3/04/2013

Astronom Amatir Bisa saja Temukan Supernova


"benda angkasa" melintas bulan
Benda kecil hitam itu tampak bergerak bolak-balik pada lensa teleskopnya. Dengan penasaran diusap-usapnya lensa teleskop tersebut dari luar, siapa tahu ada serangga. Padahal hati kecilnya sudah mengatakan "tidak mungkin", karena lensa teleskopnya yang berdiameter 8 inci itu, sedang fokus ke bulan.

Dan tidak mungkin juga ada benda langit lain yang sedang berkonjungsi terhadap bulan, karena benda tersebut tidak sekadar bergerak satu arah, melainkan hilir mudik. Kecepatannya juga sangat tinggi; dari satu sisi bulan ke sisi lainnya hanya memerlukan waktu setengah detik (http://misteridunia.wordpress.com/2008/09/28/adakah-kehidupan-lain-diluar-bumi/). Tidak seperti Elliot dengan ET di film The ExtraTerrestrial yang sedang melintas bulan menggunakan sepeda, tentunya.

Kejadian tersebut hanya satu dari kejadian “aneh” yang dialami Dedy Suardi, seorang penggemar berat dunia astronomi. Kejadian-kejadian langit lainnya yang cukup sering terjadi dan mengasyikan untuk diteropong antara lain adalah hujan meteor. Untuk kegemarannya itu, Dedy didukung teleskop catadioptrik merek celestron buatan Jerman (http://protagon.wordpress.com/2008/05/11/tanggapan-atas-buku-%E2%80%9Cmatahari-mengelilingi-bumi%E2%80%9D/)

Mengenai hobinya terhadap astronomi, Dedy boleh disebut sebagai astronom amatir (kebalikan dari astronom profesional yang memang bekerja sebagai astronom). Di dunia, para astronom amatir ini sangat besar kontribusinya dalam membedah ruang angkasa. 

Di Kanada, seorang astronom amatir berusia 10 tahun, Kathryn Aurora Gray (yang ayahnya juga seorang ahli astronomi amatir), telah diakui menjadi penemu salah satu fenomena langka, Supernova, pada 2010. Penemuan itu telah dibuktikan oleh dua ahli astronomi Amerika Serikat sebelum dilaporkan kepada Badan Pusat Gabungan Astronomi Internasional bagi Telegram Astronomi (http://www.republika.co.id/berita/trendtek/sains/11/01/05/156545-gadis-kanada-usia-10-tahun-penemu-supernova-termuda).

Kanada memang salah satu negara yang kondusif bagi perkembangan astronom-astronom amatir. Menurut Dedy, astronom-astronom amatir di Kanada sangat terorganisasi. Di sana banyak terdapat perkumpulan astronom amatir yang secara rutin mengadakan perjalanan ke satu tempat yang tinggi dan jauh dari lampu-lampu kota, tujuannya agar langit lebih mudah dibedah. Klub-klub seperti ini juga rutin mengadakan pesta-pesta dan pertemuan astronomi amatir, contohnya klub bernama Stellafane. 

Peserta klub-klub astronomi amatir seperti ini, mulai anak-anak hingga dewasa, datang dengan membawa teleskopnya masing-masing. Hebatnya, kata Dedy, teleskop-teleskop tersebut merupakan rakitan sendiri. Sementara di Indonesia, merakit sendiri teleskop bukan hal mudah, karena peralatannya sendiri nyaris tidak bisa didapat di Indonesia alias harus diimpor khusus. Walau begitu, di Jakarta juga ada Himpunan Astronomi Amatir Jakarta, meski tak "seprofesional" komunitas-komunitas yang ada di negara-negara maju.

Dedy sendiri mengaku mendapatkan teleskop catadioptric-nya secara gratis dengan menyurati produsen teleskop tersebut yakni Celestron. Namun karena pihak Celestron mengajukan syarat, yakni harus ada organisasi astronomi amatir di negara yang bersangkutan, maka Dedy terpaksa mengaku-aku sebagai ketua satu klub astronom amatir di Bandung. Tentunya pihak produsen sana berharap pengiriman gratis ini akan membantu promosi produknya.

Negara dengan astronom amatir yang cukup banyak berkontribusinya di dunia astronomi adalah Rusia. Negara ini banyak melahirkan astronom amatir yang mendapat penghargaan karena temuan-temuan benda angkasa baru. Satu contoh temuan astronom amatir Rusia adalah komet yang kemudian diberi nama P/2011 R3, temuan Artyom Novichonok, mahasiswa dari Petrozavodsk University  (http://kampus.okezone.com/read/2011/09/12/56/501799/astronom-amatir-rusia-temukan-komet).**


(penulis: ruri andayani)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar