Tragedi
menara kembar WTC di New York pada 11 September 2001, sesungguhnya bagai
menjadi titik balik bagi Islam. Media banyak memberitakan, alih-alih kejadian itu membuat
nama Islam makin terpuruk, mata dunia justru menjadi terbuka pada agama ini,
terutama bagi mata mereka-mereka yang mau “berpikir”.
Beberapa
bulan bahkan minggu sejak kejadian itu, beredar informasi mengenai banyaknya mereka
yang semula non-muslim lalu ber-syahadat. Logika yang mungkin tidak diduga dan tidak
disukai tentunya oleh dunia barat, namun itulah yang terjadi. Tuduhan-tuduhan
keji terhadap Islam membuat banyak orang justru menjadi penasaran terhadap
agama ini, dan mulai membuka-buka kitab sucinya. Sejak peristiwa itu, ribuan
orang dikabarkan ber-syahadat
Direktur
Eksekutif Council on American-Islamic Relation (CAIR), Dr Nihad Awad,
mengatakan, “Sebelum 11 September, ada enam ribu orang yang masuk Islam setiap
tahunnya. Setelah tragedi itu, kini jumlahnya meningkat jadi 20 ribuan dalam
waktu beberapa bulan saja,” ujarnya. Sebagian besar yang tertarik menjadi
Muslim adalah warga kulit hitam asal Afrika, menyusul keturunan Spanyol, dan
warga kulit putih.” (http://www.voa-islam.com/news/world-world/2011/09/09/16053/umat-islam-di-as-diperkirakan-akan-melampaui-jumlah-kaum-yahudi/).
Cerita
di atas hanya ilustrasi saja mengenai fenomena kian banyaknya yang tertarik
berpindah keyakinan menjadi Islam. Yang akan lebih dibahas di sini adalah,
apakah setelah “bersyahadat” semua urusan selesai? Tentu tidak. Jika
bekal untuk menjadi Islam tidak kuat, kegamangan bisa saja datang di tengah
jalan. Jangankan para mualaf, mereka yang sejak lahir beragama Islam saja
banyak yang identitas keislamannya hanya berakhir di KTP.
Pendiri
Pesantren Mualaf Annaba Center, Syamsul Arifin Nababan, kepada Republika On Line/ROL (http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/12/07/22/m7ke9j-yakini-kebenaran-islam-dahulu-baru-syahadat) menyebutkan tahapan-tahapan yang perlu dilalui jika seorang hendak
memeluk Islam. Menurutnya, tahapan pertama untuk menjadi seorang Islam bukanlah
syahadat, melainkan membenarkan dahulu dalam hati bahwa Islam itu benar.
Dikatakan
Nababan, surat Al-Hujurat ayat 14 menyebutkan, tidaklah seseorang menjadi Islam
ketika hatinya belum membenarkan Islam. “Makanya, sering kali ketika seseorang
masuk Islam dengan bersyahadat terlebih dahulu, maka dalam proses memeluk Islam
seperti tidak langgeng,” ujarnya. Barulah pada tahapan kedua adalah mengucapkan
dua kalimat syadat.
Sedangkan
tahap ketiga adalah mempraktikkan apa yang telah kita benarkan. Mengenai hal
ini, Nababan menyebutkan, dalam Al-An'nam, ayat 125, dijelaskan, siapa yang
diinginkan Allah (mendapat hidayah) maka Allah akan memberikan kemudahan kepada
mereka. Ayat ini memberikan semangat bagi para mualaf agar tidak menyerah
mempelajari Islam karena Allah telah menjaminkan kemudahan bagi mereka.
Para Mualaf yang "Berpikir"
Ada
beberapa contoh mualaf yang dalam perjalannanya bahkan menjadi sangat Islami
ketimbang banyak orang Islam sendiri (yang terlahir Islam). Mualaf-mualaf
seperti ini memang umumnya bukan yang masuk Islam karena alasan-alasan “teknis”
seperti misalnya karena mengikuti agama pasangannya. Meskipun bukan berarti tak
ada peluang bagi mualaf seperti ini untuk menjadi istiqomah dalam Islam.
Contoh
mereka yang masuk Islam setelah menemukan kebenaran di dalam ayat-ayat kitab
sucinya antara lain adalah James Yee, seorang tentara Amerika berdarah Cina.
Atau dari negeri kita sendiri ada Irena Handono yang semula adalah seorang
biarawati Katolik. Contoh terakhir yang cukup fenomenal adalah ketika Carol Concepta Duffy, seorang "ratu pesta" akhirnya memutuskan masuk Islam dan berhijab.
Sebelum menyatakan masuk Islam dan mengucapkan syahadat, James Yee mengalami kegelisahan dalam beragama. Dia lalu mulai sering bertemu dengan hal-hal yang berbau Islam, termasuk melihat bagaimana rekan-rekannya di US Army yang beragama Islam menjalankan agamanya antara lain salat berjamaan, berpuasa, dan merayakan Idul Fitri.
Dia
pun mulai banyak membuka referensi mengenai Islam, hingga pada satu saat dia
membeli buku hadits “Bukhari-Muslim” dan tak bisa berhenti membacanya. Ketika
di lingkungan kerjanya dia banyak mengalami diskriminasi, bahkan dengan
berbagai cara membuat dia dijebloskan ke penjara dengan tuduhan tidak jelas,
James Yee tetap yakin pada Islam.
Sementara
itu, Irena Handono yang semula adalah seorang biarawati, malah berbalik menjadi
seorang pembela Islam. (lihat pengakuannya di sini: http://www.youtube.com/watch?v=_l2qZDKQvN8). Dia melihat bagaimana Islam telah dipojokkan tanpa alasan
kuat dalam setiap dia belajar di seminari. Ayat pertama yang dia baca ketika
masih menjadi biarawati adalah surat Al Ikhlas. Sementara tepat keesokan harinya
dosen seminarinya dalam kuliah teologi menyebutkan bahwa Tuhan itu satu tetapi pribadinya tiga,
dan ini membingungkannya. Padahal dalam hati dia sudah berkata bahwa konsep tuhan dalam surat Al Ikhlas lah yang benar.
Katakanlah,
Dia-lah Allah, yang Maha Esa.
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan.
Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan.
Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.
(QS
Al Ikhlas)
Sejak
mantap menjadi Islam dan bersyahadat, Irena banyak melakukan kajian Kristologi.
Di berbagai forum Irena menyebutkan bahwa pengetahuan mengenai Kristologi
penting bagi umat Islam, yakni untuk membentengi akidah.
Satu lagi contoh paling anyar dan fenomenal dari kisah seorang mualaf adalah pengalaman Carol Concepta Duffy, seorang "ratu pesta" (http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/11/05/24/llntmy-karimah-duffy-ya-saya-dulu-ratu-clubing-dan-pesta). Ketika bersamaan dengan mulai lelahnya dia dengan gaya hidupnya, ada temannya yang memberinya Al-Quran terjemahan dan dia mulai membacanya. Dalam tiga pekan setelah membaca Al-Quran, dia merasa ada "sesuatu" di dalam Al-Quran itu bagi dia. "Semua cocok dengan saya," ujarnya mengenai ajaran Islam. Dia pun kemudian mantap bersyahadat bahkan berhijab.**
(penulis: ruri andayani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar