7/01/2013

James Cook Bisa Jadi Bukan Penemu Australia


Hasil uji laboratorium tengkorak tua oleh Satuan Investigasi Kepolisian Australia (CSI) mengungkapkan sebuah fakta baru tentang Benua Australia, termasuk Selandia Baru. Fakta baru ini disebut-sebut bisa mengubah sejarah Negeri Kanguru. Kisah pelaut Inggris, Kapten James Cook, yang dianggap sebagai penemu benua ini, mungkin saja diralat. Sementara itu, mengingat fakta orang Indonesia adalah pelaut ulung, muncul juga teori bahwa sebelum orang-orang ras kaukasoid mencapai Australia, pelaut  Indonesia sudah biasa mondar-mandir ke benua tersebut.

ROL
CSI menemukan hasil yang mengarah pada koreksi sejarah permukiman bangsa Eropa di kawasan Laut Pasifik, terutama di kawasan pantai selatan dan timur benua tersebut. Penyelidikan CSI bersama pakar antropologi dan arkeologi dari Australia Nasional University (ANS) mengatakan, tengkorak tersebut akan menjadi (bukti baru mengenai) penjelajah pertama yang menjejakkan kakinya ke wilayah pantai timur dan selatan Australia.

"DNA dari tengkorak itu, menuntun ke jenis kelamin laki-laki berusia antara 28-65 tahun dan berkulit putih," kata Detektif Polisi, Sersan John Williamson, seperti dilansir The Telegraph, Senin (1/7/13). Williamson mengatakan, akurasi dari kesimpulan sementara ini mencapai 80 persen. Hasil laboratorium tersebut memicu perubahan literatur sejarah yang selama ini mengatakan, pelaut asal Inggris, Kapten James Cook, adalah penjelah pertama yang mampir ke pantai selatan dan timur Australia pada era 1700-an.

"Tengkorak ini milik manusia dari ras Kaukasoid yang hidup rentang tahun 1600-an," sambung antropolog ASN, Dr Stewart Fallon. Menurutnya, temuan tersebut tidak saja menarik, tapi akan mendesak para sejarahwan menulis ulang sejarah baru invansi budaya dan pendudukan Bangsa Eropa ke belahan dunia bagian selatan.

Pada 2011, CSI bermaksud menyelidiki laporan warga di Minning Point, dekat Taree atas temuan sebuah kerangka utuh manusia di tepi sungai. Semula CSI menduga kerangka tersebut adalah korban pembunuhan. Investigasi suram CSI mengatakan kerangka tersebut milik seorang wanita muda. Namun, investigasi tersebut berlanjut dengan metode pendekatan yang lebih ilmiah.

CSI bersama akademisi lalu melakukan uji karbon di laboratorium bersama. Fallon menjelaskan, tengkorak yang mereka beri nama Taree itu justru lebih misterius dari sekedar hasil aksi kriminalitas. Fakta ilmiah menghasilkan, temuan tengkorak itu milik seorang manusia yang hidup sebelum Kapten James Cook dengan Kapal Perang Endeavor-nya, yang berlayar dari Inggris menuju perairan di dekat kutub selatan tersebut (http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/07/01/mp8q1w-penemu-benua-australia-sebenarnya-terungkap).

Pelaut Nusantara Tak Mencaplok
Orang Australia modern yang kebanyakan dari ras Kaukasoid, tampaknya mengorientasikan temuannya berdasarkan kedekatan psikis dan geografis (sama-sama ras Kaukasoid dan berasal dari Inggris). Sehingga walau mungkin terpikir di kepala mereka mengenai kemungkinan atau bahkan kepastian bahwa penemu Australia adalah dari suku Asia, namun mereka bisa jadi menafikannya. Pasalnya, jika temuan satu benua berdasarkan siapa orang luar yang pertama menginjakkan kaki, hampir pasti orang Indonesia-lah pelakunya. Apalagi Australia hanya dipisahkan Samudra Hindia dengan kepulauan Nusantara. Dengan perahu-perahu sederhana saja, nelayan Indonesia sudah bisa sampai di daratan benua kangguru tersebut.

Hanya saja, misi orang Indonesia menginjakkan kaki di benua lain, memang bukan dengan misi gold, glory, gospel, seperti halnya misi yang dibawa para imperialis Barat ketika itu. James Cook, pelaut Inggris yang digadang-gadang sebagai penemu benua Australia misalnya, datang dengan kapal perang Endeavour-nya, dengan dilengkapi alat-alat navigasi canggih pada zamannya, sembari memetakan benua tersebut.

 Bahkan sebelum Kapten Cook pun, pelaut Belanda telah lebih dulu menginjakkan kaki di Australia. Dikutip dari Wikipedia: setelah kunjungan sporadis oleh para nelayan dari Nusantara, orang Eropa pertama yang melihat daratan utama Australia, sekaligus menjadi orang Eropa pertama yang menjejakkan kaki di benua Australia adalah seorang mualim Belanda, Willem Janszoon.

 Dia melihat pantai Semenanjung York pada awal tahun 1606, dan menjejakkan kakinya untuk kali pertama pada 26 Februari di Sungai Pennefather di pantai barat Tanjung York, dekat sebuat tempat yang kini menjadi kota Weipa. Kapten Cook sendiri  tercatat baru datang pada 1770 (http://id.wikipedia.org/wiki/Australia).

Ucapan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Moh Jumhur Hidayat, saat menerima anugerah "KPI Award 2013” dari Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) di Jakarta, April lalu, mungkin bisa dijadikan bahan acuan. Dia mengatakan, pelaut yang menemukan benua Australia itu bukan James Cook. “Tetapi pelaut-pelaut dari Indonesia yang telah ratusan tahun sebelumnya menjelajahi benua itu, termasuk ke tempat-tempat lain,” ujar Jumhur (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/04/27/mlvz64-wow-pelaut-indonesia-terbesar-ketiga-di-dunia).

Lebih jauh Jumhur menceritakan pengetahuannya bahwa para pelaut Indonesia lebih besar kemampuan penjelajahannya dibanding pelaut-pelaut Eropa atau Cina. Hal ini kata dia dibuktikan dengan adanya fakta bahwa sejak abad ke-5 masehi, para pelaut Indonesia lebih dulu mengarungi Afrika. Ia menyebutkan, kiprah besar pelaut nusantara yang berasal dari Bugis (Sulawesi Selatan) juga ditorehkan dengan menginjak Benua Australia pada abad ke 17, seratus tahun sebelum James Cook mengklaim sebagai penemu pertama Australia sekitar akhir abad ke-18.

Hanya saja, lanjut Jumhur, perjalanan para pelaut Nusantara (dan Asia pada umumnya, seperti misalnya Laksamana Cheng Ho) ke berbagai belahan dunia, berbeda misinya dengan bangsa Eropa yang ditandai pencaplokan alias membentuk daerah jajahan di suatu wilayah. Sedangkan pelaut nusantara sekadar membangun komunikasi sosial, perdagangan, serta kegiatan lain berdasarkan prinsip kesetaraan sesama bangsa (http://news.liputan6.com/read/465026/pelaut-indonesia-lebih-dulu-temukan-benua-australia).

Manusia Nusantara mungkin pada awalnya diciptakan sebagai orang-orang “polos” dan tidak rakus, sehingga tak terpikir untuk menguasai wilayah, apalagi sebagai daerah jajahan. Padahal jika dilihat dari sisi perdagangan dunia, dalam buku “Penjelajah Bahari, Pengaruh Peradaban Nusantara di Afrika” karya Robert Dick-Read, banyak bukti-bukti arkeologis tentang peranan pelaut Indonesia kuno dalam memajukan perdagangan dunia. Hal ini didukung kejeniusan pelaut-pelaut asal Austronesia atau Indo-polinesia ini dalam membuat perahu yang kokoh, yang mampu mengarungi lautan luas.

Maka tak heran jika pelaut-pelaut Indonesia, seperti ditulis dalam buku tersebut, telah sejak lama berada di pusat-pusat peradaban dunia. Pelaut Indonesia misalnya diindikasikan pernah menempati India Selatan pada era pra-Dravida, akhir 500 SM, dengan menggunakan kano bercadik satu, ya kano cadik satu! Pelaut Nusantara disebut sebagai Ras Naga oleh Etnik Tamil, yang kemudian kano bercadik tersebut terserap dalam kebudayaan Tamil, lantaran hipotesis mayoritas Ilmuan abad-19 meyakini bahwa bangsa India bukanlah bangsa pelaut. Dengan kata lain, kano milik pelaut Indonesia direplikasi menjadi model kano umum di India.

Dalam buku tersebut juga disebutkan, bukti-bulti arkeologis kehadiran pelaut Indonesia, meski tidak terlalu kuat, muncul dalam peradaban Mesir kuno. Pelaut Indonesia juga disebutkan berhubungan erat dengan kerajaan Romawi dan Yunani Kuno, termasuk juga dalam membantu perdagangan Bngsa Cina. Pelaut-pelaut kita yang menggunakan perahu dengan sebutan Kun Lun sengaja di sewa oleh Kerajaan Cina untuk mencari obat panjang usia, dan membantu Cina dalam pengiriman kargo dari Persia, Sri Lanka dan India sekitar Abad ke-6 M. Bangsa Cina saat itu mahir dalam banyak hal, kecuali satu, yakni bidang kelautan (http://kehidupanmanusiabugis.blogspot.com/2010/11/melacak-jejak-pelaut-nusantara.html).**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar