3/21/2013

Akankah Amerika Menutup Penjara Guantanamo?




“Sejumlah tahanan Gitmo lakukan mogok makan. Isu pelecehan Alquran kembali mencuat” 

Isu pelecehan Alquran di penjara Guantanamo kembali mencuat. Pihak militer Amerika Serikat (AS) segera menyangkal isu tersebut. Para penjaga Gitmo, julukan penjara tersebut, mengaku tak pernah melecehkan Alquran dalam bentuk apa pun. "Omong kosong. Sama sekali tak ada pelecehan Alquran," kata Panglima Komando Selatan AS, Jenderal John Kelly, seperti dilaporkan AFP .
 
Unjuk rasa di depan Gedung Putih

Isu ini muncul menyusul kabar setidaknya 24 tahanan di penjara kontroversial AS itu melancarkan aksi mogok makan (lihat: http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/03/21/mjzo23-as-bantah-lecehkan-alquran-di-guantanamo). Sebelumnya para pengacara mereka menyebutkan, kesehatan lebih dari 100 tahanan yang mogok makan selama 41 hari di penjara Guantanamo semakin memburuk. Para tahanan mulai mogok makan pada 6 Februari setelah staf penjara menyita barang-barang pribadi dari tahanan, termasuk surat, foto, dan Alquran.

Dikatakan mereka, kliennya ini telah menghentikan menyantap daging sebagai protes atas sangkaan pelecehan terhadap Alquran di penjara tersebut. Namun menurut Kelly, para tahanan menghentikan memakan daging karena kecewa Presiden Barack Obama tak memenuhi janjinya menutup penjara di pangkalan angkatan laut AS di selatan Kuba itu. 

Seorang antropolog, Mark Mason, seperti dilansir PressTV mengatakan,  para tahanan tersebut  mengancam kehidupan mereka sendiri sebagai ekspresi kemarahan pada penjara yang seperti ruang penyiksaan abad pertengahan, terisolasi satu sama lain. Terlebih lagi mereka tidak tahu apakah bisa keluar hidup-hidup dari penjara tersebut. "Itu membuat keadaan stres psikologis yang ekstrim," kata Mason. Pada 14 Maret lalu, 45 pengacara tahanan mengirim surat terbuka kepada Menteri Pertahanan AS, Chuck Hagel, dan menyerukan agar Hagel segera mengambil tindakan mengakhiri pemogokan (lihat: http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/03/18/mjuz60-mogok-makan-ratusan-tahanan-di-guantanamo-kritis).

Ihwal pelecehan Alquran di Gitmo bukan isu baru. Isu sama pernah mencuat pada 2005. Militer AS bahkan ketika itu mengakui adanya kasus pelecehan Alquran di penjara: penjaga penjara sengaja menendang Alquran dan seorang petugas interogasi menginjak Alquran, serta bentuk pelecehan lainnya terhadap Alquran. Menurut laporan kantor berita The Associated Press, petugas interogasi yang menginjak Alquran itu telah dipecat. 

Temuan-temuan tersebut merupakan hasil penyelidikan yang dipimpin Brigjen Jay Hood, komandan penjara Teluk Guantanamo, menyusul pemberitaan kontroversial majalah Newsweek mengenai terjadinya pelecehan Alquran di Gitmo. Newsweek melaporkan, tentara AS di Guantanamo bahkan menebarkan Alquran di toilet.

Pemberitaan oleh Newsweek ini telah memancing protes dan aksi demonstrasi di berbagai negara muslim termasuk Indonesia, yang meminta agar Presiden AS, George W Bush, meminta maaf atas kejadian tersebut (http://news.detik.com/read/2005/06/04/204030/374916/10/militer-as-temukan-kasus-pelecehan-al-quran-di-guantanamo?browse=frommobile).

Anehnya, beberapa waktu setelah protes anti-Amerika merebak di negara-negara Islam, Newsweek justru mengakui kemungkinan terjadinya kekeliruan, setelah seorang petinggi AS yang menjadi sumber laporan tersebut, merasa tidak yakin sepenuhnya. Warga muslim di Pakistan dan Afghanistan lalu menuduh pemerintah AS telah mendesak Newsweek menarik kembali laporannya (http://www.dw.de/newsweek-ralat-laporan-tentang-pelecehan-terhadap-kitab-suci-al-quran/a-2949991).

Sementara itu, PBB baru-baru ini telah mengeluarkan (lagi) pernyataan bahwa Washington melanggar hukum HAM internasional karena menahan tahanan di Gitmo tanpa batas waktu. Pernyataan ini mengulang kekecewaan yang pernah disampaikan Ketua Komisi HAM-PBB, Navi Pillay, awal Januari 2012 lalu, atas kegagalan AS menutup penjara Guantanamo sejak dijanjikan Presiden Barack Obama pada pada 22 Januari 2009.

Namun alih-alih menutup, pada Desember 2011 Obama malah menandatangani The National Defense Authorization Act (UU Otorita Penahanan Nasional). “UU ini secara efektif mengesahkan penahanan militer tanpa batas waktu dan tanpa dakwaan atau pengadilan. Peraturan ini melanggar sebagian besar prinsip keadilan dan HAM, seperti hak untuk diadili dengan baik dan hak untuk tidak ditahan secara semena-mena,” kata Pillay (http://www.voaindonesia.com/content/kepala-badan-ham-pbb-desak-penutupan-guantanamo-137911078/103902.html).

Dengan begitu, nasib para tahanan di Guantanamo makin suram karena tidak jelas kapan AS akan menutup penjara tersebut. Obama sendiri malah menarik kembali ucapannnya yang akan menutup Gitmo pada 2010. "Target kami untuk menutup Guantanamo bakal meleset," kata Obama dalam satu siaran di NBC.

Obama menyatakan tidak akan menentukan tenggat waktu baru bagi penutupan Gitmo dan hanya menjanjikan bahwa kamp tersebut pasti akan ditutup. Itu artinya nasib sekitar 200 tahanan yang tersisa di sana, masih terkatung-katung. Konsultan senior di organisasi HAM American Civil Liberties Union (ACLU), Christopher Anders, mengungkapkan kekecewaan atas pernyataan Obama. "Jika demikian, maka para tahanan harus diproses hukum di pengadilan sipil, seperti yang dilakukan terhadap para tersangka pelaku serangan 11 September (http://www.globalmuslim.web.id/2009/11/kamp-guantanamo-tak-jadi-ditutup-2010.html).

Sementara itu, pada  2010 Gedung Putih pernah mengeluarkan pernyataan bahwa hukum dan kendala legislatif telah mencegah Obama merealisasikan janjinya kembali dalam waktu dekat. “Masuknya kubu Republik ke Kongres membuat upaya menutup penjara ini menjadi lebih sulit,” dalih juru bicara Gedung Putih Robert Gibbs waktu itu (http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/internasional/10/12/28/154636-tak-tutup-guantanamo-obama-ingkar-janji).

Rencana Obama menutup Gitmo sempat membuat gembira keluarga Encep Nurjaman alias Hambali di Cianjur, Jawa Barat. “Mudah-mudahan itu menjadi kenyataan," kata Kankan Abdul Kodir, adik kandung Hambali. Hambali sampai kini masih menjadi tahanan CIA di Guantanamo dengan tuduhan terorisme dan terlibat kasus Bom Bali (http://www.tempo.co/read/news/2008/11/13/055145796/Keluarga-Hambali-Gembira-Obama-Tutup-Guantanamo).

Sementara itu, menjelang pelantikan Obama sebagai presiden untuk kedua kalinya pada Februari 2013, sekitar 200 orang lebih berunjuk rasa di Washington DC, menuntut Obama memenuhi janjinya menutup Gitmo secepatnya. "Ini adalah masalah hak asasi manusia, bukan masalah politik. Bebaskan mereka!" tuntut Zeke Johnson dari Amnesty International (AI) AS, dalam orasinya, seperti yang dikutip The News International, 12 Januari 2013 lalu (http://internasional.rmol.co/read/2013/01/12/93810/Jelang-Pelantikan,-Ratusan-Demonstran-Tuntut-Janji-Obama-Menutup-Penjara-Guantanamo-).

Penjara Guantanamo dioperasikan pada 2002 untuk menahan tersangka teroris dalam perang melawan teror yang dicanangkan George W Bush menyusul serangan 11 September 2001. AI  seperti diberitakan Fars menyebutkan (lihat: http://sports.sindonews.com/read/2013/01/09/42/705405/obama-dituntut-realisasikan-janji-tutup-penjara-guantanamo), pemerintah AS telah membebasakan 779 tahanan sejak mereka semua dipindahkan (ke Gitmo) pada 2002 lalu. Namun, masih ada 166 orang yang masih ditahan di sana. Sebagian besar di antara mereka ditahan tanpa tuduhan dan proses peradilan.

Ajaibnya, di tengah ramainya isu pelecehan Alquran di Gitmo, ada anggota militer AS yang pernah menjadi penjaga di sana malah memperoleh cahaya hidayah. Terry Holdbrooks, penjaga penjara Guantanamo pada awal-awal penjara itu dibangun, akhirnya memeluk Islam pada 2003. Berita dia bersyahadat segera menyebar di kalangan para prajurit di Gitmo, apalagi tugasnya saat itu adalah mengawasi tahanan terorisme (http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/11/06/16/lmvwrs-dari-guantanamo-ke-mekah-kisah-mualaf-penjaga-penjara-yang-berumrah).

Terry yang  sekarang dikenal sebagai Mustafa, bertekad menghadapi segala risiko, dan tak akan berbalik ke belakang mengingkari syahadatnya. Ia dikabarkan  diberhentikan tak lama kemudian. Ia mengaku  awal ia terkesan pada Islam setelah melihat peran Morgan Freeman memainkan karakter muslim di film Robin Hood: Prince of Thieves. **
 

(penyusun tulisan: ruri andayani)





1 komentar: