3/03/2013

Menjadi Mualaf Istiqomah



Tragedi menara kembar WTC di New York pada 11 September 2001, sesungguhnya bagai menjadi titik balik bagi Islam. Media banyak memberitakan, alih-alih kejadian itu membuat nama Islam makin terpuruk, mata dunia justru menjadi terbuka pada agama ini, terutama bagi mata mereka-mereka yang mau “berpikir”.


Beberapa bulan bahkan minggu sejak kejadian itu, beredar informasi mengenai banyaknya mereka yang semula non-muslim lalu ber-syahadat. Logika yang mungkin tidak diduga dan tidak disukai tentunya  oleh  dunia barat, namun itulah yang terjadi. Tuduhan-tuduhan keji terhadap Islam membuat banyak orang justru menjadi penasaran terhadap agama ini, dan mulai membuka-buka kitab sucinya. Sejak peristiwa itu, ribuan orang dikabarkan ber-syahadat

Direktur Eksekutif Council on American-Islamic Relation (CAIR), Dr Nihad Awad, mengatakan, “Sebelum 11 September, ada enam ribu orang yang masuk Islam setiap tahunnya. Setelah tragedi itu, kini jumlahnya meningkat jadi 20 ribuan dalam waktu beberapa bulan saja,” ujarnya. Sebagian besar yang tertarik menjadi Muslim adalah warga kulit hitam asal Afrika, menyusul keturunan Spanyol, dan warga kulit putih.” (http://www.voa-islam.com/news/world-world/2011/09/09/16053/umat-islam-di-as-diperkirakan-akan-melampaui-jumlah-kaum-yahudi/).

Cerita di atas hanya ilustrasi saja mengenai fenomena kian banyaknya yang tertarik berpindah keyakinan menjadi Islam. Yang akan lebih dibahas di sini adalah, apakah setelah “bersyahadat” semua urusan selesai? Tentu tidak. Jika bekal untuk menjadi Islam tidak kuat, kegamangan bisa saja datang di tengah jalan. Jangankan para mualaf, mereka yang sejak lahir beragama Islam saja banyak yang identitas keislamannya hanya berakhir di KTP.

Pendiri Pesantren Mualaf Annaba Center, Syamsul Arifin Nababan, kepada Republika On Line/ROL (http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/12/07/22/m7ke9j-yakini-kebenaran-islam-dahulu-baru-syahadat) menyebutkan tahapan-tahapan yang perlu dilalui jika seorang hendak memeluk Islam. Menurutnya, tahapan pertama untuk menjadi seorang Islam bukanlah syahadat, melainkan membenarkan dahulu dalam hati bahwa Islam itu benar.

Dikatakan Nababan, surat Al-Hujurat ayat 14 menyebutkan, tidaklah seseorang menjadi Islam ketika hatinya belum membenarkan Islam. “Makanya, sering kali ketika seseorang masuk Islam dengan bersyahadat terlebih dahulu, maka dalam proses memeluk Islam seperti tidak langgeng,” ujarnya. Barulah pada tahapan kedua adalah mengucapkan dua kalimat syadat.

Sedangkan tahap ketiga adalah mempraktikkan apa yang telah kita benarkan. Mengenai hal ini, Nababan menyebutkan, dalam Al-An'nam, ayat 125, dijelaskan, siapa yang diinginkan Allah (mendapat hidayah) maka Allah akan memberikan kemudahan kepada mereka. Ayat ini memberikan semangat bagi para mualaf agar tidak menyerah mempelajari Islam karena Allah telah menjaminkan kemudahan bagi mereka.

Para Mualaf yang "Berpikir"
Ada beberapa contoh mualaf yang dalam perjalannanya bahkan menjadi sangat Islami ketimbang banyak orang Islam sendiri (yang terlahir Islam). Mualaf-mualaf seperti ini memang umumnya bukan yang masuk Islam karena alasan-alasan “teknis” seperti misalnya karena mengikuti agama pasangannya. Meskipun bukan berarti tak ada peluang bagi mualaf seperti ini untuk menjadi istiqomah dalam Islam.

Contoh mereka yang masuk Islam setelah menemukan kebenaran di dalam ayat-ayat kitab sucinya antara lain adalah James Yee, seorang tentara Amerika berdarah Cina. Atau dari negeri kita sendiri ada Irena Handono yang semula adalah seorang biarawati Katolik. Contoh terakhir yang cukup fenomenal adalah ketika Carol Concepta Duffy, seorang "ratu pesta" akhirnya memutuskan masuk Islam dan berhijab.

Sebelum menyatakan masuk Islam dan mengucapkan syahadat, James Yee mengalami kegelisahan dalam beragama. Dia lalu mulai sering bertemu dengan hal-hal yang berbau Islam, termasuk melihat bagaimana rekan-rekannya di US Army yang beragama Islam menjalankan agamanya antara lain salat berjamaan, berpuasa, dan merayakan Idul Fitri.

Dia pun mulai banyak membuka referensi mengenai Islam, hingga pada satu saat dia membeli buku hadits “Bukhari-Muslim” dan tak bisa berhenti membacanya. Ketika di lingkungan kerjanya dia banyak mengalami diskriminasi, bahkan dengan berbagai cara membuat dia dijebloskan ke penjara dengan tuduhan tidak jelas, James Yee tetap yakin pada Islam.

Sementara itu, Irena Handono yang semula adalah seorang biarawati, malah berbalik menjadi seorang pembela Islam. (lihat pengakuannya di sini: http://www.youtube.com/watch?v=_l2qZDKQvN8). Dia melihat bagaimana Islam telah dipojokkan tanpa alasan kuat dalam setiap dia belajar di seminari. Ayat pertama yang dia baca ketika masih menjadi biarawati adalah surat Al Ikhlas. Sementara tepat keesokan harinya dosen seminarinya dalam kuliah teologi menyebutkan bahwa Tuhan itu satu tetapi pribadinya tiga, dan ini membingungkannya. Padahal dalam hati dia sudah berkata bahwa konsep tuhan dalam surat Al Ikhlas lah yang benar. 
 
Katakanlah, Dia-lah Allah, yang Maha Esa.
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan.
Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.
(QS Al Ikhlas)

Sejak mantap menjadi Islam dan bersyahadat, Irena banyak melakukan kajian Kristologi. Di berbagai forum Irena menyebutkan bahwa pengetahuan mengenai Kristologi penting bagi umat Islam, yakni untuk membentengi akidah.

Satu lagi contoh paling anyar dan fenomenal dari kisah seorang mualaf adalah pengalaman Carol Concepta Duffy, seorang "ratu pesta" (http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/11/05/24/llntmy-karimah-duffy-ya-saya-dulu-ratu-clubing-dan-pesta). Ketika bersamaan dengan mulai lelahnya dia dengan gaya hidupnya, ada temannya yang memberinya Al-Quran terjemahan dan dia mulai membacanya. Dalam tiga pekan setelah membaca Al-Quran, dia merasa ada "sesuatu" di dalam Al-Quran itu bagi dia. "Semua cocok dengan saya," ujarnya mengenai ajaran Islam. Dia pun kemudian mantap bersyahadat bahkan berhijab.**


(penulis: ruri andayani)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar