Selama ini, kita menganggap mendengkur saat tidur adalah
sesuatu yang normal, bahkan seolah-olah menjadi gambaran nyenyaknya tidur seseorang. Kenyataannya, mendengkur merupakan
gejala terhambatnya saluran napas, dan ini dapat menyebabkan kadar oksigen yang dibutuhkan tubuh tidak tercapai. Seringkali, saluran napas para pendengkur ini bahkan akan terhenti, dan berujung pada kualitas hidup yang amburadul.
ngorok oh ngorok! |
Dalam
kondisi saluran napas benar-benar tertutup, si penderita terpaksa akan terbangun mendadak untuk menarik napas kembali. Gejala ini di dalam dunia medis disebut dengan
nama tidur apnea, atau juga OSA yang
merupakan singkatan dari Obstructive Sleep Apnea (OSA).
"Gejala
itu dalam jangka panjang berisiko terkena penyakit tekanan darah tinggi,
diabetes, serangan jantung dan stroke," ungkap Pakar Kardiologi, Bambang
Budi Siswanto, MD, PhD, dalam acara peringatan World Sleep Day di Jakarta, Rabu
(27/3). (http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/13/03/27/mkbngj-jangan-anggap-sepele-tidur-mendengkur).
Jadi jelas, mendengkur bukan sesuatu yang normal.
Durasi terjadinya apnea bervariasi sampai 10 detik atau bahkan
lebih lama. Saat sleep apnea terjadi,
karbondioksida, alih-alih oksigen, akan menumpuk di dalam darah. Lalu otak akan
mendeteksi adanya kekurangan oksigen dan memberi sinyal pada saraf-saraf agar si
penderita terbangun untuk menarik napas kembali secara normal. Tubuh akan melakukan tarikan napas itu secara dalam dan cepat. Dalam keadan seperti ini, si penderita biasanya akan mendadak
bangun dalam keadaan seperti tercekik dan gelagapan (http://www.berbagaihal.com/2011/06/penyebab-kenapa-tidur-mendengkur.htmldanhttp://kesehatan.kompasiana.com/medis/2013/02/05/mendengkur-potensi-bencana-530977.html).
Menurut dr. Andreas Prasadja, RPSGT,
konsultan gangguan tidur dari RS Mitra Kemayoran Jakarta, terhentinya napas
dalam sleep apnea hanya terjadi
beberapa detik, dan tidak sampai membuat si penderita terjaga. Ia pun tertidur
kembali, mendengkur lagi, dan napasnya terhenti lagi. Proses ini kata Andreas disebut
micro arousal atau proses tidur yang terpotong-potong.
Meski
tak sampai benar-benar terjaga, micro arousal itu membuat kualitas tidur
memburuk. Sehingga, penderita sleep apnea, walaupun sudah tidur dalam
waktu yang sangat cukup, tetap bangun dalam keadaan tidak segar dan terus
merasa mengantuk (hipersomnia). “Mengantuk membuat mood menjadi jelek,
tidak bisa konsentrasi, pelupa, sakit kepala, dan
mudah stres,” ujar Andreas (http://www.femina.co.id/isu.wanita/kesehatan/bukan.dengkur.biasa/005/005/244).
Peristiwa
sleep apnea ini bisa terjadi puluhan atau ratusan dalam semalam. Namun
menurut Andreas, si penderita tak akan ingat jika ia sesak dan terbangun-bangun
ratusan kali sepanjang malam. Sebab episode bangun yang terjadi hanya
berlangsung beberapa detik saja. Tetapi akibatnya pada kualitas hidup luar
biasa. Tanpa tahu sebabnya, pendengkur selalu mengantuk. Kemampuan konsentrasi,
analisa dan daya ingat menurun. Emosi pun turut naik turun dengan tajam (http://health.kompas.com/read/2012/12/10/05473158/Wanita.Pendengkur.Alami.Kerusakan.Otak.Lebih.Parah).
Pasokan
oksigen ke seluruh organ vital yang terganggu akibat sleep apnea ini, juga berpotensi merusak otak dan meningkatkan
risiko terkena penyakit kardiovaskuler
(yang berkenaan dengan jantung), dan kerusakan organ tubuh vital lainnya itu. Akibat
lainnya karena tidak cukup tidur, tubuh seringkali membutuhkan karbohidrat
ekstra. Penderita sleep apnea kemudian akan banyak makan
sehingga cenderung lebih gemuk, kegemukan adalah faktor risiko berbagai
penyakit, termasuk menjadi penyebab sleep
apnea itu sendiri (http://majalahkesehatan.com/sleep-apnea-gangguan-tidur-yang-jarang-diketahui-orang/).
Berkaitan
dengan kerusakan otak, dr. Andreas Prasadja, RPSGT, menulis: sekelompok
peneliti di UCLA memublikasikan penelitian mereka pada jurnal SLEEP 2008 yang
menunjukkan adanya kerusakan bagian-bagian tertentu otak pada penderita sleep apnea. Dan meskipun para pendengkur
kebanyakan pria, namun risiko kerusakan otak akibat sleep apnea lebih besar bagi pendengkur wanita, terutama menurut
jurnal tersebut, ini jika dikaitkan dengan faktor depresi dan kecemasan pada
kaum wanita.
Sleep apnea
dapat dirawat, antara lain dengan continuous positive airway pressure
(CPAP). Penggunaan CPAP ini telah terbukti dapat menurunkan tekanan darah dan
memperbaiki kondisi jantung serta kontrol gula darah. Namun walau sleep apnea-nya sudah dirawat, kerusakan
otak akibat sleep apnea tersebut sayangnya
bersifat permanen dan tak dapat dikembalikan. CPAP hanya dapat mencegah
kerusakan lebih lanjut. CPAP adalah satu alat mirip masker yang dilengkapi
tabung kecil untuk memompa udara bertekanan positif ke dalam saluran
pernapasan, bentuknya sangat fleksibel sehingga tidak menggangu tidur (http://health.kompas.com/read/2012/12/10/05473158/Wanita.Pendengkur.Alami.Kerusakan.Otak.Lebih.Parahdanhttp://www.hidupgaya.com/index.php?action=content&id=2010021919075714).
Siapa
yang lebih berisiko mengalami sleep apnea?
Karena gangguan ini berkaitan erat dengan tidur yang mendengkur, maka pria
lebih berisiko. Perbandingannya cukup besar: pria 80%, wanita 20%. Alasannya
terkait dengan distribusi kelebihan berat badan pada pria yang menumpuk di dada
dan leher sehingga menyebabkan penyempitan saluran udara. Kelebihan berat badan
pada wanita umumnya menumpuk di pinggul.
Risiko makin
tinggi jika si penderita menderita menderita kegemukan (obesitas), berusia di
atas 40 tahun, memiliki leher besar/tebal, lidah besar, amandel besar, dagu
melipat ke dalam, tenggorokan kecil, atau keluarga yang beriwayat sleep
apnea (http://majalahkesehatan.com/10-fakta-mengenai-mendengkur/danhttp://majalahkesehatan.com/sleep-apnea-gangguan-tidur-yang-jarang-diketahui-orang/).
Risiko
lainnya bisa juga disebabkan saluran pernapasan si penderita memang sudah
sempit sejak lahir, atau juga karena dinding saluran pernapasan yang melunak/melemas
saat tidur yang bisa muncul pada usia berapa saja. Melemasnya dinding saluran
napas inilah yang mengakibatkan dengkuran, dan bila terlalu lembek bisa menutup
saluran napas sehingga aliran udara dari dan ke paru-paru jadi terganggu. Demikian
dr. Andreas Prasadja, RPSGT (http://www.femina.co.id/isu.wanita/kesehatan/bukan.dengkur.biasa/005/005/244).
Mekanisme
otak memang akan “memerintahkan” seseorang yang mengalami sleep apnea agar segera terbangun supaya menghirup napas kembali.
Nah, bagaimana jika otot tidak berhasil menerima sinyal dari otak agar segera
menarik napas? Jawabannya, selamat dating kematian, karena kondisi ini akan
menyebabkan jantung tiba-tiba berhenti berdenyut.
News
peg:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar