7/12/2013

Tangkal Penyadapan, Rusia Bakal Kembali Gunakan Ketikan Jadul



Maraknya isu spionase belakangan ini, membuat Rusia paranoid. Demi mencegah kebocoran rahasia negaranya dari penyadapan informasi oleh pihak-pihak yang tak diinginkan melalui sistem komputerisasi, lembaga negara Rusia yang bertanggung jawab menjaga komunikasi Kremlin, berniat membeli mesin tik yang lebih manual. Entah sekedar lelucon atau serius, berbagai kasus pembocoran oleh WikiLeaks dan yang sekarang ini masih panas bergulir yakni kasus Edward J. Snowden, disebut-sebut sebagai pemicunya.

Mesin tik jadul? (detik.com)
Meski begitu, seorang sumber di Lembaga Garda Federal yang dikenal dengan akronim nama Rusianya FSO, mengatakan, Kamis (11/7), pembelian ini telah direncanakan selama lebih dari satu tahun terakhir. Dinyatakan oleh laman lembaga pengadaan negara Rusia, zakupki.gov.ru, Lembaga Garda Federal yang juga bertugas melindungi Presiden Rusia, Vladimir Putin, ini, akan menghabiskan lebih dari 486 ribu rubel (Rp 148 juta) untuk membeli sejumlah mesin tik listrik.

Pemberitahuan di laman itu diunggah pekan lalu. Seorang juru bicara untuk lembaga itu menolak memberi komentar. Surat kabar pro-Kremlin, Izvestia, melaporkan bahwa lembaga negara itu berniat membeli 20 mesin ketik karena penggunaan komputer untuk dokumen sangat rahasia tampaknya tidak lagi aman (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/07/11/mprzb5-kremlin-kembali-gunakan-mesin-ketik).

Bagaimana Rusia tidak was-was. Sejak kasus Snowden mengemuka, sejumlah negara disebut-sebut menjadi sasaran program spionase Amerika Serikat (AS). Apalagi kasus Snowden ini berkenaan dengan spionase besar-besaran negara adidaya itu yang dikabarkan memanfaatkan jaringan sejumlah server tekemuka mulai Google, Facebook, hingga Apple. Selain itu, program bernama PRISM, besutan badan keamanan nasional AS (NSA)yang dibocorkan Snowden ini, juga disebut-sebut melakukan penyadapan melalui jaringan telepon, email, dan sms.

Berdasar dokumen bocoran mantan pegawai lembaga intelijen AS (CIA) ini ke surat kabar The Guardian, misalnya terungkap bahwa Prancis, Italia dan Yunani, termasuk di antara 38 sasaran gerakan mata-mata divisi sandi AS. Menurut salah satu arsip NSA yang bocor tersebut, pejabat sandi menyasar kedutaan dan kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan menanamkan penyadap di sarana elektronika komunikasi. Mereka, ungkap laporan di laman The Guardian, Minggu (30/6/13), memanfaatkan kabel dan mengumpulkan komunikasi dengan antena khusus.

Upaya tersebut juga dilakukan untuk menguping kedutaan Prancis, Italia, dan Yunani, di Ibukota AS Washington. Sementara Jepang, Meksiko, Korea Selatan, India, dan Turki, disebut-sebut dokumen tersebut sebagai sasaran penyadapan pada 2010. Mingguan Jerman Der Spiegel, sebelumnya juga mengungkapkan bahwa Uni Eropa (UE), adalah salah satu sasaran program besar mata-mata Internet Washington tersebut, dengan penyadap tersembunyi di kantor UE di Brussels dan AS.

Menurut dokumen yang diterima The Guardian, alat penyadap ditanamkan di mesin fax tersandikan di kedutaan UE di Washington. Penyadapan itu bagian dari gerakan "Perdido", yang diduga untuk mempelajari perpecahan di antara negara anggota. Aksi penyadapan terhadap kantor Prancis untuk PBB diberi kata sandi "Blackfoot", sementara untuk kedutaannya di Washington dinamai "Wabash". Sedangkan kedutaan Italia di Washington disasar dengan sandi "Bruneau". UE, Paris, dan Berlin, Minggu (30/6) menanggapi dengan berang dan menuntut jawaban Washington atas tuduhan memata-matai kantor badan Eropa itu (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/07/01/mp9gql-as-juga-sadap-kantor-kedutaan-prancis-italia-yunani).

Presiden Prancis, Francois Hollande, telah secara khusus meminta AS berhenti memata-matai negaranya dan UE. "Kami tidak dapat menerima perilaku semacam ini di antara mitra dan sekutu," kata Hollande. "Kami minta ini segera dihentikan." Hollande menyatakan, unsur yang  dikumpulkan telah cukup bagi Prancis untuk meminta penjelasan Washington tentang tuduhan program mata-mata tersebut. "Tidak akan ada perundingan atau pembicaraan di semua bidang hingga kami memperoleh jaminan itu, untuk Prancis, juga untuk seluruh Uni Eropa, untuk semua mitra Amerika Serikat," kata Hollande kepada wartawan (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/07/01/mp9m7q-presiden-prancis-minta-as-setop-mematamatai).

Bersamaan dengan memanasnya hubungan antar negara sekutu tersebut, Menteri Luar Negeri Ekuador, Ricardo Patino Aroca, mengatakan, selama kunjungannya ke Inggris bulan lalu, telah ditemukan alat penyadap tersembunyi di kedutaan negaranya di London. Dalam konferensi pers di ibukota Ekuador, Quito, Patino mengatakan, penyadap tersebut ditemukan saat pengecekan rutin kedutaan besarnya di Inggris oleh intelijen Ekuador pada 16 Juni 2013.

"Kami segera menginvestigasi untuk menemukan sumbernya dan akan merilis hasilnya besok termasuk sumber alat itu, siapa yang menggunakannya, dan departemen apa yang memasangnya," ungkap Patino seperti dikutip Al-Jazeera. Dia berharap, ada negara atau organisasi yang dapat memberi penjelasan mengenai alat tersebut. Namun, dia membantah hal itu berkaitan dengan program mata-mata AS, PRISM (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/07/04/mpead0-alat-sadap-ditemukan-di-kedutaan-ekuador-di-london). Dalam dokumen-dokumen PRISM yang dibocorkan Snowden, dikatakan bahwa AS sudah lama mengintai dan mengumpulkan sejumlah besar data, baik terhadap warga AS sendiri maupun orang asing.
Jerman Bidikan Utama NSA
Gusar dan prihatin atas kelakuaan sekutunya ini, terlebih Jerman juga disebut-sebut dalam dokumen yang bocor tersebut, Kanselir Jerman, Angela Markel, telah meminta penjelasan Presiden AS, Barack Obama. "Presiden memastikan kepada Kanselir bahwa Amerika Serikat menanggapi dengan serius keprihatinan sekutu dan partner mereka di Eropa," tulis siaran pers yang dilansir AFP. Masing-masing pihak dikabarkan akan melakukan pertemuan lanjutan, baik antara Gedung Putih dengan Jerman, maupun dengan UE (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/07/04/mpe7g0-obamamerkel-diskusikan-program-matamata-as-segera-gelar-pertemuan).

Sebelumnya,  Der Spiegel seperti dikutip AFP, mengungkapkan bahwa dinas rahasia AS telah menyadap setengah miliar panggilan telepon, email, atau sms di Jerman, dalam sebulan. Metadata, yang menjadi petunjuk kapada dan siapa yang berkomunikasi, disimpan di markas besar NSA. Dari informasi itu terlihat pada Desember lalu NSA telah menyadap metadata sekitar 15 juta percakapan telepon setiap hari, dan sekitar 10 juta komunikasi internet.  Pada hari-hari tertentu, angka ini bahkan lebih besar.

Dibandingkan Prancis yang menurut Der Spiegel “hanya” mengalami penyadapan dua juta komunikasi setiap hari, angka penyadapan NSA di Jerman ini menempatkan Jerman menjadi negara bidikan utama NSA. Jerman pun bereaksi keras, seolah bercampur trauma jika merujuk pada sejarah kelam mata-mata dan polisi rahasia di zaman Nazi dan komunis Jerman Timur di era silam (http://www.republika.co.id/berita/trendtek/internet/13/07/01/mp7xid-as-sadap-ratusan-juta-email-jerman).

Menyadari namanya juga disebut-sebut dalam dokumen NSA yang bocor tersebut, Turki pada 3 Juli 2013, juga memanggil  kepala perwakilan sementara kedutaan AS di Ankara, Jess Baily. Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Turki menyatakan, pemanggilan Baily karena duta besar AS sedang tidak ada di tempat. Langkah tersebut muncul setelah Menteri Luar Negeri Turki, Ahmed Davutoglu, bertemu dengan Menteri Luar Negeri AS, John Kerry, di sela pertemuan internasional di Brunei. Kemenlu Turki mengatakan, laporan-laporan di media mengenai penyadapan terhadap kantor diplomatik Eropa, mencemaskan. Kemenlu menegaskan akan melakukan evaluasi berdasar jawaban-jawaban dari pihak berwenang AS menyangkut klaim tersebut  (http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/13/07/03/mpd6gz-turki-panggil-diplomat-as-tuntut-penjelasan-soal-penyadapan).**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar