"benda angkasa" melintas bulan |
Benda
kecil hitam itu tampak bergerak bolak-balik pada lensa teleskopnya. Dengan
penasaran diusap-usapnya lensa teleskop tersebut dari luar, siapa tahu ada
serangga. Padahal hati kecilnya sudah mengatakan "tidak mungkin", karena lensa teleskopnya
yang berdiameter 8 inci itu, sedang fokus ke bulan.
Dan tidak mungkin juga ada benda langit lain yang sedang berkonjungsi terhadap bulan,
karena benda tersebut tidak sekadar bergerak satu arah, melainkan hilir mudik. Kecepatannya juga sangat
tinggi; dari satu sisi bulan ke sisi lainnya hanya memerlukan waktu setengah detik (http://misteridunia.wordpress.com/2008/09/28/adakah-kehidupan-lain-diluar-bumi/). Tidak seperti Elliot dengan ET di film The ExtraTerrestrial yang sedang melintas bulan menggunakan sepeda, tentunya.
Kejadian
tersebut hanya satu dari kejadian “aneh” yang dialami Dedy Suardi, seorang penggemar berat dunia astronomi. Kejadian-kejadian langit lainnya yang cukup sering
terjadi dan mengasyikan untuk diteropong antara lain adalah hujan meteor. Untuk
kegemarannya itu, Dedy didukung teleskop catadioptrik merek celestron buatan
Jerman (http://protagon.wordpress.com/2008/05/11/tanggapan-atas-buku-%E2%80%9Cmatahari-mengelilingi-bumi%E2%80%9D/)
Mengenai
hobinya terhadap astronomi, Dedy boleh disebut sebagai astronom amatir (kebalikan
dari astronom profesional yang memang bekerja sebagai astronom). Di dunia, para
astronom amatir ini sangat besar kontribusinya dalam membedah ruang angkasa.
Di Kanada, seorang astronom amatir berusia 10 tahun, Kathryn Aurora Gray (yang
ayahnya juga seorang ahli astronomi amatir), telah diakui menjadi penemu salah
satu fenomena langka, Supernova, pada 2010. Penemuan itu telah dibuktikan
oleh dua ahli astronomi Amerika Serikat sebelum dilaporkan kepada Badan Pusat
Gabungan Astronomi Internasional bagi Telegram Astronomi (http://www.republika.co.id/berita/trendtek/sains/11/01/05/156545-gadis-kanada-usia-10-tahun-penemu-supernova-termuda).
Kanada memang salah satu negara yang kondusif bagi perkembangan astronom-astronom amatir. Menurut Dedy, astronom-astronom amatir di Kanada sangat
terorganisasi. Di sana banyak terdapat perkumpulan astronom amatir yang secara
rutin mengadakan perjalanan ke satu tempat yang tinggi dan jauh dari lampu-lampu kota, tujuannya agar langit lebih mudah dibedah. Klub-klub seperti ini juga rutin mengadakan pesta-pesta dan pertemuan astronomi amatir, contohnya klub bernama Stellafane.
Peserta klub-klub astronomi amatir seperti ini, mulai anak-anak hingga dewasa, datang dengan membawa teleskopnya masing-masing. Hebatnya, kata Dedy, teleskop-teleskop tersebut merupakan rakitan sendiri. Sementara
di Indonesia, merakit sendiri teleskop bukan hal mudah, karena peralatannya
sendiri nyaris tidak bisa didapat di Indonesia alias harus diimpor khusus. Walau begitu, di Jakarta juga ada Himpunan Astronomi Amatir Jakarta, meski tak "seprofesional" komunitas-komunitas yang ada di negara-negara maju.
Dedy
sendiri mengaku mendapatkan teleskop catadioptric-nya secara gratis dengan menyurati produsen
teleskop tersebut yakni Celestron. Namun karena pihak Celestron mengajukan syarat, yakni harus ada organisasi astronomi amatir di negara yang bersangkutan, maka Dedy terpaksa mengaku-aku sebagai ketua satu
klub astronom amatir di Bandung. Tentunya pihak produsen sana
berharap pengiriman gratis ini akan membantu promosi produknya.
Negara
dengan astronom amatir yang cukup banyak berkontribusinya di dunia astronomi
adalah Rusia. Negara ini banyak melahirkan astronom amatir yang mendapat
penghargaan karena temuan-temuan benda angkasa baru. Satu contoh temuan astronom amatir
Rusia adalah komet yang kemudian diberi nama P/2011 R3, temuan Artyom
Novichonok, mahasiswa dari Petrozavodsk University (http://kampus.okezone.com/read/2011/09/12/56/501799/astronom-amatir-rusia-temukan-komet).**
(penulis: ruri andayani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar