7/08/2013

KPK, ICW, DPR, Kemendagri, Saling Ungkap Data



Gerah masuk daftar 36 politisi yang “kurang anti-korupsi”, anggota DPR menyerang balik. Sejumlah data diungkap yang bikin lembaga-lembaga yang mengatasnamakan lembaga pemberantas korupsi, seperti KPK dan ICW, saling mengungkap data versi masing-masing. Sementara pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri,dengan didukung UU Ormas, ikut masuk ke dalam arena. Pemerintah mengaku memiliki data LSM yang berniat buruk terhadap negara.  

ROL
Sebanyak 51 organisasi berupa lembaga pendidikan, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan organisasi massa (ormas), dikatakan menerima bantuan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun bantuan itu menurut pihak KPK merupakan bagian dari program Corporate Social Responsibility (CSR). Salah satu lembaga yang disebut menerima bantuan KPK adalah Indonesia Corruption Watch (ICW).  Namun Ketua KPK, Abraham Samad, memastikan, tidak ada anggaran berbentuk materi yang diberikan.

“Kan ada program-program pemberdayaan," kata Abraham di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (8/7/13). Program-program pemberdayaan tersebut, kata Abraham, murni program edukasi dan pencerahan dalam pemberantasan korupsi. “Bila ada yang menuding KPK memberikan bantuan finansial, itu fitnah,” ujarnya. Dia juga menegaskan, KPK tidak pernah menunggangi ICW dalam mengeluarkan hasil penelitian atau rilis apapun. Termasuk rilis tentang 36 caleg yang diragukan komitmennya dalam memberantas korupsi (http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/13/07/08/mpm6d7-icw-salah-satu-penerima-dana-csr-kpk).

Koordinator bidang Hukum dan Peradilan ICW, Emerson Yuntho, segera membantah. Dia mengatakan, ICW tidak menerima bantuan apapun dari KPK. "ICW punya rule tidak boleh terima dana dari APBN, APBD, IMF, Bank Dunia, apalagi dari koruptor. Pendanaan ICW dua jalur, dari publik dan lembaga donor," ungkap Emerson (http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/13/07/08/mpm6hr-gede-pasek-dana-kpk-ke-icw-memenuhi-syarat). Bantahan ICW ini juga terkait beredarnya data yang berisi sumber keuangan ICW per tanggal 31 Desember 2012 dan 2011. Disebutkan, ICW menerima dana terikat sebesar Rp 11,8 miliar dan dana tidak terikat Rp 8,9 miliar. Dari total dana yang diterima ICW, mayoritas sumbangan diperoleh dari yayasan asing (http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/13/07/08/mpm452-abraham-samad-kpk-beri-dana-ke-icw-itu-fitnah).

Adanya informasi inilah yang menyeret nama KPK. KPK juga mengakui menerima bantuan asing, namun Juru bicara KPK, Johan Budi SP, pada Minggu (7/7/13), mengatakan, bantuan tersebut bukan dalam bentuk dana operasional alias uang. “Jadi tidak ada (uang) yang masuk ke operasional KPK, sebab dana operasional KPK bersumber dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)," kata Johan. Bantuan asing ini jelas Johan, berupa program-program seperti pelatihan dan seminar.

KPK kata Johan, sudah lama melakukan kerja sama dengan berbagai lembaga dunia, khususnya di bidang pemberantasan korupsi. Johan lantas menyebut GIZ Jerman dan Danida Denmark. Semua bantuan tersebut, jelas Johan, telah dilaporkan dan diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). KPK juga selalu melaporkan penerimaan dana asing ini kepada DPR. "Kan semua dilaporkan KPK dan diaudit BPK. Ke DPR juga dilaporin," ujar Johan (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/07/07/mpk142-kpk-dana-asing-bukan-untuk-operasional).

Caleg Gerah Dituding Pro Korupsi
KPK sibuk melayangkan bantahan, dikarenakan rilis yang dikeluarkan ICW ihwal 36 politisi yang komitmennya diragukan dalam pemberantasan korupsi. Ada tuduhan, KPK berada di belakang aksi ICW mengeluarkan daftar tersebut. Padahal kata Emerson, pemublikasian semacam itu merupakan kegiatan rutin ICW. Emerson juga mengherankan reaksi politisi tersebut, karena kata dia, ini bukan tentang politisi koruptor, tapi politisi yang diragukan komitmennya terhadap pemberantasan korupsi. Lebih spesifik lagi Emerson menyebutkan ini daftar politisi yang rekam jejaknya sangat diragukan mendukung KPK.

 "Kami ragu DPR dukung KPK. Dari rekam jejak, sebagian anggota DPR nggak suka KPK," kata Emerson dalam diskusi bertema "Caleg Gerah Dituding Prorasuah" di Jakarta, Sabtu (6/7). Emerson mengungkapkan, tidak kurang 40 politisi Senayan periode 2009-2014 telah dijerat KPK karena tindak pidana korupsi. Tak sedikit pula anggota parlemen yang mendukung pelemahan KPK dengan mendukung revisi Undang-Undang (UU) KPK.

Isi revisi tersebut: pertama, penindakan yang dilakukan KPK sebatas penyidikan, sedangkan penuntutan dilakukan kejaksaan. Kedua, penyadapan yang dilakukan KPK harus mendapatkan izin dari kepala pengadilan. Ketiga, batas kasus yang bisa ditangani KPK harus bernilai di atas Rp 5 miliar. "Kalau begitu bukan Komisi Pemberantasan Korupsi lagi namanya, hanya komisi peninjauan korupsi," ujar Emerson (http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/13/07/06/mpi5hl-icw-sebagian-anggota-dpr-memang-tidak-suka-kpk).

ICW Malah Bantu KPK
Sementara itu, untuk menyanggah tuduhan terkait dana bantuan terhadap ICW, Emerson mengakui bantuan asing—yang dituduh sejumlah pihak ditunggangi kepentingan politik—itu memang ada. Misalnya dana dari wali kota New York, Michael Bloomberg, senilai Rp 427 juta lebih. Menurut Emerson, itu merupakan dana dari Bloomberg Initiative untuk melakukan riset terkait penyusunan UU Tembakau. Dana itu digunakan untuk meneliti kemungkinan terjadinya korupsi di balik  hilangnya ayat tembakau.

Begitu pula dengan tudingan ICW menerima bantuan dari BP-Migas. Emerson menegaskan, bantuan tersebut berasal dari RWI-Migas, bukan dari BP-Migas. Dana itu digunakan untuk mengetahui berapa banyak uang yang disetor ke negara terkait isu migas, karena ditemukan sejumlah potensi hilangnya penerimaan negara menyangkut penjualan migas.

Emerson juga membantah ICW mendapat suntikan dana dari KPK. Nyatanya kata Emerson, ICW malah melakukan penghimpunan dana publik untuk membantu pembangunan gedung baru KPK. "Ada Rp 400 juta-an, itu dana saweran pembangunan gedung KPK. Akan kami setorkan ke KPK," urainya. Semua penerimaan dan peruntukkan dana ICW, dikatakan Emerson, selama lima tahun terakhir diumumkan secara jelas dan terbuka di kanal ICW. Emerson malah balik bertanya mengenai transparansi yang dilakukan partai politik selama ini. Bahkan lembaga negara yang jelas-jelas juga menerima hibah dan bantuan asing. 

Tanpa UU Ormas atau UU KIP, menurutnya, ICW telah mengurai keterbukaan dan akuntabilitas terlebih dahulu. Berdasarkan catatan laporan keuangan ICW yang beredar di masyarakat, pada 2012 jumlah penerimaan uang tak terikat sebesar Rp 7,4 miliar. Belum termasuk penerimaan tak terikat senilai Rp 4,4 miliar. Penerimaan terikat dalam laporan tersebut disebutkan berasal dari, antara lain, Rek 11.11.11, HIVOS Fundraising, TAF Election, IFES Endorsing, ACCESS, UNODC, dan RWI-Migas.

Sedangkan, pemasukan tak terikat yang dimaksud adalah berasal dari kontribusi, pengumumpulan sumbangan, bunga bank, bunga pinjaman perorangan, dan selisih kurs mata uang (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/07/06/mpioq2-icw-paparkan-sumber-dananya). Sementara itu jumlah donasi dari masyarakat yang diterima lembaga pengawas korupsi ini berdasarkan informasi dari situs resmi ICW, adalah sebesar Rp 90.440.000 selama Januari-Desember 2012. Dana itu digunakan ICW untuk advokasi KPK, termasuk “saweran” dana untuk pembangunan gedung baru KPK.

Tuduhan Fahri Hamzah
Sebelumnya, anggota Komisi III DPR, Fahri Hamzah, menyangsikan kredibilitas ICW. Dia menuding, ICW mendapatkan dana asing dari menyerang lembaga negara dan parpol serta individu yang kritis pada cara pemberantasan korupsi yang tidak kunjung ada hasil. “Begitu masuk koran dan dikliping, uang masuk. Begitulah cara kerjanya. Jadi, mustahil mereka bersepakat dengan saya sebab kita berbeda tujuan. Ini soal hidup dan mati lembaga mereka,” kata Fahri, pekan lalu. Bahkan, lanjut dia, ICW tidak mau korupsi hilang sebab itu sumber proyeknya. “Pada dasarnya, mereka takut kalau pendapat orang lain benar. Makanya, mereka melakukan 'kampanye hitam',” tuding Fahri (http://www.republika.co.id/berita/koran/news-update/13/07/05/mpgt1r-icw-akui-terima-dana-asing).

Merasa telah ada dukungan UU Ormas, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) masuk ke tengah perselisihan. Kemendagri menyatakan memiliki data terkait LSM yang menerima dana dari lembaga asing dengan tujuan tertentu, meskipun belum bisa menyebut nama lembaganya. Bahkan, ada LSM atau ormas yang juga menjadi tempat tindak pidana pencucian uang (TPPU). Staf Ahli Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Bidang Politik Hukum dan Hubungan Antarlembaga, Reydonnizar (Donny) Moenek, mengatakan, dengan sudah adanya UU Ormas, Kemendagri siap bekerja sama dengan aparat hukum untuk mengungkap tabir kejahatan LSM yang dimaksud. “Kalau tujuannya malah untuk dekonstruksi (menghancurkan) negara, apa itu yang artinya kebebasan berserikat? Inilah yang kita harus lihat kepentingannya,” jelasnya. Saat ditanya apakah ICW sudah melaporkan dananya ke Kemendagri, Donny hanya menjawab, “Nanti akan kita cek lagi.” (http://www.republika.co.id/berita/koran/news-update/13/07/08/mplaco-kemendagri-ada-lsm-berdana-asing-terlibat-pencucian-uang).**

1 komentar:

  1. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.

    Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    BalasHapus