancis-belum-izinkan-program-bayi-tabung-untuk-gay).

Apa alasan mereka yang mendukung pernikahan sejenis dan adopsi anak oleh gay dan lesbi ini? Menurut mereka, legalisasi perkawinan sejenis akan memberi perlindungan hukum kepada pasangan homoseks, serta memajukan kesetaraan dan demokrasi. “Ini kemajuan, bukan hanya untuk beberapa orang, tetapi untuk keseluruhan rakyat Perancis,” kata Hollande.

Di website pribadinya Hollande menulis, “Kebebasan adalah memberikan hak kepada setiap pasangan, tanpa melihat orientasi (seksual), untuk bersatu dalam cinta dan hidup bersama.” Ia juga menegaskan, kesetaraan bagi semua orang, termasuk bagi pasangan sejenis, bermakna kesempatan yang sama di tengah-tengah masyarakat tanpa diskriminasi (http://www.berdikarionline.com/dunia-bergerak/20130128/pro-kontra-pernikahan-sejenis-di-perancis.html). 

Demi mendukung sang boss, Najat Vallaud Belkacem, Menteri Pemberdayaan Perempuan merangkap juru bicara pemerintah Prancis, mendapat hujatan karena menyatakan dukungan terhadap perkawinan sejenis saat berbicara di SMU Loiret, Perancis Utara, demikian dilansir Le Figaro. 

Belkacem saat itu menyebutkan, perkawinan sejenis adalah keadilan, kebebasan, persamaan serta indikasi kemajuan. “Saya terpaksa memberikan jawaban ini ketika ditanya para siswa,” dalihnya saat dikritik Partai Demokrat-Kristen Perancis. Sebelumnya, Menteri Pendidikan Perancis, Vincent Peillon, memberi peringatan kepada pengurus sekolah Katolik untuk tidak mendukung siswanya membenci perkawinan sesama jenis (http://www.ourvoice.or.id/2013/01/menteri-pemberdayaan-perempuan-prancis-dihujat-karena-dukung-perkawinan-sesama-jenis/).

Para pemimpin Barat (yang mendukung pernikahan sejenis) juga mewacanakan isu ini sebagai alasan "faktor genetik". Pernikahan sejenis kata mereka, berakar pada genetik dan secara tidak sengaja mereka akan cenderung (suka) pada sesama jenis. Barat ingin menyampaikan bahwa itu adalah sebuah peristiwa alamiah dan orientasi seksual ini tidak bisa diperdebatkan. Eropa dan Amerika Serikat berupaya menjadikan fenomena ini sebagai sebuah kebiasaan sosial yang diterima oleh masyarakat dan bukan hal tabu. 

Perdana Menteri Inggris, David Cameron, kepada Daily Mail, pernah mengatakan, "Saya benar-benar memutuskan bahwa pemerintahan koalisi ini akan mengikuti tradisi dengan melegalkan pernikahan sejenis.” (http://indonesian.irib.ir/kultur/-/asset_publisher/Kd7k/content/id/5286883\). 

Sementara itu  para penentangnya menyatakan, konsep “pernikahan untuk semua” akan menghancurkan keluarga tradisional. Pemimpin gereja Katolik Perancis, Kardinal André Vingt-Trois, mengatakan, bahwa setiap visi kemanusiaan yang tidak bisa memahami perbedaan gender akan mengguncang fondasi masyarakat. Dia juga menggambarkan bahwa pernikahan gay sebagai kebohongan. (http://www.berdikarionline.com/dunia-bergerak/20130128/pro-kontra-pernikahan-sejenis-di-perancis.htmldanhttp://indonesian.irib.ir/kultur/-/asset_publisher/Kd7k/content/id/5286883). 

Prihatin terhadap begitu permisifnya pemerintah Prancis dan Inggris terhadap masalah gay dan lesbi ini, Gereja Ortodoks Rusia, melalui Departemen Hubungan Eksternal Gereja, menyampaikan pernyataan khusus. Isi pernyataan tersebut a.l.: legalisasi “pernikahan” sejenis di Perancis dan Inggris adalah sebuah revolusi "pemahaman masyarakat Eropa akan pernikahan” yang pada akhirnya akan menyebabkan runtuhnya masyarakat itu (http://menarapenjaga.blogspot.com/2013/03/kritik-gereja-ortodoks-rusia-terhadap.html).


Saat ini, negara-negara Eropa yang telah melegalisasi perkawinan sejenis adalah Belanda, Belgia, Spanyol, Norwegia, Swedia, Islandia, Portugal, dan Denmark. Sedangkan  di benua Amerika adalah Argentina dan Kanada, serta Washington DC beserta sembilan negara bagian lainnya di AS. Di Afrika tercatat Afrika Selatan (lihat: http://m.voa-islam.com/news/liberalism/2013/02/13/23223/parlemen-perancis-mengesahkan-perkawinan-sejenis/ dan http://www.berdikarionline.com/dunia-bergerak/20130128/pro-kontra-pernikahan-sejenis-di-perancis.html).




News peg:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar